Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Memahami Diet OMAD, Hanya Makan Sekali Sehari dan Plus Minusnya

Tren diet terbaru hanya menerapkan makan sekali sehari, dikenal dengan OMAD. Pahami plus minusnya sebelum memutuskan melakoninya.

14 Desember 2024 | 14.34 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pakem makan tiga kali sehari sudah dikenal sejak dulu meski tak semua orang menjalankannya. Kini, tren diet terbaru justru hanya menerapkan makan sekali saja sehari, dikenal dengan sebutan One Meal a Day (OMAD) dan merupakan versi lain dari puasa intermiten yang menerapkan mengonsumsi kalori hanya dalam sekali makan setelah berpuasa 23 jam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dr. Jason Fung, spesialis ginjal di Kanada, dokenal sebagai pakar di balik puasa intermiten. Menurutnya, diet OMAD adalah versi lebih ketat dari puasa intermiten. Kedua diet itu sama-sama menerapkan pembatasan waktu makan namun pada puasa intermiten orang bisa makan dua kali sehari. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, jika hanya makan sekali sehari maka kecenderungan alami adalah makan lebih sedikit secara umum. Hasilnya, tubuh bisa menyimpan kalori atau membakarnya. Jika orang berpuasa lebih lama maka tubuh akan menggunakan lemak sebagai tenaga, yang bisa mengurangi rasa lapar. Dua manfaat kesehatan utama OMAD dan puasa intermiten adalah berat badan dan risiko diabetes tipe 2 turun, katanya.

"Puasa sungguh berdampak pada berat badan dan gula darah karena begitulah kalori disimpan, sebagai lemak dan gula," kata Fung kepada Fox News Digital.

Siapa yang rasakan manfaatnya?
Berat badan turun bisa berpotensi menurunkan risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker terkait obesitas, juga mengurangi nyeri punggung, nyeri lutut, dan tekanan pada lutut, jelas Fung. Ia mengisahkan bagaimana seorang pasiennya yang sudah 15 tahun menderita diabetes bisa menghentikan pengobatan insulinnya setelah melakoni diet OMAD tiga hari seminggu selama sebulan. Pasien itu kini masih tak butuh pengobatan insulin dan terus berpuasa secara rutin, tak lagi kadang-kadang.

Penderita hipoglikemia atau kadar gula darah rendah juga bisa menjalani diet ini jika ingin menghindari karbohidrat rafinasi, yang bisa menyebabkan kadar glukosa melonjak, kata Fung. Ia menyarankan mengonsumsi makanan alami dan bukan olahan.

Pendapat Fung diperkuat pakar nutrisi di Toronto, Kanada,  Fern Katzman, yang melihat pasien-pasiennya tak lagi mengonsumsi obat diabetes Metformin setelah menjalani OMAD. Menurutnya, orang dengan masalah kesehatan tertentu perlu memilih OMAD untuk mengatasinya atau menurunkan gula darah setelah terlalu banyak makan dan minum selama beberapa lama.

"Insulin memicu ingin ngemil. Setelah banyak makan dan minum, kadar insulin naik dan itulah yang membuat lapar. Satu hal yang dikatakan pelaku OMAD adalah kebiasaan ngemil berhenti, dan itulah kunci menurunkan berat badan," paparnya.

Bukan untuk semua orang
Namun, Katzman mengingatkan diet ini tidak untuk smeua orang, misalnya penderita gangguan makan dan hipoglikemik. Pakar diet dan nutrisi di Florida, Dr. Lisa Young, juga mengingatkan diet ini bisa memicu orang mengalami gangguan makan dan bisa bikin lesu karena kadar gula darah rendah.

Sementara Dr. Joel Kahn, kardiolog holistik di Michigan, menyebut penelitian oleh Institut Kesehatan Nasional dan Jurnal Asosiasi Medis Amerika (JAMA) mengungkapkan makan sekali hanya di malam hari berdampak pada kesehatan metabolisme, kadar gula darah dan resistensi insulin naik.

"Secara teori, jika ingin melakoni diet OMAD, seharusnya makannya di pagi hari," ujar Kahn.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus