Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jumlah penderita insomnia meningkat selama pandemi.
Gangguan tidur membuat daya tahan tubuh anjlok.
Perlu strategi agar bisa tidur nyenyak kembali.
URUSAN tidur bukanlah hal yang menyenangkan bagi Tri Wahyudi, 39 tahun. Sejak Februari lalu, ia baru bisa terlelap setelah azan subuh berkumandang. Beberapa saat kemudian, tubuhnya sudah kembali terjaga. “Sehari tidur paling lama satu setengah jam,” katanya, Selasa, 22 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tri menduga insomnia menghampirinya lantaran ia jenuh dengan situasi pandemi Covid-19. Namun tak ada yang tahu kapan kondisi ini akan berakhir. Tri telah menjajal berbagai macam cara agar bisa kembali tidur pukul 24.00 seperti dulu. Ketika hari akan berganti, ia mematikan lampu, menyetel musik yang menenangkan, bahkan sampai menyalakan dupa. Namun tetap saja kantuk tak kunjung tiba. “Mau kerja, otak sudah tak bisa diajak mikir, mau tidur tidak bisa. Benar-benar menyiksa,” ujar pria yang tinggal di Yogyakarta itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah penderita insomnia meningkat sejak pandemi menyerang. Data di Inggris mencatat satu dari enam orang mengalami insomnia sebelum pandemi. Dalam kesimpulan studi yang dilakukan para peneliti dari University of Southampton, Inggris, pada Agustus 2020, angkanya meningkat menjadi satu dari empat orang. Di Italia dan Yunani, dua dari lima orang menderita insomnia. Sedangkan di Amerika Serikat terjadi peningkatan dari satu dari tiga orang (30-35 persen) menjadi satu dari dua orang (50 persen).
Penyebab dan Cara Mengatasi Insomnia
KURANG tidur akan membuat tubuh menjadi lemas dan mudah terserang penyakit. Produktivitas kerja pun menurun. Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab susah tidur, di antaranya:
1. Cemas
Cemas akibat pandemi membuat orang jadi susah terlelap. Terlebih mereka yang terserang Covid-19. Dokter Nushrotul Lailiyya menyarankan kita menerima situasi pandemi karena kondisi ini tidak bisa dihindari. Cari kegiatan baru untuk mengurangi perasaan jenuh, seperti memasak, menanam bunga, atau menjajal olahraga baru.
2. Perubahan aktivitas
Bekerja dan sekolah dari rumah menyebabkan tubuh kehilangan irama sirkadian. Terlebih jika sepanjang hari kita beraktivitas di ruangan yang sama, dengan pencahayaan yang tak berubah, dan baju yang sama. Dokter Andreas Prasadja menganjurkan kita mengembalikan irama sirkadian tubuh, misalnya dengan membedakan tempat bekerja dan beristirahat. Juga menjadwalkan aktivitas seperti sebelum pandemi, seperti waktu bangun, bergerak, dan makan. Berjalan ringan bisa dilakukan untuk menggantikan aktivitas berangkat ke kantor.
3. Penggunaan gawai
Gawai menunjang aktivitas kerja, sekolah, dan hiburan. Tapi cahaya yang dihasilkan alat tersebut membuat produksi hormon melatonin yang membantu kita tertidur menyusut. Akibatnya, kita jadi susah terlelap. Karena itu, batasi penggunaan gawai. Menurut dokter Lailiyya, singkirkan gawai paling tidak satu jam sebelum tidur.
4. Menargetkan waktu tidur
Sebagian orang cenderung gelisah ketika sudah saatnya tidur, tapi kantuk tak kunjung datang. Makin berupaya terlelap, mata malah jadi makin melek. Jangan menargetkan tubuh harus segera tertidur. Biarkan badan rileks. Misalnya, kata Lailiyya, dengan membaca bacaan yang lucu atau meminum susu hangat.
Adapun di Indonesia, dokter spesialis saraf yang berfokus pada gangguan tidur, Rimawati Tedjakusuma, meneliti dampak pandemi terhadap masalah tidur dengan menyebarkan kuesioner. Ada 1.300 responden kuesioner yang menggunakan indeks keparahan insomnia tersebut. “Hasilnya, tiga dari sepuluh orang menderita insomnia dan satu dari lima orang tidak puas dengan tidur mereka,” tutur dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, itu.
Para ahli menyebut gangguan tidur yang terjadi di tengah pandemi ini sebagai coronasomnia. Ada pula yang menamainya Covid-somnia. Menurut dokter Andreas Prasadja, keluhannya sama: susah memulai tidur, kalaupun bisa tidur jadi gampang terbangun, atau jadi sulit mempertahankan tidur. “Indikatornya, sewaktu bangun berasa enggak segar, masih ngantuk,” ujar dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kemayoran, Jakarta Pusat, itu.
Selain mengakibatkan performa kerja atau belajar menurun, insomnia membuat nafsu makan naik. Menurut dokter spesialis saraf yang berfokus pada masalah gangguan tidur, Nushrotul Lailiyya, lama-kelamaan tubuh bisa mengalami kegemukan sehingga memunculkan banyak penyakit lain, seperti diabetes. Imun dan suasana hati alias mood pun jadi anjlok kalau tidur tidak beres.
Selain itu, Lailiyya menambahkan, kurang tidur terus-menerus akan mengakibatkan tubuh mengalami kelelahan. Lama-kelamaan organ-organ tubuh lelah dan terganggu. “Bisa menyebabkan gangguan aritmia pada jantung, hipertensi, stroke,” ucap Lailiyya, yang berpraktik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung.
NUR ALFIYAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo