Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Jangan Kawin Terlalu Muda

Pidato Prof.Dr. Haji Mohammad Jusuf Hanafiah, 45, dalam pengukuhannya sebagai guru besar fak. Kedokteran Univ. Sumatera Utara, membicarakan penyakit kanker kandungan yang banyak terjadi di Indonesia. (ksh)

7 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROF Dr Haji Mohammad Jusuf Hanafiah, 45 tahun, dikukuhkan sebagai Pembina Utama atau Guru Besar dalam bidang Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara di Medan, 19 September yang lalu. Dalam sejarah USU, belum pernah ada pengangkatan guru besar dengan sebuah pidato. Karena itulah Rektor USU, Dr Adi Putra Parlindungan SH menyebutkan pidato Jusuf Hanafiah, "sebagai awal dari tradisi yang akan dihidupkan di Universitas Sumatera Utara." Sebelum diangkat jadi guru besar Jusuf adalah Kepala Bidang Obstetri dan Ginekologi di FKUSU/RSUPP Medan. Pernah 2 kali menjadi dekan di fakultas tersebut. Ahli kebidanan dan penyakit kandungan alumnus pertama FK USU itu meneruskan pelajarannya di Illinois (1965), University of Texas 1966) dan The John Hopkins University, Baltimore. Ia mendapat sertifikat dari Margaret Sangers Research Bureue New York. Dalam pidato yang panjangnya 34 halaman buku (dicetak) ia membicarakan penyakit kanker kandungan yang banyak terjadi di Indonesia, masalah infertilitas atau ketidaksuburan dan soal pendidikan seks. Menurut Jusuf, "usaha pencegahan kanker alat kandungan sukar dilakukan karena penyebabnya yang pasti belum diketahui." Ada 2 jenis kanker alat kandungan. Kanker pada leher rahim dan trophoblast. Dan jenis terakhir ini, katanya, perlu mendapat perhatian utama di Indonesia. "Karena jenis inilah yang banyak dijumpai." Angka Kematian Ia juga memperkirakan para penderita kanker leher rahim angkanya bakal meningkat tinggi, dengan bertambah tingginya usia wanita-wanita Indonesia di tahun-tahun mendatang." Dan, "lebih dari 75% penderita kanker leher rahim di Indonesia datang dari tingkat klinik lanjut," kata Jusuf. Hal itu bisa terjadi justru "disebabkan ketidak-tahuan." Apa lagi pada tingkat permulaan penyakit kejam ini tidak pula memperlihatkan wajahnya dalam gejala merisaukan, seperti keluarnya keputihan atau adanya pendarahan setitik setelah coitus. "Karena itu tidaklah mengherankan kalau angka kematian oleh kanker tersebut tinggi di Indonesia," ulasnya. Dan angka itu membengkak, justru tak dapat diatasi mengingat kurangnya tenaga ahli. Juga sarana dan biaya. Jusuf bukan tak punya jalan keluar. "Faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan kanker leher rahim perlu segera ditanggulangi," ucapnya. Kawin terlalu muda, banyak anak, banyak kawin dan keadaan sosial ekonomi yang rendah serta tygiene yang buruk jadi faktor penyebab kanker leher rahim. Begitu menurut Hanafiah. Ia menganjurkan orang-orang tua agar tidak mengawinkan anak perempuan mereka dalam usia muda. Yang sudah berumah tangga, praktekkan KB atau jangan suka kawin cerai. Tingkatkan taraf hidup dan jaga kesehatan. Bagi wanita muda yang cepat kawin, menurut Jusuf, dia selain belum siap mental, juga belum siap fisik. Karenanya, kalau hamil mudah dirangkul komplikasi. "Dan kesempatan untuk bereproduksi menjadi lebih panjang sehingga menambah laju pertumbuhan penduduk," tambah Jusuf Hanafiah. Dengan mengemukakan alasan-alasan tadi dia juga tak lupa melontarkan saran agar UU Perkawinan yang disyahkan tahun 1974 dan membenarkan seorang wanita berusia 16 tahun kawin. "Perlu ditinjau kembali dan dinaikkan menjadi 18 tahun," katanya. Jika ada kanker rahim ditemukan dini, maka perlu ada pemeriksaan apusan Papanicolau secara teratur. Setahun sekali bagi wanita berusia 30 tahun, dan 6 bulan sekali bagi mereka yang berumur lebih dari itu. Tapi karena menyangkut tenaga ahli, sarana dan biaya, sehingga mass-screening masih sulit dikembangkan di sini. "Tapi sekurangkurangnya dapat dilakukan secara selective screening, " katanya pula. Terutama bagi wanita golongan beresiko tinggi (usia 30-50 tahun), yang mempunyai banyak anak dan berpenghasilan rendah. Pendidikan Seks Tapi bagaimana dengan penyakit trophoblast ganas? Kanker ini rupanya tak mau pilih tempat untuk berkembang, terutama di Asia. Di Indonesia penyakit ini ikut unjuk gigi. Dan biasanya wanita-wanita yang sedang dalam masa kehamilan mola-hydati dosa mudah diserangnya. Angka kematiannya juga tinggi. Tapi jika ada pemeriksaan secara teratur dan dokter dapat menegakkan diagnosa sedini-dininya, memberi pengobatan yang tepat dan cepat, adalah satu cara dalam mengatasinya. Jusuf juga meminta supaya program penemuan dini jangan sampai lupa dimasukkan dalam program bidang kesehatan dalam Repelita III. Berdasar penelitian, menurut Jusuf, 50 persen ketidaksuburan terletak di pihak suami. Padahal selama ini hanya pihak isteri yang disalahkan. "Banyak suami yang tidak bersedia diperiksa. Dia menyangka mampu mengadakan hubungan seksuil berarti dia tidak salah apa-apa," katanya. Sikap demikian hendaklah diubah jika ingin mendapat pengobatan. Untuk memeriksa kemandulan, memang banyak waktu dan biaya yang diperlukan. Karena banyak faktor penyebabnya. Terkadang si suami perlu menjalankan pembedahan, atau malahan si isteri juga. Di Indonesia, setelah dijumpai pil subur atau clomid dan kemajuan dalam bedah mikro, hasil pengobatan kemandulan baru mencapai sekitar 15 persen. Jusuf prihatin bahwa di antara 5 juta penduduk Indonesia kini sedang merindukan anak siang-malam. Karena itu, dia merasa tidak adil apabila kita terlalu sibuk dengan program KB. Program infertilitas perlu dimasukkan dalam program BKKBN. Selain itu diperlukan adanya undang-undang adopsi, kata Hanafiah yang juga menjabat Direktur Pusdiklat Sterilisasi Sukarela Sumatera. Menyinggung soal pendidikan seks, ia mengatakan agar bagian ini dimasukkan dalam llmu Kedokteran Pencegahan. Kalau pendidikan seks jadi perhatian Organisasi Kesehatan Sedunia, mengapa di Indonesia kita abaikan? "Salah asuhan dalam seks dapat menimbulkan disfungsi seksual di kemudian hari dan menyebabkan tidak bahagianya suatu keluarga," katanya. Tapi karena pelaksanaannya tidak mudah, Jusuf menganjurkan agar pendidikan seks dikaitkan dengan pendidikan kependudukan dan program keluarga berencana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus