Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Ia tidak takut

Di desa karangkumpul, semarang selatan, terdapat pasir yang bermutu tinggi. tapi untuk memperolehnya para penggali terpaksa membabat bukit cadas dan korbanpun banyak berjatuhan ditimpa gumpalan batu.

25 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU di Palimanan penduduk menggasak bukit kapur, di Semarang Selatan di Desa Karangkumpul, penduduk membetot bukit-bukit cadas Penggempuran itu membuahkan pasir gunung yang mutu rekatnya dinyatakan lebih tinggi sehingga pasarannya mengalahkan pasir sungai. Tetapi akibat pembabatan bukit cadas itu, seringkali terjadi resiko yang sama seperti yang dihadapi para penggali batu kapur. Bukit-bukit ambrol dan membunuh seketika rakyat yang mencari sesuap nasi itu. Seperti halnya di Palimanan, sudah berpuluh-puluh korban terkubur hidup-hidup dalam gumpalan batu cadas Semarang Selatan ini. Termasuk sebuah truk yang jadi gepeng di bukit Simongan tahun lalu. Untuk itu larangan keras sudah diumumkan untuk mengingatkan rakyat agar berhenti mengganggu kedamaian bukit cadas karunia alam itu. Rupanya kehendak untuk mencari sesuap nasi bukan tidak dimaklumi, tetapi keselamatan nyawa lebih dinomorsatukan. Tetapi meskipun ada larangan dan ancaman maut, toh para pemburu pasir cadas tak jerajera menggempur bukit. Yang menarik adalah usaha menaklukkan bukit cadas itu secara tidak langsung memang menguntungkan pemerintah setempat. Kenapa? Sebab sebagai bukit, cadas itu mungkin hanya berharga sebagai sawangan alias pemandangan, tetapi kemudian sebagai dataran yang datar ia berubah menjadi tanah kapling yang oleh kota manapun sangat berharga sebagai kompleks perumahan. Secara tidak langsung, pihak Pemda Kodya Semarang sebenarnya boleh berterimakasih atas usaha sukarela perataan bukit tersebut. Jadi halau toh pada suatu tempat ada papan bertuliskan larangan mengambil pasir, kadangkala maknanya hanya sebagai pernyataan saja bahwa pemerintah tidak menginginkan ada korban tertimbun reruntuhan bukit cadas lagi. Bukan larangan mengambil pasir. "Kami perlu makan," kata seorang penggasak bukit cadas asal Purwodadi Grobogan kepada Metese Mulyono dari TEMPO. "Mengambil pasir di bukit cadas itu tidak merusak kepentingan umum, malah meratakan," katanya lebih lanjut. Ia sudah satu tahun mengenal batu cadas itu bersama anak isterinya. Sebagaimana halnya penggali batu kapur, masa depannya terbatas pada jumlah batu cadas yang ada. Manakala nanti batu cadas itu sudah merata, ia harus angkat kaki. Tidak ada jaminan apa-apa. Risikonya pun maut. Tetapi ia tidak takut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus