TARIK tambang berlangsung dalam bisnis obat. Akibatnya, nasib
rakyat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Riau
cenderung runyam tahun ini.
Pengusaha swasta yang memenangkan tender penyediaan obat
esensial dalam paket Inpres pada pertengahan tahun 1978 kini,
dengan adanya Kenop 15, mengajukan kalkulasi baru. Tak mau
mereka melaksanakan hasil tender itu.
Tapi pemerintah tak mau mengalah. Pertengahan Desember, Menteri
Kesehatan Suwardjono Surjaningrat mengeluarkan instruksi supaya
tidak meladeni permintaan kalkulasi baru. Menkes menunjuk PT
Kimia Farma milik pemerintah untuk mengisi kekosongan.
"Obat-obatan yang harus saya penuhi antara lain Trisulfa dan
Chloramphenicol. Lowongan yang ditinggalkan itu meliputi
obat-obatan seharga Rp 300 juta," kata Direktur Utama Kimia
Farma, drs Soekarjo.
Perusahaan pemerintah sendiri diandalkan dalam penyediaan obat
esensial. Kalau ini terlaksana, berarti Kimia Farma, akan
mendapat rezeki cukup besar. Sudah ditetapkan pemerintah akan
memberi dana Rp 75 per kapita/tahun untuk obat yang termasuk
paket Inpres. Kalau dijumlahkan bisnis ini bisa sebesar Rp 10
milyar. "Dengan bantuan berbagai pabrik obat milik pemerintah,
termasuk Pabrik Manggarai, Pabrik Farmasi Angkatan Laut, Kimia
Parma akan mampu," sambung Soekarjo.
Ketika paket Inpres itu dulu dilaksanakan dengan tender, mutu
obat diabaikan karena ada kecenderungan untuk menawarkan
semurah-murahnya. Kalau Kimia Farma diberikan monopoli, soal
mutu ini belum diketahui bagaimana. "Tapi soal yang berat adalah
transportasi," urai sang Dirut. Ia tidak begitu optimis hal ini
bisa diatasi sendiri.
Monopoli itu bisa diterima kalangan farmasi. "Kami akan gembira
kalau obat-obatan Inpres disediakan oleh perusahaan pemerintah.
Dengan begitu harga ditekan lebih rendah," kata drs E. Looho,
tokoh Gabungan Perusahaan Farmasi.
Kimia Farma sekarang ini menduduki tempat ke-7 dalam omzet
penjualan yang berjumlah Rp 12.104 juta per bulan. Dari jumlah
itu 15% masuk ke kantong Kimia Farma.
Menyediakan obat murah dengan bahan baku 0% impor dengan
kenaikan harga yang diakibatkan Kenop 15, bukanlah pekerjaan
mudah. Namun "kami siap untuk melaksanakannya," kata Soekarjo.
Dia sudah akan menekan harga dengan menyederhanakan kemasan obat
dan meniadakan reklame.
Juga untuk menekan harga, Menkes pekan lalu melantik Tim
Penampung dan Penilai Kalkulasi Biaya Produksi Obat. Selama dua
bulan tim ini diminta menyelesaikan penelitiannya dari seluruh
Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini