Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Masih Malas Olahraga atau Bergerak? Awas Parkinson Mengintai

Bukan hanya obesitas dan penyakit kardiovaskular, malas bergerak dan olahraga menimbulkan risiko parkinson.

29 Juni 2019 | 21.27 WIB

ilustrasi lansia (pixabay.com)
Perbesar
ilustrasi lansia (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Malas bergerak atau olahraga menimbulkan banyak risiko kesehatan. Bukan hanya obesitas dan penyakit kardiovaskular, kebiasaan ini menimbulkan risiko parkinson.

Baca juga: Kisah Muhammad Ali dan Upaya Melawan Parkinson

Dokter spesialis saraf dari Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk dr Frandy Susatia SpS mengatakan, penyakit parkinson itu terjadi karena kekurangan zat dopamine di otaknya. "Biasanya terjadi pada orang yang malas olahraga atau bergerak," ujar Frandy di Jakarta, Sabtu, 29 Juni 2019.

Pada mulanya, penderita parkinson mengalami kekakuan, tangan atau kaki tiba-tiba bergetar, serta mengalami gangguan keseimbangan.

Penyakit parkinson merupakan penyakit degeneratif yang menyerang sel saraf di bagian otak yang bernama basal ganglia yang berfungsi mengontrol gerakan tubuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sel saraf membutuhkan neurotransmitter yang bernama dopamine dan acetylcholine dalam jumlah seimbang agar dapat memberikan sinyal ke sel untuk mengendaikan gerakan tubuh. Sementara penderita parkinson akan mengalami kekurangan dopamine di dalam tubuhnya.

Faktor penyebab lain penyakit itu yakni usia, keturunan, infeksi virus, dan paparan bahan kimia berbahaya seperti mangan, karbon disulfida, insektisida, trichloroethylene (Tce) dan perchloroethylene (Perc) yang merupakan bahan pelarut cat dan lem.

Meski banyak menyerang usia di atas 60 tahun, tak jarang penyakit itu juga diderita generasi muda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokter Frandy menambahkan, untuk menghilangkan gejala penyakit itu, pasien akan melakukan beberapa tahap pengobatan. "Tahap awal akan diberikan obat oral setelah konsultasi dengan dokter saraf, pasien juga bisa disuntik botox ke dalam otot. Untuk jangka panjang pengobatan menjadi kurang efektif, maka perlu dilakukan operasi stimulasi otak bagian dalam atau DBS."

DBS adalah operasi untuk mengatasi tremor, kaku, dan gerak yang lambat. Teknik operasi ini dilakukan melalui penanaman elektroda pada area tertentu di otak bagian dalam. Elektroda tersebut dihubungkan dengan kabel ke baterai yang diletakkan di dalam dada sebagai sumber arus listrik.

Rata-rata pasien merasakan peningkatan perbaikan motorik sekitar 75 persen hingga 87 persen setelah dioperasi pada keadaan tanpa obat. Operasi tersebut menjadi standar baku penyembuhan parkinson yang mempermudah kesembuhan pasien. Bahkan tindakan ini sudah diakui Food Drug Administration Amerika Serikat.

Spesialis Bedah Saraf Dr dr Made Agus Mahendra Inggas SpBS menambahkan saat pasien parkinson menjalani operasi stimulasi otak, sangat memungkinkan sel dopamine terangsang dengan baik.

Baca juga: Parkinson Bisa Menyerang Usia Muda, Ini Penjelasan Ahli  

"Setelah sel itu bekerja optimal, pengobatan dilanjutkan dengan obat-obatan agar efektif," kata Made.

ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus