Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Ini Makanan Tradisional Indonesia yang Terancam Punah

Menjamurnya restoran dengan suguhan kuliner asing turut dinilai mengancam eksistensi makanan khas Nusantara.

27 Maret 2018 | 11.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pedagang makanan tradisional di pasar tradisional Tegowanuh, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, tengah melayani pembeli. Foto: Antara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Surabaya – Menjamurnya restoran dengan suguhan kuliner asing turut dinilai mengancam eksistensi makanan khas Nusantara. Terlebih lagi, gaya hidup serba cepat dituding makin menggeser popularitas makanan tradisional. Ini mengundang keprihatinan para ahli masak (chef) Indonesia, lantaran makanan asli Indonesia bisa terancam punah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Banyak yang mulai punah. Kami sedang mengumpulkan data-data,” ujar Ketua Perkumpulan Chef Profesional Indonesia (PCPI) Bambang Nurianto dalam jumpa pers di Hotel MaxOne Surabaya, Senin, 26 Maret 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bambang mengatakan banyaknya restoran atau kafe yang mengusung makanan barat atau western membuat berbagai adopsi menu. “Untuk adopsi memang memperlihatkan adanya sisi kreativitas, tapi untuk makanan Indonesia sendiri perlu kita lestarikan.”

Dia mencontohkan beberapa makanan tradisional yang terancam punah, salah satunya ialah pecel semanggi. Panganan khas kota Surabaya itu dinilai kurang populer dikonsumsi. Penyebabnya, kata dia, bukan karena bahan daun semanggi yang susah dicari. Namun karena orang yang mengkonsumsi makin sedikit. “Hampir nggak ada (yang mengkonsumsi semanggi). Generasi muda kita nggak ngerti,” ucapnya.

Selain semanggi Suroboyo, kue wajik juga disebut terancam punah. Kue yang berbentuk jajar genjang itu merupakan salah satu ragam kuliner dari beras ketan yang dikukus dan dimasak dengan campuran santan dan gula jawa. “Itu khas kerajaan Majapahit, teman raja sembari minum teh. Terlihat jarang dimakan generasi sekarang,” tuturnya.

Untuk itu, pihaknya kini tengah menelusuri sejarah kekayaan kuliner Indonesia bersama Kajian Kuliner Indonesia dan Kementerian Pariwisata. Kuncinya, kata dia, adalah mengajak masyarakat kembali mencicipi makanan tradisional melalui festival kuliner yang kekinian.

Secara intensif, perkumpulan chef tersebut menyelenggarakan pelatihan dan festival kuliner daerah masing-masing. Tercatat, ada 15 kerajaan nusantara yang memiliki kekayaan makanan tradisional khas. “Jadi kalau di Jawa Barat ada Sundanese Food Festival, di Jawa Timur ada Majapahit Food Festival, sampai Aceh Food Festival. Termasuk kemarin di Kalimantan, tepatnya di Balikpapan dan Samarinda. Kita buat makanan tradisional ini tidak kalah populer dengan makanan western,” ujarnya.

Menggugah kembali minat konsumsi makanan tradisional, pada 4-6 Mei nanti PCPI menggelar Indonesian Chef Expo 2018 di Surabaya. Mengusung tema “Innovation Global Tradition”, sekitar 250 chef dari seluruh Indonesia bakal bertemu untuk mengangkat kembali kuliner asli nusantara agar tak punah. “Ini gagasan awal kami untuk angkat kuliner Indonesia lebih baik, agar makanan yang mulai punah bisa terangkat kembali,” kata Bambang.

ARTIKA RACHMI FARMITA

Rezki Alvionitasari

Rezki Alvionitasari

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus