TRANSPLATASI jantung dengan jantung asli dari seorang donor masih akan lebih baik dibanding dengan jantung tiruan. Transplatasi jantung yang sudah dilakukan pada sekitar 860 pasien selama ini betapapun, lebih aman dan lebih sederhana - tak memerlukan peralatan yang berat dan rumit. Penjelasan ini diberikan oleh Dr. Robert K. Jarvik langsung dari Louisville, Amerika Serikat, atas pertanyaan penyiar televisi, Inke Maris, di Jakarta, ketika berlangsung wawancara jarak jauh di kedutaan besar AS di Jakarta, Selasa pekan lalu. Jarvik dan Dr. William de Vries, selama hampir satu jam, menjawab selain pertanyaan Inke Maris dan dr. Edi Hartanuh - ahli jantung dan wakil pemimpin redaksi majalah kedokteran Medika - juga penanya yang tersebar di Singapura, Bangkok, Manila, Hong Kong, dan Sydney. Lewat program yang diselenggarakan oleh USIS dengan jaringan telekomunikasi Worldnet itu, kedua ahli jantung tadi memberikan penjelasan di sekitar pencangkokan jantung buatan. Menurut Jarvik, gagasan membuat jantung buatan yang dilakukannya - yang kemudian diberi nama Jarvik 7 - timbul karena terbatasnya donor jantung. Percobaan hasil bikinannya yang telah dicobakan De Vries kepada tiga orang pasien itu sudah dimulainya 20 tahun lalu. Namun, baru 1980 hasil eksperimennya, yang dianggap berhasil terhadap seekor binatang, dipublikasikan. Jarvik 7 kemudian menyerap perhatian dunia ketika 2 Desember 1982 De Vries memasangkannya pada Barney Clark, penderita jantung yang mengalami kerusakan otototot jantung (cardiomyophaty). Tapi Clark meninggal setelah Jarvik 7 menolongnya bertahan selama 112 hari. Percobaan kedua De Vries dilakukan pada William Schroeder, 25 November tahun lalu. Schroeder masih hidup sampai kini. Namun, kondisinya, menurut laporan Newsweek 4 Maret, tidak terlampau baik. Selain karena ia penderita diabetes, ia juga pernah menjalani operasi pintas pembuluh darah koroner karena ia penderita penyumbatan pembuluh arteri (atherosclerosis) yang sangat lanjut. Kondisi Schroeder mencemaskan semua kalangan. Bukan hanya keluarganya, tapi juga rumah sakit Humana, Louisville, tempat ia dioperasi, yang juga bertindak sebagai sponsor. Sebab, setiap kegagalan yang dimonitor dengan teliti oleh FDA (Food and Drug Administration) - badan yang berhak memberi izin - bisa membuat percobaan dihentikan. Padahal, Humana masih merencanakan membiayai 100 percobaan pemasangan jantung buatan. Proyek ini sangat mahal, karena satu percobaan bisa menyerap biaya antara US$ 100.000 dan US$ 200.000. Toh percobaan berlangsung terus. Dan pada yang terakhir, dekat sebelum berlangsungnya wawancara satelit, yaitu 17 Februari lalu, De Vries untuk ketiga kalinya memasang Jarvik 7. Kali ini pada Murray P. Haydon. Penyakit jantung yang diderita Haydon sama dengan Barney Clark, yaitu cardiomyopathy. Tapi kondisi Haydon dinilai jauh lebih baik. Karena keadaan tubuhnya itu, pemasangan cuma berlangsung 3 jam 28 menit. Pada Clark pemasangan berlangsung tujuh jam. Pada wawancara pekan lalu, dr. Edi Hartanuh menanyakan apa yang menyebabkan percobaan pada Barney Clark gagal. Jarvik mengakui, kegagalan percobaan itu terletak pada sebuah kecerobohan. Ada sebuah goresan kecil pada salah satu katup jantung buatannya. Jadi, bukan pada desainnya, melainkan pada pembuatannya. Menurut Jarvik, seharusnya Jarvik 7 yang dipasangkan pada Clark tak bisa lolos dari pemeriksaan. JARVIK juga menyatakan, jantung buatan hasll desainnya sudah cukup diuji. Jantung buatan dari aluminium poliuretan itu bisa bertahan cukup lama. Dalam pengujian, Jarvik 7 mampu berdenyut selama tujuh tahun nonstop. Namun, Jarvik mengakui sulit untuk memastikan hasil pengetesan pada elemen-elemen yang bergerak seberapa jauh ausnya suatu bagian tidak mempengaruhi denyut. Jarvik, dalam wawancara itu, menyinggung pula kekhawatirannya terhadap kemungkinan tak mampunya jantung berperan serta dengan perubahan fisiologis tubuh manusia, seperti yang diutarakan penanya dari Singapura. Perubahan fisiologis yang dimaksudkan, misalnya naiknya tekanan darah akibat marah kaget dan kondisi emosi lainnya. Menurut Jarvik, keadaan itu diatasi dengan sistem komputer yang disertakan pada Jarvik 7. Prinsipnya, memonitor perubahan fisiologis itu, kemudian menerjemahkannya ke perintah, seberapa banyak darah harus dipompakan. Tak kurang menarik adalah beberapa penjelasan De Vries. Di antaranya dua kekhawatiran yang masih memburunya dalam melakukan percobaan. Yaitu tromboemboli atau penggumpalan darah dan infeksi. Penggumpalan darah, yang sangat mungkin terjadi di dalam jantung buatan, memang bisa berbahaya. Bila gumpalan darah yang dipompakan jantung sampai ke otak, pasien akan segera tewas. Mencoba mengatasi kemungkinan ini, De Vries memberi pasien aspirin dan obat-obat anti pembekuan darah. Namun, menghadapi kekhawatiran yang satu lagi, yaitu infeksi, De Vries menyatakan maslh cemas. Dari sisi etis, De Vries mengelak telah memperlakukan pasien sebagai kelinci percobaan. Percobaannya, menurut dia, telah menaikkan kualitas hidup penderita yang sudah papa. Namun, ia mengakui, "kualitas hidup" bisa relatif dan bisa panjang bila diperdebatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini