Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mencari struktur ruu kesehatan

Para ahli kesehatan menilai sistematika dan pemikiran rencana undang-undang kesehatan tidak jelas. ruu ini seperti menyatukan uu kesehatan yang pernah dikeluarkan. masih perlu perbaikan.

29 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMANDANGAN umum Rencana Undang-undang (RUU) Kesehatan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berlangsung pekan lalu, sedangkan pembahasannya baru 18 Juni nanti. Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi kesehatan, berusaha sungguh-sungguh mempersoalkan RUU itu. "Karena ini berhubungan dengan kepentingan orang banyak," kata dr. Bawadiman, Wakil Ketua Komisi VIII DPR. Sementara itu, dr. Kartono Mohamad menilai bahwa sistematika dan pemikiran dalam RUU belum jelas benar. Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia ini melihat bahwa RUU itu seperti untuk menyatukan Undang-undang Kesehatan yang sudah dikeluarkan. Di masa lalu telah ditetapkan beberapa undang-undang (UU) yang berkait dengan kesehatan. Namun, UU yang dikeluarkan secara terpisah itu tidak terhimpun dalam satu sistem. Misalnya, UU Nomor 3 Tahun 1953 Tentang Pembukaan Apotek, UU Nomor 9 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan, dan UU Nomor 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene. Semua UU itu dikeluarkan tanpa pemikiran struktural tentang kesehatan dalam kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat. UU itu ditetapkan karena menghadapi berbagai masalah kesehatan. Jadi, sulit disangkal bahwa UU Kesehatan yang dikeluakan di masa lalu memang tidak sistematik. RUU yang dimatangkan oleh Departemen Kesehatan pada Desember tahun lalu tampaknya berusaha memperbaiki kembali UU yang sudah dikeluarkan. Tapi terlalu terikat pada upaya memperbaiki UU yang lama itu ternyata membuat RUU yang baru jadi dipengaruhi kondisi UU lama yang tak sistematik. Beberapa bagiannya, menurut Kartono, tercampur dengan peraturan pemerintah (PP) yang dikeluarkan untuk melengkapi salah satu UU Kesehatan yang sudah ada. "Misalnya, PP Nomor 18/1981 yang mengatur bedah mayat, ini muncul pada RUU Pasal 25 dalam keadaan persis sama saja dengan yang dulu," katanya. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dr. Alex Papilaya, juga berpendapat serupa dengan Kartono. Tidak adanya rancangan dasar yang merupakan usaha memetakan seluruh masalah kesehatan tentu membuat banyak bagian mendasar dalam kesehatan luput dari perhatian. "Misalnya tentang perilaku," katanya. Padahal, pembahasan perilaku manusia sangat penting dalam masalah kesehatan. Menunjuk beberapa kaitan perilaku dengan kesehatan, Papilaya menyebutkan contoh kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, sampai cara hidup sehat demi kepentingan bersama. Tak adanya struktur dasar membuat RUU mencampurkan banyak pokok yang tidak berkaitan -- bahkan pada konteks yang kurang tepat. "Lihat, misalnya, RUU Pasal 26 yang mengatur transplantasi organ tubuh dan transfusi darah," kata Papilaya. Pasal itu hanya terbatas memasalahkan transplantasi serta soal transfusi sebagai upaya penyembuhan, hal yang sangat umum pada masalah kesehatan. Menurut Papilaya, transplantasi organ tubuh dan transfusi adalah dua hal yang harus dibahas sendiri-sendiri. Aspek bioteknologi dan kemajuan teknologi pada dua bidang itu pun berbeda. Transfusi darah, sekarang, juga harus dikaitkan dengan AIDS (acquired immune deficiency syndrome). Contoh lain, Papilaya menunjuk Bab VIII Tentang Perbekalan Kesehatan. Keseluruhannya dirinci sampai sembilan pasal. Sebenarnya, banyak bagiannya yang bisa diatur dengan perundang-undangan yang lebih rendah. Di sisi lain, banyak bagian dari RUU itu tak lengkap. Suatu pasal, karena tak mengacu pada sebuah peta rancangan, luput dari pengamatan yang holistik atau menyeluruh. Ini, kata Papilaya, bisa berbahaya dan merugikan. Contoh kekurangan ini lihat saja Pasal 31, yang menyebutkan setiap orang berhak minta ganti rugi bila dokter berbuat salah. "Dalam banyak kasus di luar negeri, kita sudah tahu ini membuat dokter tak berani bertindak, atau menyertakan asuransi sehingga pelayanan kesehatan menjadi mahal," ujar Papilaya. Ketentuan tentang malapraktek, menurut dia, juga harus diatur menyeluruh. Ini untuk melindungi masyarakat, dan dokter juga dilindungi untuk kepentingan yang lebih besar. Selanjutnya, Kartono mengajukan contoh Pasal 30 yang membahas kewajiban tenaga kesehatan. Di sini disebut bahwa kewajiban tenaga kesehatan hanya menghormati dan menjaga kerahasiaan pasien. Menurut Kartono, kewajiban tenaga kesehatan jauh lebih kompleks dari kedua aspek yang sangat umum itu, misalnya keharusan memberikan informasi, mengatur dokumen medik, dan sebagainya. "Ini kan menyangkut hak pasien," tambahnya. RUU juga lupa menyertakan teknologi tinggi dalam pengobatan. Sudah diketahui bahwa ini menimbulkan banyak masalah. "Sehingga mengakibatkan pengobatan menjadi mahal, terapi berlebihan, dan sebagainya," ujar Kartono. Menurut dia, di sini harus ditetapkan prinsip yang di satu sisi melindungi masyarakat, sementara di sisi lain juga memanfaatkan kemajuan ilmu kedokteran dengan efektif. Dalam pada itu, Budi Yahmono, Kepala Bagian Perencanaan Perundang-undangan Departemen Kesehatan, mengutarakan, RUU yang kini dibahas sudah masuk ke Sekretariat Negara, tahun 1984. "Penyusunannya juga sudah melibatkan semua pihak, yaitu IDI, IAKMI, dan ahli-ahli hukum," katanya kepada Andy Reza Rohadian dari TEMPO. "Tapi Sekneg meminta dilakukan beberapa penyesuaian, maka kami membuat lagi beberapa perubahan." Jim Supangkat, Siti Nurbaiti, Priyono B. Sumbogo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus