Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kimia Farma Siap Dengan Monopoli

PT. Kimia Farma ditunjuk oleh menkes untuk mengisi kekosongan penyediaan obat dalam paket inpres 78, karena pengusaha swasta yang memenangkan tender mengajukan kalkulasi baru yang tidak disetujui pemerintah. (ksh)

13 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TARIK tambang berlangsung dalam bisnis obat. Akibatnya, nasib rakyat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Riau cenderung runyam tahun ini. Pengusaha swasta yang memenangkan tender penyediaan obat esensial dalam paket Inpres pada pertengahan tahun 1978 kini, dengan adanya Kenop 15, mengajukan kalkulasi baru. Tak mau mereka melaksanakan hasil tender itu. Tapi pemerintah tak mau mengalah. Pertengahan Desember, Menteri Kesehatan Suwardjono Surjaningrat mengeluarkan instruksi supaya tidak meladeni permintaan kalkulasi baru. Menkes menunjuk PT Kimia Farma milik pemerintah untuk mengisi kekosongan. "Obat-obatan yang harus saya penuhi antara lain Trisulfa dan Chloramphenicol. Lowongan yang ditinggalkan itu meliputi obat-obatan seharga Rp 300 juta," kata Direktur Utama Kimia Farma, drs Soekarjo. Perusahaan pemerintah sendiri diandalkan dalam penyediaan obat esensial. Kalau ini terlaksana, berarti Kimia Farma, akan mendapat rezeki cukup besar. Sudah ditetapkan pemerintah akan memberi dana Rp 75 per kapita/tahun untuk obat yang termasuk paket Inpres. Kalau dijumlahkan bisnis ini bisa sebesar Rp 10 milyar. "Dengan bantuan berbagai pabrik obat milik pemerintah, termasuk Pabrik Manggarai, Pabrik Farmasi Angkatan Laut, Kimia Parma akan mampu," sambung Soekarjo. Ketika paket Inpres itu dulu dilaksanakan dengan tender, mutu obat diabaikan karena ada kecenderungan untuk menawarkan semurah-murahnya. Kalau Kimia Farma diberikan monopoli, soal mutu ini belum diketahui bagaimana. "Tapi soal yang berat adalah transportasi," urai sang Dirut. Ia tidak begitu optimis hal ini bisa diatasi sendiri. Monopoli itu bisa diterima kalangan farmasi. "Kami akan gembira kalau obat-obatan Inpres disediakan oleh perusahaan pemerintah. Dengan begitu harga ditekan lebih rendah," kata drs E. Looho, tokoh Gabungan Perusahaan Farmasi. Kimia Farma sekarang ini menduduki tempat ke-7 dalam omzet penjualan yang berjumlah Rp 12.104 juta per bulan. Dari jumlah itu 15% masuk ke kantong Kimia Farma. Menyediakan obat murah dengan bahan baku 0% impor dengan kenaikan harga yang diakibatkan Kenop 15, bukanlah pekerjaan mudah. Namun "kami siap untuk melaksanakannya," kata Soekarjo. Dia sudah akan menekan harga dengan menyederhanakan kemasan obat dan meniadakan reklame. Juga untuk menekan harga, Menkes pekan lalu melantik Tim Penampung dan Penilai Kalkulasi Biaya Produksi Obat. Selama dua bulan tim ini diminta menyelesaikan penelitiannya dari seluruh Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus