Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Martabak HAR Palembang ini sudah ada sejak 1947. Pendiri martabak HAR Palembang adalah Haji Abdul Rozak yang merupakan warga negara India dan memilih untuk merantau ke wilayah Palembang. Ia merupakan saudagar kaya nomor satu di Palembang.
Begini Kisah Martabak HAR
Awal mulanya, Haji Abdul Rozak hanya berdagang es batu di Jalan Kebumen, Palembang. Lalu, setelah beberapa tahun dagangannya mulai laris dan ia pun merasa belum cukup puas sehingga mulai merambah ke dunia bisnis roti chanai. Dahulu, ia memakai gerobak berganti warteg dengan ukuran kecil untuk berdagang. Dari bisnis roti chanai tersebut, ia mulai membuka warung makan yang lebih besar, yaitu martabak HAR. HAR merupakan singkatan dari namanya, yaitu Haji Abdul Rozak, seperti dilansir dalam Antaranews.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah reformasi, PT HAR sangat terkenal di wilayah palembang. Begitu juga dengan Haji Abdul Rozak. Perusahaannya semakin banyak dilihat oleh para kontraktor besar. Sayangnya, perusahaan tersebut hanya bertahan beberapa tahun saja lantaran Haji Abdul Rozak semakin tua dan kesulitan untuk menangani usahanya sendiri. Semakin hari, kondisi kesehatannya pun semakin menurun sehingga PT HAR semakin sulit untuk mengatasi usaha dan permasalahannya. Pada 2001, HAJI Abdul Rozak pun harus menghembuskan napas terakhir kalinya di umur 91 tahun.
Lalu, usaha rumah makan HAR di teruskan oleh putranya, yaitu Haji Abu Bakar Rozak. Namun, tidak ada yang mau mengelola PT HAR tersebut secara berkelanjutan. Akibatnya, satu tahun setelah kematian Haji Abdul Rozak, PT HAR tutup secara massal dan berganti nama menjadi martabak HAR yang merupakan cabang dari rumah makan HAR di Jalan Jendral Sudirman, tepat berada di seberang Masjid Agung Palembang. Sampai sekarang, nama martabak HAR tetap harum dan memiliki lebih dari tiga cabang di Palembang.
Mengutip hallo.palembang.go.id, martabak HAR berisikan telur ayam atau bebek dan berkuah kari dengan campuran kentang, ditambah kuah cuka, dan irisan cabai rawit. Ukuran satu porsi martabak ini cukup mengenyangkan untuk mengisi perut yang keroncongan.
Perbedaan martabak ini terlihat dari proses pembuatannya. Martabak HAR hanya memasukan dua butir telur ayam atau bebek ke kulit lumpia. Biasanya, martabak lainnya mencampurkan olahan yang sudah dicampuri telur dengan daging dan potongan daun bawang ke kulit lumpia sehingga inilah perbedaan jelas dari martabak HAR dan lainnya.
Kulit lumpia martabak HAR yang telah terisi telur, lalu digoreng di atas minyak panas kurang lebih selama lima menit. Setelah matang, martabak ini dihidangkan bersama siraman kuah kari kental. Kentalnya kari berasal dari bahan baku tambahan, yaitu kentang.
Dalam kuah kari tersebut juga terdapat potongan daging yang semakin membuat seseorang tidak sabar untuk menyantapnya. Bagi seorang penikmat pedas, jangan lupa menambahkan irisan cabai hijau yang telah dicampur oleh cuka dan kecap asin agar rasa martabak ini semakin mantap. Martabak HAR pun mengklaim bahwa kuah kari khas milik mereka tidak menggunakan penyedap masakan sama sekali.
Untuk jam operasional martabak HAR mulai buka pada pukul 06.00-01.00 setiap hari. Semantara itu, selama Ramadan, martabak ini buka mulai pukul 13.00-01.00. Harga martabak ini pun juga tidak terlalu mahal, seseorang hanya perlu mempersiapkan uang Rp 18 ribu untuk satu porsi martabak HAR dengan telur ayam dan Rp 20 ribu dengan telur bebek.
RACHEL FARAHDIBAR
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.