Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Gagal Mudik ke Gunung Kidul, Begini Cara Dapatkan Belalang Goreng

Salah satu kuliner andalan yang paling diburu pemudik saat pulang ke Gunung Kidul di masa Ramadan dan Lebaran adalah keripik belalang goreng.

7 Mei 2020 | 18.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Belalang goreng kuliner khas Guningkidul. TEMPO/Pribadi Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu kuliner yang paling diburu wisatawan saat ke Yogyakarta pada masa Ramadan dan libur Lebaran, berupa belalang goreng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kudapan berbahan baku belalang kayu yang kaya protein itu, digoreng dengan bumbu campuran bawang putih, tumbar, garam dan cabai. Rasanya gurih dan renyah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belalang goreng ini cukup mudah ditemui di wilayah Gunungkidul. Sering dijual warga di area pinggir jalan besar atau akses-akses menuju pusat kota.

Namun dengan pandemi virus corona yang belum berakhir ini, wisatawan dan para perantau mungkin kesulitan mendapatkan belalang goreng. Karena adanya imbauan tak berpergian guna menekan penularan virus yang masih masif.

“Untuk wisatawan dan masyarakat yang menginginkan belalang goreng tapi tak bisa ke Gunungkidul masih dilayani dengan cara pesan secara online atau lewat media sosial,” ujar Sri Lestari alias Sri Hawa, 35, seorang pelaku usaha belalang goreng asal Kecamatan Ngawen Gunungkidul, 6 Mei 2020.

Media sosial yang paling sering dijadikan untuk bertransaksi belalang goreng itu, antara lain Facebook dan juga grup aplikasi percakapan Whatsapp atau WA.

Harga belalang goreng relatif stabil dan masih terjangkau walau dipesan secara online. Kisaran harganya antara Rp20.000-30.000 untuk setoples penuh belalang goreng berukuran satu ons.

Sri menuturkan selama masa pandemi ini, permintaan paling tinggi berasal dari konsumen asal Jakarta. Ia tak menampik orderan belalang goreng saat wabah ini cukup menurun, walaupun saat ini sudah mendekati Lebaran.  

Perempuan yang sudah lebih dari 10 tahun berjualan belalang goreng ini mengatakan, biasanya saat awal Ramadan stok belalang matang sebanyak 30 kilogram sudah tandas sebelum memasuki Lebaran. 

Saat situasi sedang normal tanpa pandemi, beberapa hari jelang Lebaran, dari penjualan belalang goreng itu, Sri bisa mengantongi Rp 6-8 juta dalam sehari, “Tapi Ramadan kali ini, dalam satu minggu untuk jualan dua kilogram belalang goreng sudah sangat sulit,” katanya. 

Untuk menyiasati penurunan penjualan belalang goreng akibat wabah tahun ini,  Sri yang sudah merintis penjualan secara online enam tahun terakhir itu mengandalkan diversifikasi usahanya.

“Selain belalang, saya juga stok bahan bekicot. Ramadan tahun lalu stok 200 kilogram bekicot langsung habis sebelum lebaran,” katanya. Bekicot ini sama halnya belalang, bisa dimasak goreng, rebus, juga tumis untuk kudapan serta lauk pauk. Harga per kilogram bekicot ini sekitar Rp90.000.

Masakan berbahan bekicot ini, ujar Sri, belakangan permintaannya juga banyak datang dari Jakarta. Konsumennya sebagian besar perantau yang tidak pulang kampung halaman karena adanya wabah.

“Karena para perantau itu tidak bisa mudik tahun ini, jadi pesan minta dikirim ke Jakarta. Kalau pas mudik yang biasanya langsung datang ke rumah untuk membeli,” ujarnya.

Belum Dapat Bantuan

Sri mengaku, sebagai kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang terdampak wabah, ia belum mendapatkan program bantuan dari pemerintah.

Pemerintah Daerah DIY sendiri mengaku masih melakukan fiinalisasi data terkait penerima jatah hidup (jadup) atau bantuan warga terdampak Covid-19.

Penjual belalang goreng di kawasan dekat area Tahura Gunungkidul. TEMPO/Pribadi Wicaksono

Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji menuturkan awal pekan ini, data penerima bantuan sudah divalidasi dan dikirimkan ke pusat, “Data penerima bantuan sudah kami kirim ke pemerintah pusat, tinggal menunggu informasi selanjutnya soal pencairannya,” ujarnya, pada Rabu 6 Mei 2020.

Penduduk DIY yang terdata sebagai penerima bantuan jatah hidup masa pandemi ini awalnya 125.000 keluarga. Namun setelah adanya pencocokan dan pengecekan data oleh pemerintah kabupaten/kota, jumlahnya menjadi 130.000 keluarga.

PRIBADI WICAKSONO

Ludhy Cahyana

Ludhy Cahyana

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus