SEORANG pejabat bagian perencanaan Kanwil Departemen P&K
Sumatera Utara merasa bingung setelah mendengar diajarkannya
kembali aksara Batak di SD dan SLP di Kabupaten Tapanuli Utara.
Menurut berita Kompas yang bersumber dari Bupati MSM Sinaga itu,
pelajaran aksara Batak sudah dimulai sejak awal tahun pelajaran
1978/1979. Katanya, tidak ada kesulitan yang berarti ketika
kurikulum itu diterapkan. Guru dan buku pelajaran cukup. Murid
juga mampu membeli buku pelajaran yang harganya sengaja ditekan
rendah.
Tapi Kanwil P&K propinsi itu nampaknya tidak tahu tentang
pengajaran aksara Batak tersebut di sekolah-sekolah Tapanuli
Utara. "Kalau mata pelajaran itu benar diberikan sebagai suatu
bidang studi di SD dan SLP, jelas bertentangan dengan kurikulum
yang sudah ditetapkan Departemen P&K," kata A. Azis Parady,
Kakanwil P&K Sumatara Utara. Sepanjang yang diketahuinya, Kanwil
P&K Sum-Ut belum memiliki guru-guru khusus yang dilatih untuk
mengajarkan aksara Batak. "Saya sendiri belum pernah menerima
aporan itu dari kabupaten tersebut," kta Azis lagi.
Namun Azis mengakui yang sudah dilaksanakan di Tapanuli Utara
itu adalah penggunaan Bahasa Batak sebagai bahasa pengantar di
sekolah. Itupun hanya boleh sampai kelas III SD. Seterusnya
harus menggunakan pengantar bahasa Indonesia. Dan bila aksara
Batak itu memang mau diajarkan juga di sekolah, harus seizin
Departemen P&K. Kecuali bila pengajaran aksara itu tidak
merupakan ketentuan kurikulum, tapi hanya sebagai kegiatan
keterampilan murid yang menyangkut kegiatan kesenian misalnya.
Boasa ndang, tanya orang Batak (Kenapa tidak?).
Setelah Menghilang
Bagi Prof. Dr. Amran Halim, Ketua Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemsn P&K, pengajaran aksara Batak di
tingkat SD dianggap akan mengganggu pelajaran huruf latin anak
yang bersangkutan. "Sebaiknya digunakan huruf latin saja pada
tingkat awal," katanya. Sebab bagi anak-anak tingkat SD
kebutuhan bahasa daerah hanya untuk keperluan komunikasi saja.
Mereka tidak akan memperoleh penerapan aksara Batak itu di luar
sekolah, Karena papan nama toko, koran, majalah misalnya, semua
tertulis dalam huruf latin. "Ini dari segi pendidikan hasilnya
nol," kata Amran Halim. Tapi Amran tetap menyambut gembira usaha
untuk menghidupkan kembali pelajaran bahasa daerah di mana pun.
Menurut catatan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Batak
bersama Sunda, Jawa, Bali, Makassar, Bugis, Gayo dan Madura,
memang merupakan bahasa daerah yang masih diajarkan di SD dan
SLP masing-masing daerah. Bahkan Batak bersama Jawa, Makassar
dan Bali, termasuk daerah yang mengajarkan aksaranya di sekolah.
Aksara Batak sendiri, menurut Nalom Siahaan, ahli bahasa Batak
FSUI, sudah diajarkan sejak zaman Belanda. Tapi tiba-tiba
menghilang sejak 1960-an. Di FSUI sendiri sejak beberapa tahun
ini pelajaran bahasa Batak sudah dihentikan. "Karena tak ada
peminat," katanya.
Itu sebabnya Nalom Siahaan gembira bila betul aksara Batak itu
akan diajarkan kembali. Bahkan katanya, tidak keberatan bila
diajarkan mulai tingkat SD. "Tidak berat, hurufnya hanya 20
buah. Dan setahu saya pemakaian aksaranya pun baru dimulai
setelah kelas IV SD," kata Nalom yang sempat mengalami pelajaran
aksara itu ketika tingkat SD di Balige dulu.
Tapi betulkah Aksara Batak itu sudah diajarkan di sekolah? "Anak
saya sekolah di Balige tapi belum pernah belajar atau diajarkan
pelajaran aksara Batak," kata E.Parulian, pemilik studio radio
di kota itu. "Kita masih menyelidiki adanya pelajaran aksara
Batak itu di Tapanuli Utara," kata Azis Paraday.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini