Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pelecehan seksual dengan pola manipulasi emosi terhadap korban yang diduga dilakukan penyandang disabilitas I Wayan Agus Suartama atau Agus Buntung telah menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Agus Buntung telah ditetapkan tersangka oleh Polda Nusa Tenggara Barat atas dugaan pelecehan seksual terhadap 15 orang, beberapa di antaranya masih di bawah umur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut keterangan polisi, Agus memanfaatkan manipulasi emosi korban untuk mengikuti keinginannya. Modus yang dilakukan Agus dengan mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi psikologis korban untuk melancarkan aksi pelecehan seksual. Agus juga diduga mengancam korban dengan mengungkapkan aib mereka, yang mempermudah pelaksanaan aksinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa itu manipulasi emosional? Dilansir dari Asosiasi Psikologis Amerika (APA), manipulasi adalah perilaku yang dirancang untuk mengeksploitasi, mengendalikan, atau mempengaruhi orang lain demi keuntungan seseorang. Manipulasi emosi merupakan bentuk manipulasi psikologis di mana orang berusaha mengendalikan emosi orang lain. Hal ini sering dilakukan melalui bujukan, paksaan, atau bahkan pemerasan emosional, dikutip dari PsychCentral.
Manipulasi dilakukan seseorang atau manipulator dan biasanya menggunakan permainan pikiran untuk merebut kekuasaan dalam suatu hubungan. Tujuan utamanya untuk mengendalikan orang lain dan mendapatkan apa yang diinginkan.
Tanda teknik manipulasi emosi
Teknik manipulasi emosional sering digunakan dalam hubungan antara dua orang. Teknik ini dapat memanfaatkan rasa tidak aman untuk melawan dengan mempermainkan perasaan yang membuat orang meragukan pemahaman diri sendiri. Namun, tindakan ini terkadang sulit dikenali, apalagi bila dialami oleh diri sendiri.
Manipulator biasanya menggunakan trik-trik untuk membuat korban cenderung menyerah pada kemauan dan permintaannya. Berikut tanda teknik manipulasi emosi, dilansir berbagai sumber.
Gaslighting
Dapat terjadi saat pelaku mencoba membuat korban meragukan persepsi atau ingatan dirinya sendiri. Pelaku membuat korban merasa versi realitas mereka salah dan mencoba memanipulasi untuk percaya pada realitas lain dan dikenal sebagai gaslighting.
Love bombing
Pelaku memberikan korban perhatian dan kasih sayang yang berlebihan untuk menarik perhatian. Hal ini dapat digunakan untuk memanipulasi korban agar berpikir pelaku sebagai pasangan yang baik. Namun, ketika sudah merasa bergantung, pelaku akan menarik kembali perhatiannya untuk membuat korban merasa tidak aman.
Memutarbalikkan fakta
Manipulator juga umumnya sangat sering memutarbalikkan fakta. Manipulator emosional pandai mengubah realitas dengan kebohongan, dusta, atau pernyataan yang salah untuk membingungkan korban atau menyalahkan korban jika ada suatu hal yang terjadi (victim blaming).
Mudah dekat dengan orang lain
Orang yang manipulatif biasanya akan mudah berbagi rahasia dan ketakutannya untuk membuat korban merasa istimewa sehingga juga akan mengungkapkan rahasia kepada pelaku. Rahasia ini kemudian bisa dijadikan senjata oleh pelaku untuk melawan atau memanfaatkan korban suatu saat nanti.
Guilt tripping
Pelaku membuat korban merasa bersalah karena tidak melakukan apa yang diinginkannya. Biasanya, manipulator sering kali mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memancing korban membagikan pemikiran atau kekhawatirannya terlebih dulu. Setelah itu, pelaku akan merespons dengan cara yang kurang baik dan memancing perselisihan.
Strategi ini memungkinkan manipulator untuk mengontrol dan mempengaruhi keputusan korban karena merasa bersalah (guilt trip) telah mengungkapkan pemikiran yang menyebabkan perselisihan tersebut.
Agresi pasif
Pelaku secara tidak langsung akan mengungkapkan pikiran atau perasaan negatifnya untuk menemukan solusi. Contohnya, mereka akan menggunakan humor yang sarkastik, mendiamkan korban (silent treatment), atau menolak diajak berdiskusi yang sehat untuk mengatasi konflik.
Memicu rasa takut
Pelaku menggunakan rasa takut sebagai alat memanipulasi korban agar mengikutinya. Jika mengetahui titik lemah korban, pelaku dapat menggunakannya untuk melakukan tindakan yang dimaksudkan untuk membuat korban merasa rentan dan kesal.