Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Geliat Komunitas Tinju Jalanan

Olahraga tinju kini tidak hanya dilakukan di atas ring. Mulai banyak komunitas tinju jalanan yang berlatih di area terbuka. 

15 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUK-BAK-BUK-BAK. Buk-buk...! Suara pukulan keras berirama itu datang dari muda-mudi yang tengah berlatih tinju. Terbagi menjadi dua barisan memanjang ke belakang, mereka yang bersarung tinju itu tampak berfokus mempelajari teknik memukul.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Uniknya, latihan itu tak berlangsung di atas ring seperti sasana tinju pada umumnya. Namun mereka berlatih di area terbuka, tepatnya di jalur pedestrian di dalam kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Latihan tinju yang digelar komunitas Reborn, Jakarta, pada Jumat malam, 6 September 2024, itu didominasi perempuan muda. Salah satu peserta latihan dari komunitas tinju jalanan atau street boxing itu adalah Ardianty Amalia Artono. “Aku biar lebih sehat, kurusin badan,” kata perempuan 27 tahun yang akrab disapa Dianty tersebut.

Dianty mengidap asam urat dan penyakit kolesterol akibat gaya hidup yang kurang sehat. Dia kemudian rutin berlatih di gym dan berlari. Tapi, setelah mengenal tinju, ia merasa lebih cocok dengan olahraga bela diri tersebut. “Kalau lari kita muter-muter saja. Kalau tinju, lebih ada mikir dan banyak gerakannya,” ujarnya.

Setelah satu setengah tahun berlatih, pegawai swasta di Jakarta ini sudah bisa melakukan berbagai gerakan dasar tinju, seperti straight, hook, dan uppercut. Namun, untuk gerakan pada kaki, ia masih kurang menguasai.

Dianty mengungkapkan, sejak dia rutin menekuni tinju, berat badannya turun. Tubuhnya juga terasa lebih ringan dan sehat. Metabolismenya pun lancar.

Ado Respati juga tertarik mengikuti latihan tinju bersama komunitas Reborn. Sejak menerima hasil tes kesehatan yang mendiagnosis dirinya mengidap obesitas tingkat 2, Ado bertekad menjalani gaya hidup sehat dan banyak bergerak.

Semula pria 27 tahun ini gemar bermain bola basket. Tapi, karena pernah mengalami cedera, ia mencoba olahraga lain yang lebih aman untuk lututnya. Tinju kemudian menjadi pilihannya setelah diajak seorang teman yang lebih dulu bergabung dengan Reborn.

Anggota Komunitas Reborn berlatih di pelataran Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, 6 September 2024. Tempo/Ilham Balindra

Ado mengaku cocok dengan olahraga tarung ini. Ia juga betah berolahraga tinju karena merasa berada di lingkungan yang positif. Ia bahkan sampai mengajak lima teman kantornya bergabung. “Seru, sih. Makanya aku join karena orang-orangnya asyik. Saling support juga kalau capek,” tuturnya.

Olahraga tinju kini sedang naik daun. Di komunitas Reborn ada puluhan orang masuk daftar tunggu untuk mengikuti sesi latihan. Tapi pendiri Reborn, Agung Asep Riyadi, membatasi 25 peserta untuk satu kali pertemuan. “Agar tak terlalu ramai di satu komunitas, jadi aku batasin,” kata Agung.

Agung menjelaskan, pamor tinju naik karena keterlibatan para pesohor hingga pemengaruh. Saat Reborn baru berdiri pada April 2024, peserta yang ikut berlatih di komunitas itu hanya tujuh orang. Itu pun orang-orang yang pernah Agung latih di komunitas dia sebelumnya.

Seiring dengan waktu, jumlah pesertanya kian banyak. Jumlah anggota di grup percakapan WhatsApp pun sudah mencapai 130 orang. Padahal usia komunitasnya belum genap enam bulan. 

Agung mengatakan tak ada syarat khusus untuk ikut berlatih bersama Reborn. Ia juga mematok tarif yang cukup terjangkau untuk satu kali pertemuan. Di awal, peserta hanya perlu membayar Rp 50 ribu. Namun di pertemuan berikutnya bisa lebih murah. 

“Ada yang Rp 35 ribu. Jadi paling kayak bikin paket, nih. Empat kali visit bisa cuma Rp 40-45 ribu,” ujar pria 25 tahun itu. Biaya tersebut ditujukan untuk membeli perlengkapan tinju, seperti sarung, handwrap (balutan kain panjang untuk melindungi jemari dan sendi tangan dari cedera), dan peralatan Crossfit—program latihan yang menggabungkan beragam gerakan fungsional berintensitas tinggi.

Pesertanya kebanyakan perempuan. Dengan banyaknya kasus kekerasan pada perempuan, Agung pun mulai memberi edukasi dan materi pertahanan diri dalam menu latihannya. “Jadi tujuannya untuk membekali dan memang crowd-nya butuh bela diri,” ucapnya.

Agung mengawali latihan dengan pemanasan untuk meminimalkan risiko cedera. Lalu, selain memfokuskan teknik pukulan, ia menekankan latihan motorik. Misalnya ada berbagai perlengkapan Crossfit serta latihan dasar atletik. Latihan-latihan tersebut, Agung mengimbuhkan, amat penting untuk melatih fokus dalam mempelajari gerakan tinju.

Agung juga melatih mental para peserta. Ketika bermain sling ball, dia akan menargetkan peserta membanting sebanyak tiga set, dengan satu set terdiri atas 12 kali. Selelah apa pun, mereka tidak boleh berhenti, kecuali sakit atau cedera. 

“Secara enggak langsung, mereka saya ajarin memaksakan limit. Karena olahraga itu pada akhirnya bakal balik ke mereka lagi,” ujarnya.

•••

KOMUNITAS tinju jalanan juga marak di Bandung. Salah satunya Street Boxing Bandung. Sekitar 50 anggota komunitas tersebut menggelar latihan rutin di area terbuka Fely Creative Space di Kiara Artha Park, Kota Bandung, Selasa malam, 6 Agustus 2024.

Kaki-kaki mereka maju-mundur sambil melompat kecil, sementara kedua tangan yang mengepal secara bergantian meninju angin. Variasi pukulan pada sesi latihan yang disebut shadow boxing itu lantas ditambah dengan gerakan memutar tubuh searah jarum jam ke empat penjuru mata angin.

Sheril Aludia, salah satu perempuan peserta latihan, sedang mengasah kemampuannya untuk bertanding. Perempuan 19 tahun itu akan tampil perdana di atas ring kejuaraan antarklub yang bertempat di halaman kantor Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. “Deg-degan juga, tapi sewaktu melihat calon lawannya di media sosial biasa aja, jadi percaya diri,” katanya.

Anggota Street Boxing Bandung berlatih di Kiara Artha Park, Bandung, Jawa Barat, 6 Agustus 2024. Tempo/Prima mulia

Sudah enam bulan Sheril bergabung dengan komunitas tersebut. Jadwal latihannya empat kali dalam sepekan, yaitu pada Selasa, Rabu, Kamis, dan Ahad. 

Sempat berlatih karate sewaktu kecil, lulusan sekolah menengah atas yang bekerja paruh waktu itu awalnya berlatih tinju untuk membela diri. “Aku mengalami trauma karena pernah berantem sama cowok,” tuturnya. Di komunitas itu ia mempelajari pukulan jab dan hook serta posisi bertahan.

Sheril yang sebelumnya malas berolahraga kini rajin berlatih fisik sendiri di rumah. Setelah bangun tidur, dia melakukan push-up dan jumping jack, kemudian berlari di sekitar rumah saban pagi dan sore. Kedua tangannya pun dilatih agar kuat dengan memukuli samsak. “Sekarang stamina bertambah, berat badan juga turun,” ucapnya. 

Untuk peralatan bertinju, dia mempunyai handwrap serta pelindung gigi. Sedangkan sarung tinju dan pelindung kepala bisa dipakai bergantian di komunitas.

Anggota komunitas lain, Muhammad Fajri Firmandani, 17 tahun, bergabung sejak dua bulan lalu. Pelajar kelas XII sekolah menengah kejuruan itu awalnya diajak teman yang lebih dulu ikut berlatih. 

Ketika kawannya sudah jarang hadir, Fajri tetap rajin datang sesuai dengan waktu yang dijadwalkan pelatih, yaitu seminggu tiga kali pada Selasa, Kamis, dan Ahad. Sebelumnya dia pernah ikut latihan muay Thai yang memiliki kesamaan jenis pukulan, seperti jab, straight, dan hook.

Namun Fajri hanya mempelajari bela diri asal Thailand itu selama sebulan karena biayanya terasa mahal. Setelah orang tuanya kehilangan pekerjaan, dia tak sanggup mendaftar di kamp latihan tinju yang biaya per bulannya sekitar Rp 150 ribu. Sementara itu, Fajri ingin meraih prestasi olahraga agar setamat sekolah bisa mendaftar ke kepolisian atau militer. 

Di komunitas Street Boxing Bandung, peluang meraih cita-cita itu terbuka. “Latihan di sini bisa bayar serelanya,” katanya. Fajri membayar iuran dari hasil menyisihkan uang jajan hariannya.

Street Boxing Bandung yang dibentuk oleh Agistian Ahmad Rahmansyah, 31 tahun, dan kawannya, Irsan Rahman, memang tidak menerapkan latihan berbayar alias gratis. Setiap anggota komunitas hanya diminta sukarela membayar minimal Rp 5.000 untuk iuran bulanan. 

Dana yang terkumpul kemudian mereka alokasikan untuk membeli perangkat latihan bagi anggota, seperti alat lompat tali, samsak, sarung tinju, pelindung kepala, serta pad atau penahan pukulan. “Komunitas ini untuk mewadahi anak muda, khususnya mereka yang minim anggaran,” tutur Agistian.  

Anggota Street Boxing Bandung berlatih di Kiara Artha Park, Bandung, Jawa Barat, 6 Agustus 2024. Tempo/Prima mulia

Komunitas yang terbentuk pada Desember 2022 itu bermula dari kebiasaan Agistian dan Irsan berlatih seni bela diri campuran atau mixed martial arts. Lokasi awal latihannya di Ciwastra, lalu pindah ke area hunian modern dan mal di Bandung Timur. 

Anak-anak muda yang melihat mereka berlatih jadi kepincut, apalagi setelah video aktivitas itu mereka unggah ke media sosial. Karena peminatnya cukup banyak, mereka sepakat membuat komunitas. “Dari awal, namanya Street Boxing Bandung karena latihannya di pinggir jalan,” tutur Agistian.

Ihwal nama komunitas itu, beberapa anggota pernah menanyakan apakah pukulan tinjunya bisa bebas seperti berkelahi di jalan. Anggapan itu dibantah dengan pola latihan yang mengajarkan teknik bertinju sesuai dengan aturan olahraga.

Agistian punya dasar latihan berbagai bela diri sejak sekolah menengah pertama, dari karate, silat, thifan po khan, hingga muay Thai. Ia belajar sendiri tentang tinju sejak komunitas terbentuk. 

Setelah melihat jumlah anggota makin banyak, dia berguru kepada pelatih di sasana tinju. “Bagaimana cara memukul yang benar, takutnya salah mengajari anak-anak,” ujarnya.

Keanggotaan komunitas itu bersifat terbuka tanpa memandang gender dengan patokan umur mulai dari 17 tahun. Pendaftar yang lebih muda dari usia minimal diwajibkan menyertakan persetujuan orang tua secara tertulis. 

Agistian kemudian memeriksa catatan biodata setiap pendaftar, terutama riwayat kesehatan, termasuk soal cedera. Mereka yang punya penyakit jantung dan asma bisa ikut bergabung dengan pengurangan porsi latihan. “Kalau capek atau ada indikasi kambuh akan kami stop,” tuturnya.

Setelah lolos pemeriksaan biodata, calon anggota diwajibkan datang berlatih lima hari tanpa putus. Pembina yang semuanya berjumlah tujuh orang akan memisahkan kelompok anggota yang belum pernah berlatih bela diri. Mereka akan dibina dalam tiga-lima kali pertemuan dengan latihan fisik, seperti lari dan push-up serta pukulan tinju, secara bertahap.

Pemisahan kelompok juga berlaku bagi anggota komunitas jalur atlet dan mereka yang hanya menjadikan tinju sebagai kegemaran. “Kalau yang memiliki hobi tinju latihannya tidak diforsir, semisal push-up semampunya,” kata Agistian. Sedangkan di jalur atlet, 16 anggotanya dilatih secara khusus sesuai dengan metode untuk mengikuti kejuaraan daerah atau turnamen klub amatir.

Jadwal latihan di komunitas sebanyak empat kali dalam sepekan, yaitu pada Selasa, Rabu, dan Kamis mulai sore hingga malam serta Ahad pagi. Anggota diwajibkan mengikuti latihan berdurasi selama dua-tiga jam per hari itu minimal dua kali dalam sepekan. 

Adapun tempat latihan mereka peroleh secara gratis di Fely Creative Space. Lokasi lain adalah The Hallway Space Pasar Kosambi, juga area terbuka di sekitar Gelanggang Olahraga Saparua. “Lokasi pindah-pindah biar enggak bosan, juga untuk penyegaran,” tuturnya.

Selain itu, sekali atau dua kali dalam sebulan mereka berlatih bersama dan bertarung di atas ring dengan anggota klub sasana tinju di Gedung KONI Jawa Barat, Jalan Pajajaran, Bandung. Dengan begitu, anggota komunitas juga bisa mempelajari teknik bertinju dari pelatih berlisensi. 

Agistian mengungkapkan, selama ini komunitas bisa diterima dengan baik oleh klub dan sasana tinju lain. “Orang sasana tinju juga senang karena kita sama-sama membesarkan olahraga tinju. Bedanya, mereka punya sasana, kami enggak,” ujarnya.

Jumlah anggota Street Boxing Bandung yang bergabung di media sosial mencapai 600 orang. Banyaknya peminat, Agistian menambahkan, ikut dipengaruhi pertandingan tinju di kalangan artis sejak 2022. Namun kini banyak anggota yang absen. Yang masih sering datang berlatih sebanyak 30-50 orang. 

Mereka berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, dan pekerja dengan rentang usia 14-40 tahun. “Hasil pelatihan ini adalah tubuh menjadi sehat, menambah pertemanan, dan membentuk atlet,” tutur Agistian.

Adapun aturan yang wajib dipatuhi antara lain memakai handwrap ketika berlatih dan menggunakan gum seal, pelindung kepala, serta pelindung kemaluan saat berlatih baku hantam. Pemakaian sejumlah alat itu juga berfungsi mengurangi risiko cedera. “Paling sering cedera bahu dan tangan terkilir,” ucap Agistian. 

Agistian menambahkan, anggota komunitas disarankan tidak memukul sekuat tenaga ketika berlatih, kecuali saat bertanding di atas ring. Jika sampai berkelahi saat berlatih, anggota yang terlibat bakal menerima sanksi pemecatan.

•••

DI Tangerang, Banten, komunitas Street Boxing Tangerang menjadi wadah bagi penggemar tinju setempat. Sesuai dengan namanya, tempat latihan mereka benar-benar di pinggir jalan, yakni di area terbuka di pinggir jalan di kawasan Modern Land. Mereka rutin berlatih setiap Rabu atau Kamis pada pukul 16.00-18.00 WIB.

Dengan telaten, mentor Street Boxing Tangerang, Ramdika Ilham, memandu sesi latihan pada Rabu sore, 4 September 2024. Salah satu pesertanya adalah Rafa Alfiansyah. Remaja 17 tahun pelajar kelas XII SMA itu mulai menggandrungi street boxing baru-baru ini. “Ya, supaya sehat saja. Saya juga menyukai futsal selain street boxing,” tutur Rafa.

Ramdika Ilham mengatakan jumlah anggota Street Boxing Tangerang baru belasan dengan Rafa sebagai yang termuda. Selebihnya adalah para pria dewasa berusia 30-an tahun. Mereka rata-rata bekerja sebagai tenaga penjualan dari berbagai perusahaan. “Jadi latihan kami lebih pada menjaga kebugaran tubuh, bukan untuk tinju profesional,” ujar Ilham, yang juga menggeluti taekwondo.

Sesi latihan anggota Street Boxing Tangerang di kawasan Modern Land, Kota Tangerang, Banten, 4 September 2024. Tempo/Ayu Cipta

Selain di Tangerang, Ilham mengungkapkan, mereka kerap menggelar latihan di Meruya, Jakarta Barat, pada Selasa malam. Tempat latihannya juga di area terbuka di tepi jalan yang diterangi lampu jalanan. “Latihan di Meruya biasanya pada jam 10 malam,” ucap pria yang tinggal di Tangerang dan bekerja di Jakarta ini.

Ilham bercerita, komunitas Street Boxing Tangerang terbentuk pada 2023. Awalnya anggotanya adalah dua kawannya, Ferdi dan Marvel, yang memiliki dasar seni bela diri mixed martial arts. “Makanya, selain boxing, kami mempelajari muay Thai, taekwondo, dan kickboxing,” katanya.

•••

PAMOR olahraga tinju sampai juga di Yogyakarta. Ada sebuah pergelaran tinju amatir Fight Club Yk (FCYk). Nama ini terinspirasi dari judul film Fight Club yang dibintangi Brad Pitt. Pergelaran ini dibentuk dan pertama kali mengadakan pertandingan pada April 2024. “Baru dibuka, animo masyarakat besar. Ratusan orang ingin mendaftar,” ujar Ketua 3 sekaligus pengampu Divisi Pengembangan FCYk, Adi Bayu Perkasa, 27 tahun, kepada Tempo, Selasa, 3 September 2024.

Hingga Agustus 2024, klub tersebut telah menggelar sembilan pertandingan. Jumlah pesertanya dibatasi 50 orang atau 25 pertandingan sepanjang pukul 19.00-23.00 WIB. Ke depan, mereka akan menambah kuota menjadi 100 peserta.

Adi menjelaskan, FCYk bertujuan memfasilitasi siapa saja yang mempunyai energi berlebih untuk bertanding. FCYk tak mengharuskan peserta sebagai orang yang sudah terlatih atau atlet bela diri. Bahkan orang yang tidak mempunyai kemampuan bela diri atau bahkan belum pernah berkelahi pun bisa ikut serta. “Tapi penyelenggaraannya tetap secara profesional,” ucap pria yang akrab disapa Kocok itu.

Meski pertandingan itu tergolong amatir, bahkan diadakan di jalanan, pihak panitia tetap menerapkan fasilitas keamanan selama bertanding sesuai dengan standar Persatuan Tinju Amatir Indonesia. FCYk pun sudah bergabung di dalamnya. Peraturan itu antara lain adanya ring tinju, pelindung kepala (head guard), dan sarung tinju yang berukuran paling tebal.

Untuk pelindung mulut dan gigi, peserta diminta membawa sendiri. Panitia juga menyediakannya di arena dan peserta dapat membeli dengan harga termurah Rp 15 ribu. “Peserta harus pakai pengaman itu,” tutur Adi.

Panitia juga menyiapkan ambulans dan dokter pertandingan. Upaya tersebut mereka lakukan untuk mengantisipasi risiko berat.

Mayoritas peserta adalah anak muda yang telah mempunyai kartu identitas hingga berusia 30 tahun. Beberapa pesertanya adalah perempuan. “Untuk perempuan masih terbatas karena butuh alat pengaman yang lebih baik,” katanya. Sejauh ini, perempuan yang bertanding adalah atlet bela diri.

Calon peserta cukup membayar uang pendaftaran Rp 10 ribu per orang untuk bertanding. Mereka juga mengirimkan foto terbaru penampakan seluruh badan. Kemudian pihak panitia akan melakukan profiling tiap calon peserta. Dari proses tersebut, panitia akan mengetahui siapa saja yang telah mempunyai kemampuan bela diri dan yang sama sekali tidak punya bekal itu.

Adi menuturkan, ada peserta bertanding karena ingin meluapkan emosi. Ada juga atlet bela diri yang ikut pertandingan untuk mencari partner berlatih. “Kalau mencari yang beneran kan harus di sasana tinju dan membayar mahal,” tuturnya.

Salah satu yang menarik dalam pertandingan tinju amatir jalanan ini adalah penerapan jargon “No Win, No Lose, No Pressure” (tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah, tidak ada tekanan. “Jadi kalau menang tidak sombong, kalau kalah tidak malu. Jadi having fun. Toh, tidak ada hadiahnya juga.”

Pertandingan tinju amatir Fight Club Yk yang digelar di Yogyakarta. Dok. Fight Club Yk.

Dengan jargon tersebut, panitia pun menggelar pertandingan berkonsep kesetaraan. Peserta yang bertanding akan dipasangkan dengan peserta yang mempunyai kemampuan sama atau hampir sama. Asalkan selisih bobot antarpeserta maksimal 3 kilogram.

Bahkan peserta pun boleh memilih dengan siapa dia akan bertanding, asalkan ada kesepakatan di antara mereka. “Ada juga peserta yang enggak mau bertanding dengan peserta lain yang bertato. Jadi bisa memilih,” ujar Adi.

Ring tinju yang dibangun pun sejajar dengan tempat duduk penonton. Jadi para penonton tak harus mendongak untuk melihat pertandingan. Di atas ring, satu pertandingan berjalan cukup satu ronde yang berdurasi tiga menit. 

Adi mengungkapkan, rupa-rupa peristiwa menarik kerap terjadi di atas ring. Pernah ada pemuda yang diam saja saat dipukul. Dia tidak membalas. “Setelah ditanya, ternyata dia lagi putus cinta,” katanya, lalu tertawa.

Ada juga pasangan yang bertanding adalah rival dalam perebutan perempuan. Namun, seusai pertandingan, mereka terlihat mengobrol dengan akur. “Secara tidak langsung, Fight Club Yk ikut mendamaikan,” tuturnya.

Peserta yang diketahui mengkonsumsi minuman keras akan didiskualifikasi panitia. Begitu pula peserta yang menggunakan kaki saat bertanding. “Kan, hanya boleh beradu tinju dengan sasaran tertentu. Tidak boleh pakai kaki,” ucap Adi.

Dalam perkembangannya, FCYk tak hanya menggelar pertandingan tinju amatir jalanan. Mereka juga menggandeng musikus dan band serta pemain skateboard untuk meramaikan pertandingan. “Kami pernah juga menampilkan pertandingan tinju antar-musikus band,” ujar pihak Divisi Infotainment FCYk, Zachary Dylan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Anwar Siswadi dari Bandung, Ayu Cipta dari Tangerang, dan Pito Agustin Rudiana dari Yogyakarta berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus