Di tubuh seorang pria, bisa bergantungan busana seharga lebih dari Rp20 juta. Mereka, cucu Adam yang kaya raya itu, sangat memperhatikan pinggang, rambut, kulit muka, kuku, bahkan pinggul. TIME is money Pepatah lama ini berulang-ulang diucapkan oleh seorang eksekutif dari sebuah grup perusahaan raksasa. Dan prinsip itu dipegangnya teguh. Ia, lelaki hampir setengah abad, setiap hari berangkat ke kantornya di kawasan segi tiga emas, tepat pukul enam pagi. Pulangnya bisa pukul delapan, bisa juga lewat tengah malam. Selain bekerja di kantor, ia juga sibuk di tempat-tempat yang eksklusif. Kesibukan ini bukan sekadar untuk melepas stres, tapi juga untuk menjalin hubungan dengan para relasi bisnis. Lobbying, begitu istilahnya. Tapi, dengan prinsip time is money, tidak berarti seluruh waktu diarahkan untuk mencari keuntungan. Ada waktu-waktu tertentu, bahkan boleh dibilang banyak waktu, yang sengaja diluangkan oleh para eksekutif ini untuk merawat penampilannya. Mulai dari penampilan busana, aksesori, hingga ke penampilan fisik seperti bentuk pinggang, pinggul, rambut, dan kulit muka. "Genit kan bukan monopoli kaum wanita," kata seorang pemilik salon di kawasan Jakarta Kota. Buktinya, kini semakin banyak salon kecantikan yang melayani kaum pria. Bahkan butik khusus lelaki pun semakin bertebaran. Untuk perawatan rambut, misalnya, enam salon milik Peter Saerang setiap hari rata-rata menerima 90 pelanggan pria dari kalangan eksekutif. Kebutuhannya macam-macam. Ada yang sekadar cuci atau potong rambut, ada juga yang ingin creambath. Tarifnya juga beraneka, mulai dari Rp 10 ribu sampai Rp 100 ribu. "Mereka yang datang ke tempat kami rata-rata businessman yang merawat rambutnya secara teratur sebulan sekali," kata Peter, lembut. Tapi, kalau si pelanggan akan berangkat ke luar negeri, misalnya, kendati baru dua pekan lalu memotong rambutnya, dia akan segera kembali ke Peter. "Agar di tempat orang rambutnya tidak acak-acakan," katanya. Tak kalah ramai adalah 40 salon milik Johnny Andrean (JA). Katanya, tiap hari tak kurang dari 540 pria menyerbu ke salon JA. Urusannya, sekitar rambut. Bedanya, di salon Johnny pria juga bisa merawat muka dan kuku. "Pria sekarang, terutama businessman, sangat memperhatikan penampilan," katanya. Begitu pentingnya itu penampilan, banyak pelanggan JA yang datang sepekan sekali. Kata Johnny, model rambut yang sedang digemari saat ini adalah potongan pendek -- hanya sedikit lebih panjang dari crew cut. Model yang bermula dari Eropa ini potongannya lebih halus, "Sehingga tak ada garis pemisah yang jelas antara kulit dan rambut," katanya. Sekalipun begitu, bagi kebanyakan lelaki Indonesia, geli rasanya kalau mendengar ada pria yang sampai memperhatikan hal-hal detail pada tubuhnya. Tapi, percaya atau tidak, itu memang terjadi. Coba simak apa yang diungkapkan Edi Isdwiarto Ismadi, Manajer World Trade Center Surabaya. Ia mengaku pernah mengalami "kesulitan" karena memiliki pinggul dan paha yang menggelembung. Untunglah, Edi punya pacar yang menaruh perhatian ekstra. "Ia bisa memilihkan pakaian yang pas untuk saya," tutur Edi. Nah, kalau pinggul yang sedikit kebesaran sudah dipersoalkan, apalagi perkara kulit muka, rambut, perut, dan bagian-bagian tubuh yang mudah dilihat orang. Dan yang semuanya membutuhkan perawatan ekstra. Dan mahal. Namun, bagi seorang eksekutif, artis atau pejabat yang memperhatikan penampilan, hal itu belum memadai. Supaya "lebih meyakinkan", diperlukan busana (mulai dari sepatu hingga ke jas), dan aksesori yang wah. Dalam hal ini, yang kita bicarakan bukanlah barang-barang murah. Apalagi para lelaki golongan menengah atas ini tidak terlalu menghiraukan besarnya uang yang harus dihamburkan untuk memperoleh pakaian yang "enak dipandang enak disandang" itu. Barang-barang bergengsi itu bisa dijumpai di berbagai butik yang khusus. Di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, misalnya, bisa ditemukan butik-butik khusus menjual kebutuhan pria, mulai dari dasi, ikat pinggang, jas, kemeja, celana panjang, kaus kaki, hingga ke sapu tangan. Di sanalah dipajang kemeja mahal bermerek Stefano Conti, Fabio Inghirami, Trussardi, hingga Ted Lapidus, yang harganya (paling murah, nih) Rp 375 ribu sehelai. Bahkan harga selembar dasi bisa mencapai Rp 300 ribu, alias tiga kali lipat gaji pegawai negeri yang bermasa kerja lima tahun ke atas. Masih di Plaza Indonesia, kaum pria juga bisa menemukan Ermenegildo Zegna, merek yang cukup kondang dari Italia. Di butik ini, tersedia berbagai jenis busana pria, lengkap dengan aneka aksesorinya. Harga yang dicantelkan bergerak antara Rp 150 ribu (untuk kaus kaki) dan Rp 3 juta untuk sehelai jas. Tapi di situ ada juga jas yang harganya Rp 6 juta. Dan sungguh mengherankan, barang yang berharga ratusan ribu sampai jutaan rupiah itu ternyata laku keras. Kenapa? "Soalnya, banyak pria yang nggak mau pakai dasi yang itu-itu juga," kata Nyla Moenzir Sutirman, pemilik Butik Premiere. Nyla, bekas peragawati ini, sering terperangah. "Ternyata, banyak pengusaha muda yang duitnya buanyaak sekali, dan belanjanya pun tak pernah tanggung-tanggung," katanya. Tak aneh, kalau butik-butik pria di perbelanjaan elite Jakarta bisa beromset minimal Rp 100 juta sebulan. Perilaku menghamburkan uang tanpa segan-segan juga tampak di Butik Andria, yang tersebar di tujuh kota di Indonesia. Toko ini menawarkan kemeja, T-shirt, singlet, celana dalam, celana pendek, celana panjang, baju tidur, rompi, sweater, manset, dasi, sabuk, kaus kaki, sapu tangan, dompet, gantungan kunci, tas, minyak wangi, pencukur jenggot, hingga semir sepatu. Semua keperluan lelaki -- yang 90% impor -- bisa diperoleh di sini. "Sekali belanja, mereka tak segan-segan mengeluarkan uang di atas Rp 1 juta," tutur M. Chalid, Kepala Bagian Personalia Andria. Di Andria, harga selembar sapu tangan saja Rp 30 ribu. Sedangkan untuk sebuah pemantik berlapis emas harganya bisa Rp 1,4 juta. Menurut Chalid, ketujuh tokonya itu setiap pekan dikunjungi rata-rata 200 konsumen dengan tingkat belanjaan Rp 400 ribu samai di atas Rp 1 juta. Surabaya tak mau ketinggalan dari Jakarta. Di sini pun bertebaran butik yang menyediakan kebutuhan lelaki. Ino Boutique (IB) berani menggelar kemeja berharga Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu. Seperti halnya di Jakarta, yang di Surabaya pun hanya melayani para lelaki berkantung tebal, alias yang berani mengeluarkan uang jutaan rupiah demi sebuah penampilan bergengsi. "Saya buka di Surabaya karena banyak pelanggan dari Jakarta yang punya rumah di sini," kata Michael Dominicus Chandra, pemilik IB. Lantas, penampilan bergengsi yang bagaimana yang dikejar kaum pria? Menurut Michael, ada beberapa motivasi yang mendorong lelaki melakukan hal itu. Ada yang untuk bergagah-gagah, ada pula yang sekadar ingin kelihatan rapi. Tapi banyak yang melakukan itu semata-mata lantaran genit. Namun, barang dagangan IB rata-rata bermotif klasik (mereknya Ted Lapidus). "Maka, pembeli di sini kebanyakan hanya ingin kelihatan anggun," begitu kesimpulan Michael. Entah seperti apa "anggunnya pria" menurut kerangka acuan Michael. Yang pasti, di tubuh seorang lelaki, bisa bergantungan barang-barang seharga lebih dari Rp 20 juta. Itu pun kalau si pemakai hanya mengenakan jas seharga Rp 3 juta, celana panjang Rp 1 juta, sepatu Rp 2 juta, dasi, ikat pinggang, sapu tangan, plus aksesori seperti kalung emas, gelang emas, arloji emas, jepit dasi emas, pena yang harganya Rp 2 juta, cincin berlian, dan tas tangan bergengsi. Dan jangan lupa, dalam Rp 20 juta itu belum termasuk celana dalam, kaus kaki, dan biaya perawatan kulit serta rambut. Tak percaya? Budi Kusumah, Ida Farida, Andi Reza Rohadian, Linda Djalil, dan Kelik M. Nugroho
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini