Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merokok Pangkal Pikun
Daftar risiko perokok makin panjang. Menurut penelitian dari Pusat Kesehatan Erasmus Rotterdam, Belanda, 50 persen perokok lebih mudah terkena penyakit Alzheimer atau pikun (dementia) dibanding yang tidak merokok dan mantan perokok. Para peneliti yang melansir hasil kerja mereka di jurnal Neurology edisi 4 September telah menganalisis data 7.000 orang usia di atas 55 tahun selama tujuh tahun.
”Merokok meningkatkan risiko penyakit-penyakit di pembuluh darah otak, yang juga terkait dengan kepikunan,” kata Dr Monique Breteler, salah satu peneliti. Selain itu, merokok juga memicu stres oksidatif, yaitu keadaan terlalu banyak limbah kimiawi di dalam tubuh. Stres oksidatif mengakibatkan kerusakan pada sel pembuluh darah dan pengerasan arteri. ”Peningkatan stres oksidatif juga tampak pada penderita Alzheimer,” kata Breteler, seperti dikutip di situs Washington Post, Selasa pekan lalu.
Riset juga meneliti perihal dampak merokok terhadap perokok yang sudah memiliki bibit genetis Alzheimer. Mereka menemukan bahwa merokok lebih meningkatkan risiko Alzheimer bagi orang-orang yang sudah memiliki gen pemicu penyakit tersebut.
Bintang Rock and Roll Mati Muda
Ini sekadar tambahan pe ngetahuan untuk menjawab pertanyaan mengapa bintang rock’n roll mati muda. Beberapa contohnya: Elvis Presley mati di usia 42 tahun; Jim Morrison dari the Doors, 27 tahun; Kurt Cobain dari Nirvana, 27 tahun; Tupac Shakur penyanyi rap, 25 tahun.
Universitas John Moores di Liverpool, Inggris, punya jawabannya. Mereka mene liti 100 bintang yang mening gal antara 1956 dan 2005. Satu dari empat kematian di usia muda para bintang itu adalah akibat narkotik dan alkohol. Temuan ini dimuat di jurnal Epidemiology and Community Health edisi bulan ini. ”Yang menjadi perhatian kami adalah mencegah para bintang itu supaya tak berperilaku merusak kesehatan,” kata ketua tim peneliti, Profesor Mark Bellis, seperti dikutip situs BBC, Senin pekan lalu.
Sedangkan pemicu perilaku yang merusak kesehatan adalah masa-masa awal para bintang menjadi terkenal: dari tidak memiliki apa-apa tiba-tiba menjadi mudah mendapatkan apa pun. ”Tidak ada mekanisme kontrol sama sekali,” kata Paul Stokes, editor majalah musik NME. Menurut peneliti, fenomena ini harus menjadi perhatian lembaga kesehatan publik dan para pekerja dunia hiburan.
Hati-hati dengan Popcorn Rasa Mentega
Kenikmatan menonton film sembari mengunyah berondong jagung sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Namun Anda tampaknya harus berhati-hati dengan jenis popcorn rasa mentega yang dimasak dengan microwave. Ada kecurigaan di Amerika Serikat, kebiasaan mengudap jagung renyah tersebut bisa mengakibatkan gangguan paru.
Hal ini memang belum dibuktikan penelitian ilmiah. Namun ada kasus gangguan pernapasan seorang laki-laki Colorado, yang diduga kuat disebabkan oleh popcorn rasa mentega yang dimasak microwave. Dan ini telah menjadi perhatian besar para dokter dan produsen makanan di Amerika. Bahkan, kemungkinan besar, isu ini akan sampai ke sidang parlemen di Capitol Hill.
Kunci kehebohan adalah penggunaan diacetyl, zat kimia yang berfungsi memberikan rasa mentega pada jagung. Bila terbiasa makan popcorn yang dimasak microwave, otomatis aroma gurih mentega yang dihasilkan diacetyl terhirup—atau sengaja dihirup karena ha rumnya—lalu masuk ke saluran pernapasan. Inilah yang lambat-laun mengakibatkan gangguan paru.
Para pengusaha produk popcorn di sana yakin, kan dungan diacetyl yang mereka gunakan masih dalam tahap aman. Namun mereka juga mulai bertindak hati-hati. ”Kami sangat tertarik mempelajari lebih lanjut tentang masalah ini. Walaupun kami yakin, produk kami tetap aman buat konsumen,” kata Stephanie Childs, juru bicara ConAgra Foods, seperti dikutip The New York Times, Rabu pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo