Musik rap juga melanda Indonesia. Sebuah kelatahan dan akal-akalan dagang. Tapi, "Tiada salahnya meniru, asal lebih bagus," ujar Igor Tamerlan. MUSIK rap -- musik dengan lirik ngomon cepat seperti orang ngomel -- masuk ke Indonesia dan mulai ditiru. Biasa, barang latahan begini pun laris juga. Seni dengan beat cepat yang mengandalkan kelenturan lidah ini, konon, asalnya dari lorong-lorong jalan di Jamaika, Amerika Latin, dibawakan anak-anak berkulit hitam. Adapun syairnya bisa berupa protes sosial, candaan jenaka, juga celoteh cinta. Tahun lalu di Indonesia, album Ini Rindu-nya Farid Hardja, yang menggabungkan pop dan rap, larisnya bak pisang goreng. "Sampai kini sudah terjual lebih dari sejuta kaset," kata Farid. Bahkan versi pop, dangdut Sunda, Jawa, keroncong, sampai Batak, yang dinyanyikan oleh berbagai penyanyi, dilempar ke pasar. Juga laris. Kini muncul lagi musikus Indonesia yang lebih murni rap, yakni Igor Tamerlan dari Bali. Dengan album single-nya Bali Vanilli, Igor pun berhasil menggebrak pasar. Album ini, meski cuma berisi empat buah lagu, dalam tempo satu bulan terakhir ini, sudah terjual 90 ribu kaset. Igor, 37 tahun, tak malu-malu untuk menyebut bahwa grup Bali Vanilli, yang juga jadi judul lagu, mendompleng ketenaran Milli Vanilli. Yang terakhir ini terkenal dengan skandal lip-sinc yang berakibat dipulangkannya Grammy yang pernah diterimanya. Mendompleng atau meniru bagi Igor bukan berarti menjiplak secara kasar. "Tiada salahnya meniru, selama kita selalu mampu menghasilkan yang segar dan baru," ujarnya. Kemasan kompak ornamen diatonik pentatonik yang digabung dengan gamelan Bali, deruman bemo, maupun suara cak-cak, menghasilkan aransemen musik yang apik dalam lagu Bali Vanilli itu. Lirik dengan menggunakan bahasa Indonesia, Inggris, dan Bali, meletakkan album Igor ini semakin unik. Jangan bingung atau pusing, kalau bahasa Bali dipakai rapping. Anggap saja itu sedikit sinting, yang penting berirama di kuping ... satu cuplikan rap pemuda kerempeng ini. Farid Hardja sebenarnya mulai mencoba rap pada 1983. Waktu itu, hidangannya tak laku. "Warnanya dinilai kebarat-baratan. Produser minta warna Indonesia," kata Farid. Lalu penyanyi bertubuh subur itu mencari warna rap yang pas Melayu. Dimulai dengan album S.O.S, yang dirilis tahun 1989. Cengkok dan gayanya masih meniru warna Milli Vanilli. Album ini tak sampai menembus 200 ribu. Album berikutnya, Ri Kemari, tahun 1990, mulai dilirik pasar. Puncaknya, Ini Rindu tadi. "Ini baru pas kuncinya," kata Farid gembira. "Memang, warna Melayu untuk selera konsumen kita harus ada," kata Nursin, Manajer Produksi PT Metrotama Record, sang produser. Seni nge-rap agar tak menjemukan, menurut Farid, harus banyak variasinya. Suara bercerecap, berdecak dengan tempo cepat tetapi penuh dengan perasaan, menurut Farid, bisa dipakai secara berselang-seling. Dia menolak dikatakan meniru gaya rapper Barat semisal M.C. Hammer atau Vanilla Ice. Meski boleh jadi gaya monoton mereka menarik. "Rap keluarnya harus spontan ngegelontor dan harus hafal," resep Farid. Dan yang penting pula, irama musiknya mudah dihafal. Tapi apa kata pengamat musik? Trend yang sedang mewabah ini hanya "mode" yang kemungkinan umurnya tidak panjang. Bagi Harry Rusli, "Rap yang ditiru dari penyanyi Negro itu tak jauh berbeda dengan orang-orang Makasar yang berbicara cepat. Hanya saja, dikasih musik," katanya. Khusus rap Bali Vanilli, menurut Rusli, "Rap-nya Negro tetapi musiknya diwarnai pop Eropa." Pengamatan Harry Rusli masuk akal, karena Igor Tamerlan hampir 30 tahun bermukim di Paris dan baru dua tahun lalu pulang ke Bali. Bahasa Indonesianya saja belum lagi sempurna. Namun, Harry Rusli juga melihat pada akal-akalan produser. "Sekarang muncul lagi trend baru, merekam lagu lama dengan warna musik sekarang," katanya. Sedang penyanyi Iwan Fals merasa trenyuh dengan kelatahan itu. "Orang-orang kita kok cenderung terbawa. Untuk ekspresi atau popularitas? Atau karena nggak ada kerjaan," tanya Iwan Fals, musikus kondang yang fansnya kaum remaja itu. Namun, tampaknya baik Igor maupun Farid akan jalan terus. Album Bali Vanilli II malah sudah siap diluncurkan. "Bahasa Prancis serta Jepang akan saya masukkan dengan versi disko. Dan sudah ada yang pesan untuk karaoke," ujar Igor. Adapun Farid Hardja, yang merasa rap-nya asli pribumi, tak setuju dengan istilah latah dan terbawa-bawa arus. Alasannya, bernyanyi maupun bermusik adalah mengutak-atik bahan yang sama di belahan bumi mana saja. "Bahan do re mi fa sol-nya sama. Satu guru satu ilmu," katanya. Sri Indrayati, Riza Sofyat (Bandung), Silawati (Bali)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini