DI negara tetangga kita, Singapura, belakangan ini mulai
dipasarkan tauge tak berakar. Tauge jenis ini sengaja dibuat
produsen untuk menyenangkan ibu-ibu rumah tangga agar mereka
tidak repot dan membuang-buang waktu memotong akar. Tetapi
perhimpunan konsumen Singapura (Case) memperingatkan agar
berhati-hati, karena tauge jenis baru itu bisa menimbulkan
kanker.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan akhir September, Case
menyebutkan bahwa bahan kimia parachlorophenoxy acetic acid yang
digunakan untuk menghambat pertumbuhan akar tauge tadi mungkin
merupakan zat yang bisa menimbulkan kanker. Perhimpunan konsumen
Singapura itu mendesak Kementerian Lingkungan untuk melarang
penjualan tauge tak berakar sampai hasil penelitian menyebutkan
tidak berbahaya.
Tauge tak berakar tersebut sebenarnya merupakan hasil penelitian
para ahli yang bekerja di Departemen Produksi Primer, Singapura.
Mereka berhasil menghentikan pertumbuhan akar tauge setelah
menyiramkan cairan kimia parachlorophenoxy acetic acid yang
dicampur dengan zat kimia lain ke dalam persemaian tauge. Ramuan
kimia itu dirahasiakan secara ketat.
Tauge tak berakar yang masih dalam tingkat percobaan itu
kemudian dipamerkan sebagai kebanggaan dalam sebuah pameran
hortikultura bulan September tahun 1980. Pameran tersebut
mendapat banyak kunjungan dan tauge tak berakar itu menjadi
bahan pembicaraan yang ramai di kalangan penduduk.
Tetapi tak sampai setahun kemudian, rahasia ramuan kimia yang
dijaga ketat oleh Departemen Produksi Primer rupanya bocor juga.
Sebab tauge tak berakar sudah bermunculan di berbagai pasar dan
supermarket. "Tidak diketahui apakah beberapa petani telah
berhasil menemukan rumusan kimianya melalui percobaan yang
mereka lakukan sendiri. Lantas melempar produk mereka ke pasar,"
kata seorang juru bicara dari Departemen Produksi Primer.
Departemen Produksi Primer Singapura itu masih melakukan
penelitian lanjutan mengenai tauge tadi. Sedangkan yang
diperjual-belikan di pasar tidak berasal dari lembaga tersebut.
Hasil penemuan ahli-ahli dari Singapura itu telah dikirimkan ke
laboratorium badan kesehatan dunia (WHO) di Jenewa. Sedang
ditunggu jawaban dari WHO mengenai tingkat toleransi manusia
terhadap zat-zat kimia yang digunakan dalam pembuatan tauge tak
berakar itu.
Kementerian Lingkungan telah melakukan pengumpulan contoh-contoh
tauge tak berakar yang dijual di pasar untuk kemudian diteliti.
Pengumpulan contoh bahan-bahan makanan sebenarnya pekerjaan
rutin buat kementerian tersebut untuk mengetahui apakah aman
buat konsumen atau tidak. Tentang hasil penelitian terhadap
tauge tak berakar seorangjuru bicaraKementerian Lingkungan
berkata "Kami sedang melaksanakannya. Hasilnya segera
diketahui."
Orang yang paling mencemaskan masalah tauge Singapura ini adalah
kepala Perhimpunan Konsumen Singapura, Ivan Baptist. Dia
mempertanyakan apakah bahan penghambat pertumbuhan akar tauge
yang dipergunakan sekarang ini betul-betul aman? Dia menganggap
denan pencucian yang seksama bahaya yang terdapat dalam tauge
itu bisa dihindarkan. Tapi bagaimanapun menurut dia satu
penelitian yang kompeten harus dilaksanakan dulu sebelum bahan
makanan itu dimanfaatkan. "Keuntungan karena berkurangnya tenaga
dan waktu untuk memotong akar tauge tak berarti kalau
dibandingkan dengan bahaya yang mungkin ditimbulkan zatat kimia
yang terdapat di dalam tauge tak berakar," katanya.
Case yang dipimpin Ivan Baptist telah mengirimkan surat ke
International Organisation of Consumcr Union (organisasi lembaga
konsumen internasional) untuk memperoleh keterangan lebih lanjut
mengenai zat-zat kimia penghambat pertumbuhan akar.
Di Indonesia, sepanjang yang diketahui belum pernah terdengar
mengenai tauge tak berakar dengan mempergunakan pengaruh zat
kimia. Secara terpencar memang ada pedagang yang menjual tauge
tak berakar. Tapi prosesnya tidak menggunakan zat kimia. Tauge
macam ini biasanya diperjual-belikan sebelum akarnya tumbuh.
Ayam Potong
Ahli-ahli farmakologi di Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta,
belum pernah mempelajari zat kimia utama yang dipergunakan dalam
menyetop pertumbuhan akar tauge di Singapura tersebut. "Jalan
pikirannya adalah begini: Kalau dia menghambat pertumbuhan akar,
maka dikhawatirkan kalau termakan zat itu akan mengganggu
pertumbuhan manusia," ulas Dr. Waluyo Suryodibroto 40 tahun,
dari Bagian Gizi FKUI.
Zat kimia yang bisa menghambat atau mempercepat pertumbuhan
memang sering dipergunakan untuk barang konsumsi. Menurut
Waluyo, di Amerika Serikat para peternak ayam potong pernah
menggunakan hormon estrogen dalam bentuk pelet untuk memacu
pertumbuhan ayam potong. Pelet itu diselipkan ke leher ayam
persis seperti susuk. Pelet hormon estrogen itu kemudian
dilarang dipergunakan karena ternyata bisa membuat buah dada
laki-laki menjadi besar.
Yang menarik adalah bagaimana pengaruh jelek hormon estrogen
(hormon wanita) itu dipergoki. Ceritanya, seorang tukang masak
keturunan Cina datang ke dokter. Dia mengeluh karena buah
dadanya membesar terus. Selidik punya selidik ternyata dia
sangat gemar membawa pulang dan menyantap leher dan kepala ayam.
Di AS leher dan kepala ayam tidak dimakan. Begitu juga isi perut
hewan potong. Karena terlalu lama dipengaruhi hormon estrogen
yang disisipkan di leher ayam itu maka buah dadanya membesar
seperti wanita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini