Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Heboh Bajing Kids di Bali, Ini Kata Pengamat soal Kenakalan Remaja

Pengamat pendidikan menilai banyaknya pelajar yang tergabung dalam kelompok kenakalan remaja merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan.

22 Juli 2023 | 21.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi tawuran pelajar. Dok. TEMPO/Dasril Roszandi;

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kenakalan remaja semakin membuat banyak orang prihatin. Geng motor, tawuran, begal kian marak. Terakhir viral sekelompok remaja sekolah menengah di Bali yang dinamai Bajing Kids yang suka memalak dan pesta minuman keras. Meski sudah dibubarkan dan ketuanya meminta maaf, fenomena kenakalan remaja yang menjurus kriminal tetap perlu mendapat perhatian khusus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Banyaknya pelajar yang tergabung dalam kelompok kenakalan remaja merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan. Fenomena ini sudah menjadi salah satu fokus dalam kurikulum Pendidikan Indonesia pada beberapa tahun terakhir," jelas pengamat pendidikan Ahmad Fahrizal Rahman saat dihubungi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, kurikulum yang diterapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Indonesia saat ini menekankan pada pembentukan karakter siswa. Salah satu isi dari kurikulum tersebut adalah materi tentang bahaya perundungan atau bullying. Departemen Pendidikan Nasional selaku pemangku kebijakan dan sekolah selaku pelaksana kegiatan pembelajaran tentu sangat peduli dengan pembentukan karakter para siswa melalui contoh-contoh perilaku dan karakter yang baik oleh para guru dan seluruh civitas sekolah hingga materi-materi pembelajaran yang diharapkan dapat membantu membentuk karakter siswa menjadi baik. 

Hanya saja, bagaimana pun usaha dalam membentuk karakter siswa, pihak sekolah hanya bisa memberikan perlakuan atau kontrol terhadap kegiatan maupun perilaku anak selama jam pelajaran di sekolah, dan dalam satu hari yang terdiri dari 24 jam, maksimal anak menghabiskan waktu di sekolah delapan jam untuk jadwal sekolah penuh. Sedangkan sekolah dengan jadwal tak penuh rata-rata maksimal hanya memiliki waktu efektif kegiatan di sekolah selama enam jam. 

"Pihak sekolah tentu tidak memiliki kapasitas untuk mengetahui kondisi masing-masing murid sepanjang waktu ketika berada di luar sekolah. Tentu karena keterbatasan kemampuan guru dan civitas sekolah yang jumlahnya mungkin hanya puluhan dibanding jumlah siswa yang bisa mencapai ratusan siswa," kata pengurus dan keluarga pemilik Sekolah Al Muslim di Sidoarjo, Jawa Timur, itu.

Kurang perhatian orang tua
Ia berpendapat para remaja ini, apalagi yang kedua orang tuanya bekerja dari pagi sampai malam dan terutama yang tidak memiliki kedekatan dengan anak, baik itu kedekatan fisik, emosional, maupun spiritual, tentu kurang memiliki kendali terhadap anak ketika berada di luar jam sekolah. 

Anak-anak yang berada pada fase remaja, masih mencari jati diri. Mereka membutuhkan apresiasi dan pengakuan dari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, mereka mudah terpengaruh oleh kegiatan-kegiatan yang membangkitkan semangat eksistensi diri mereka. Mereka ingin dianggap sudah dewasa, dan dianggap keren oleh teman sebayanya.

Sayangnya, pengakuan itu didapatkan melalui kegiatan-kegiatan yang negatif, seperti bergabung ke kelompok kenakalan remaja, geng motor, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan negatif ini relatif tidak tertangkap oleh pihak sekolah atau orang tua karena rata-rata dilakukan di daerah yang jauh dari lingkungan sekolah atau lingkungan tempat tinggal, jadi tidak banyak yang mengenali mereka.

Apakah tidak ada fungsi kontrol dari teman-teman yang tidak tergabung dalam kelompok kenalakan remaja tersebut? Bisa dibilang teman-teman mereka rata-rata takut untuk melaporkan keburukan tersebut karena kelompok tersebut anggotanya bisa puluhan dan mereka merasa keselamatan terancam.

"Bagi para orang tua, mari kita berusaha untuk merangkul anak-anak lebih dekat, beri perhatian, apresiasi kegiatan dan karya mereka yang positif, dan ingatkan serta arahkan ketika mereka menunjukkan gelagat perilaku negatif karena anak sekarang yang sangat sensitif, tidak bisa diberikan larangan atau dimarahi secara langsung," saran lulusan S-2 jurusan Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang itu.

Alumni Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya itu juga mengatakan komunikasi antara orang tua dengan pihak sekolah juga perlu dijalin dengan baik. Pihak sekolah juga bisa memberikan pembinaan yang sesuai untuk setiap anak. Orang tua juga bisa lebih memahami anaknya berdasar laporan kondisi riil di sekolah.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus