DI Pekanbaru, ibukota Propinsi Riau adalah seorang dokter yang
begitu besar niatnya sebagai "pedagang" pelayanan kesehatan,
sampai-sampai ia berani membuka klinik seharga Rp 40 juta
Terletak di Jalan Sudirman klinik khusus untuk sakit paru-paru
gawat itu, nampak cukup penting, sebab gubernur datang kesitu
untuk meresmikannya.
Dr Thabrani Rab, ahli paru-paru yang berumur 37 ini, membangun
klinik tersebut nampaknya dengan tujuan ganda juga. Karena
klinik yang dibuka selama ' jam itu, di samping menerima
penlerita penyakit paru-paru, bertindak juga sebagai rumahsakit
darurat untuk penyakit gawat dan mendadak. Lantas penyakit
apa saja, sedapat mungkin dia tolong juga. Habis, untuk kota
sebesar Pekanbaru tampaknya belum memerlukan klinik untuk
pelayanan spesialis.
Tampan
Belum tiga bulan umurnya, klinik milik dokter kelahiran Bagan
Siapi-api tadi memang nampak maju. Seharinya 50 pasien meminta
pertolongan ke sana. Sebagai sarana usaha, klinik tadi tentu
tidak dikehendaki Thabrani menjadi sebagai badan sosial yang
ringan membantu dan gratis. Tapi nyatanya, dari statistik
terbacalah betapa besarnya pengunjung tak mampu yang menjadi
tamu. Mereka terdiri dari buruh kasar dan petani kecil. Apalah
yang bisa diharapkan dari pasien sekurus itu. Penghasilan mereka
sehari paling Rp 700. Sementara untuk biaya pengobatan penyakit
paru-paru yang mereka derita, sehari sedikitnya Rp 1.200.
Tapi nampaknya Thabrani Rab adarjuga bahwa pekerjaannya itu
takkan bertahan lama. Sebab di rumahsakit yang lebih besar dari
kliniknya di Pekanbaru itu, orang tak mau perduli pasien miskin
atau makmur, pokoknya bayar. Itulah makanya tumbuh niat pada
Thabrani untuk mendirikan semacam rumah sakit perawatan khusus
untuk orang miskin dan penderita paru-paru yang gawat.
Rumahsakit kaum miskin dan TBC an itu direncanakan memakan
biaya Rp 200 juta. Terletak agak jauh dari kota Pekanbaru, pada
sebuah desa bernama Tampan. Ah, usahamu ini seperti mau
menggantang asap, anak muda! "Memang orang bilang saya gila.
Guru saya juga bilang begitu. Tapi saya coba," jawabnya kepada
Koresponden TEMPO Rida K. Liamsi.
Ia tak kecewa dengan anggapan buruk orang lain. Rencana itu
sudah matang dalam benaknya. Tanah untuk rumahsakit tersebut
sudah dia beli Rp 2 juta. Dari kantongnya sendiri. Dan menurut
keyakinannya yang muda itu, rumahsakit akan rampung juga,
sekalipun biaya ditunjang dengan penghasilan kliniknya. Tambah
sumbangan dari para perawat yang merelakan sebagian dari gaji
mereka untuk Proyek Tampan itu.
Masyarakat Pekanbaru sendiri bagaimana reaksinya terhadap niat
"gila" dokter Bagan Siapi-api itu? "Partisipasi sih banyak,
meskipun masih bersifat air ludah," katanya berkelakar. Ia
kecewa benar, sebab dari 1000 lembar selebaran mengetuk hati
kaum dermawan, ternyata hanya Rp 10.250 yang terkumpul. Rp 5.000
dari kepala polisi dan masing-masing Rp 1.000 dari 5 penyumbang
yang lain. Yang Rp 250? Dari seorang penderita TBC yang sengaja
datang ke rumah dokter kesayangannya itu. "Ini Pak dokter untuk
anak cucu saya," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini