Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Gangguan Pendengaran yang Dialami Banyak Anak SD dan Dampaknya

Dokter THT menyarankan anak-anak menjalani skrining pendengaran sejak kelas 1 SD demi mendeteksi dini risiko gangguan pendengaran.

28 Agustus 2024 | 21.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis telinga, hidung, tenggorok, dan bedah kepala leher Tri Juda Airlangga menyarankan anak-anak menjalani skrining pendengaran sejak kelas 1 SD demi mendeteksi dini risiko gangguan pendengaran yang bisa mengganggu performa akademik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Anak kelas 1 hingga 6 SD atau yang mengalami gangguan belajar perlu ikut skrining pendengaran atau langsung dikonsultasikan ke dokter THT di puskesmas atau RSUD," kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI KL) Jakarta Raya itu dalam webinar yang diadakan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan studi 2019 pada anak sekolah, diketahui prevalensi gangguan pendengaran sebanyak 2 persen dengan jenis terbanyak tipe konduktif akibat kotoran telinga. "Gangguan ini cukup bermakna yang mengakibatkan adanya gangguan atensi. Gangguan pendengaran walau derajat ringan bisa mengakibatkan gangguan atensi dan komunikasi. Kalau sudah lama akademiknya akan turun," jelasnya.

Macam gangguan pendengaran
Menurut Juda, skrining pendengaran juga disarankan pada anak-anak yang mengalami gangguan bicara dan tinggal kelas. Dia merujuk studi yang menyatakan kecenderungan anak-anak mengalami gangguan pendengaran pada nada tinggi dengan keluhan telinga sering berdenging.

"Setelah dengar suara pakai headphone, telinga berdengung. Itu gejala awal. Kalau terus-terusan akan terjadi gangguan pendengaran permanen," ujarnya.

Sementara itu, Plt. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Maryati, mengungkapkan prevalensi gangguan pendengaran pada anak usia 5 tahun ke atas di Indonesia bisa sampai 2,6 persen, antara lain tidak bisa mendengar dan ada kotoran telinga keras yang sulit dibersihkan. Sementara itu di DKI Jakarta, 10 kasus tertinggi terkait gangguan telinga antara lain karena kotoran telinga, telinga berair lalu gatal, dan bunyi berdenging (tinitus), yang semuanya sangat mengganggu.

Maryati mengingatkan gangguan pendengaran sangat tidak nyaman. Pada anak, kondisi ini bisa mengganggu porsi waktu belajar, bersosialisasi, dan lainnya. "Kalau ada gangguan, rujuk anak ke puskesmas agar mendapatkan terapi sehingga tidak mengalami komplikasi. Petugas kesehatan di puskesmas dan rumah sakit sudah siap membantu anak agar sembuh," jelasnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus