Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut kaitan kuat antara kasus demam berdarah dengan fenomena El Nino, yaitu peningkatan suhu permukaan laut yang mempengaruhi kekeringan panjang di Indonesia. Kasus demam berdarah cenderung meningkat sesaat setelah peningkatan indikator El Nino.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Begitu penjelasan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Direktorat Jenderal P2P, Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Pambudi. Imran menjelaskan siklus dua tahunan El Nino berkorelasi kuat dengan kasus demam berdarah karena curah hujan dan tren suhu juga tergantung pada indikator El Nino.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ketika berada di daerah panas, nyamuk menjadi semakin ganas. Selain itu, penularan demam berdarah juga dipengaruhi suhu, yaitu semakin tinggi suhu akan memperpendek hari siklus. Artinya, frekuensi nyamuk untuk mengisap lebih banyak dan meningkatkan kemampuan penularan," jelasnya.
Menurut Imran, kasus demam berdarah terbanyak terjadi pada Januari dan Februari dan beranjak naik pada musim hujan akhir tahun. Dalam lima tahun terakhir, Indonesia memiliki rata-rata kasus demam berdarah sebesar 121.000 per tahun dengan angka kematian mencapai 666.
Rentan menyeran anak 0-14 tahun
Mengacu data Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) per Januari, ada total 3.766.153 juta kasus demam berdarah dengue di dunia dan menyebabkan kematian hingga 3.582 kasus. Indonesia berada pada peringkat keempat dengan 94.355 kasus sementara kasus tertinggi terjadi di Brasil (2.182.229), Vietnam (325.604), Filipina (201.509), dan India (110.473). Brasil memiliki kematian tertinggi akibat demam darah sebanyak 929 kasus, disusul Indonesia 853, Filipina 656, Vietnam 112, dan terakhir India 86.
"Lima puluh persen kasus demam berdarah terjadi pada anak umur 0-14 tahun. Lima provinsi dengan sebaran tertinggi ada di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta," papar Imran.
Sejak kasus pertama demam berdarah muncul di Surabaya dan Jakarta, pemerintah telah melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan. Beberapa upaya tersebut di antaranya gerakan nasional larvasida, fogging fokus, kelambu dan 3M, serta pemberantasan sarang nyamuk.
Pemerintah juga melakukan revitalisasi kelompok kerja bersifat lintassektoral, piloting implementasi teknologi nyamuk ber-wolbachia, dan imunisasi. Selain itu, pemerintah juga terus menggalakkan Juru Pemantau Jentik (Jumantik) Sekolah, Jumantik Lingkungan, Saka Bakti Husada, dan melibatkan guru serta mahasiswa untuk berperan dalam pengendalian demam berdarah.
"Melalui gerakan Satu Rumah Satu Jumantik diharapkan ini semua dapat berjalan. Kami juga tetap melibatkan Saka Bakti Husada untuk anak-anak usia 15-18 tahun atau SLTA," tuturnya.