Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketika seseorang hilang kemampuan bercakap-cakap kemungkinan mengalami mutisme. Mengutip Verywell Mind, mutisme merupakan gangguan kecemasan masa anak-anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Gangguan kecemasan itu ditandai ketakmampuan berbicara atau berkomunikasi secara teratur. Kondisi mutisme juga dipengaruhi situasi sosial, misalnya di sekolah atau lingkungan masyarakat.
Apa itu mutisme?
Pada 1877, pertama kali mutisme dipelajari dalam ilmu kedokteran. Adolph Kussmaul, dokter dari Jerman itu menyebut anak-anak yang mutisme sebagai aphasia voluntaria. Mutisme akan mempengaruhi rasa percaya diri anak-anak, bahkan juga kecemasan sosial. Jika mutisme dibiarkan, maka rentan berlanjut sampai dewasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mengutip laman Selective Mutism Center, kebanyakan anak-anak mutisme memiliki kecenderungan genetik terkait kecemasan sosial. Terkadang, anak-anak menunjukkan tanda kecemasan, seperti gampang merasa malu, kemurungan, mudah mengamuk, dan gangguan tidur. Beberapa gejala itu tergolong kondisi yang serius dari efek mutisme jika dibiarkan.
Gejala mutisme
1. Ekspresi keinginan berbicara tertahan, karena kecemasan, ketakutan, atau rasa malu.
2. Cenderung menghindari kontak mata, karena merasa gelisah. Kurang ekspresi ketika dalam situasi yang ditakuti atau mencemaskan.
3. Ketakmampuan berbicara di sekolah dan lingkungan sosial lainnya.
4. Penggunaan komunikasi nonverbal untuk mengekspresikan kebutuhan. Misalnya, hanya mau menganggukkan kepala dan menunjuk.
5. Rasa malu atau takut bertemu orang dan keengganan berbicara antara usia 2 tahun hingga 4 tahun.
6. Mudah berbicara hanya di rumah atau dengan orang yang dikenal. Tapi tidak dengan orang lain, misalnya, di sekolah atau siapa pun yang tak dikenal.
Penanganan mutisme
Demi mencegah mutisme berlanjut makin parah, selain berkomunikasi dengan ahli kesehatan, penting pula peran orang tua. Merujuk Verywell Mind, sebaiknya orang tua mengomunikasikan kondisi anaknya kepada guru di sekolah.
Selain itu, memastikan aktivitas yang sesuai keterampilan anak. Apresiasi perkembangan anak juga menghindarkan hukuman jika berbuat salah, supaya tak merasa tertekan.
KAKAK INDRA PURNAMA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.