Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Centers for Disease Control and Prevention (CDC) sudah mengumumkan keamanan vaksin bagi ibu hamil dan menyusui. Menurut data yang telah terkumpul, manfaat vaksin COVID-19 jauh lebih banyak ketimbang potensi risiko yang dapat terjadi. Sejauh ini, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 menimbulkan masalah kesuburan baik bagi pria maupun wanita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari akun Instagram milik dr. Adam Prabata, penelitian terbaru menunjukkan antibodi karena vaksin COVID-19 jenis Pfizer dan Moderna yang terdeteksi pada air susu ibu (ASI). Kadar antibodi pada ASI ibu menyusui terdeteksi setelah 7 hari penyuntikan dosis pertama dan semakin meningkat pada 2-6 minggu setelahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain pada ASI, antibodi juga terdeteksi pada darah tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin yang dikandungnya. Darah tali pusat milik ibu hamil yang telah divaksinasi dapat dideteksi kadar antibodinya setelah 16 hari suntikan dosis pertama.
Kemungkinan transfer antibodi vaksin COVID-19 dari ibu ke bayi sebanyak 44 persen pada dosis pertama dan 99% pada dosis kedua.
Meskipun transfer antibodi sudah dapat dipastikan terjadi, belum diketahui pasti apakah antibodi tersebut dapat melindungi bayi dari COVID-19. Belum ada penelitian yang menunjukkan efektivitas perlindungan antibodi melalui darah tali pusar dan ASI pada bayi. Namun, keberadaan antibodi diduga dapat membantu melindungi bayi dari virus.
Meskipun penelitian sejauh ini baru mencakup vaksin dengan jenis tertentu, peneliti menduga antibodi serupa akan tetap terdeteksi pada ibu hamil dan menyusui yang sudah divaksinasi.
Selain vaksin COVID-19 aman bagi ibu hamil dan menyusui, antibodi yang terbentuk dalam tubuh ibu dapat tersalurkan melalui ASI maupun darah tali pusar yang berpotensi membantu melindungi bayi.
DINA OKTAFERIA