SEBUAH tanda tanya muncul di Aljazair Jumat pekan lalu: apa sebenarnya yang terjadi? Soalnya, sudah tiga kali Jumat di Aljazair dihiasi dengan huru-hara, penangkapan-penangkapan, dan juga jatuhnya korban -- sejauh ini sudah 50 warga sipil dan sembilan polisi tewas. Tapi, pada Jumat pekan lalu hanya di kota Konstantin terjadi kerusuhan, dan itu pun tak membawa korban. Yakni ketika umat yang usai salat Jumat mencoba mempertahankan imam mereka yang hendak ditangkap petugas. Akhirnya petugas yang menang. Meredanya aksi kekerasan ini membuat Dewan negara, pemerintahan sementara Aljazair, mulai bersikap lebih lunak. Kata Mohammad Boudiaf, ketua Dewan Negara, dalam suatu wawancara dengan televisi Prancis, "Dengan situasi yang kembali tenang, saya harap keadaan darurat bisa segera dicabut." Pernyataan ini berbau basa-basi. Mungkin itu untuk konsumsi di luar Alajazair. Karena ketika ia menyatakan keadaan darurat, 9 Februari malam yang lalu, ia pun memperkirakan baru setahun kemudian keadaan darurat itu akan dicabut. Yang unik, Boudiaf memerintahkan agar dibentuk Badan Monitor Hak Asasi Nasional untuk menjamin perlakuan baik terhadap para tahanan politik. Ini merupakan rekasi positif terhadap tuduhan pihak Front Islamique du Salut (FIS) bahwa telah terjadi penyiksaan terhadap orang-orang yang ditangkap. Sampai saat ini memang belum jelas, apakah orang-orang FIS, yang disebut-sebut sebagai pengikut Islam "fundamentalis", yang ditahan di kamp Ouragla dan Haroun, ratusan kilometer dari Aljier, bakal diajukan ke pengadilan. Menteri Hak Asasai Ali Haroun, yang juga anggota Dewan Negara, hanya menegaskan tidak ada baik eksekusi maupun penyiksaan atas mereka. Ia juga menjanjikan bahwa sebagian besar dari tahanan akan dibebaskan dalam waktu tiga sampai enam bulan mendatang. "Jika keadaan sudah tertib kembali dan penyebab kerusuhan sudah dikuasai." Keadaan tertib tentunya bis dilihat. Tapi bagaimana soal "penyebab kerusuhan sudah dikuasai"? Sejauh ini sumber kerusuhan diduga datang dari masjid-masjid yang menjadi pusat pertemuan. Tempat ibadah umat Islam itu, dari 9.000 yang tersebar di seluruh Aljazair hanya beberapa saja yang dikuasai pemerintah. Karena, pemerintah memang gagal menyediakan "imam yang baik" sebanyak masjid yang ada, kata Menteri Agama Mohammad Benredouance. Maka, para pemimpin FIS dengan leluasa memanfaatkan masjid untuk menarik massa. Salah satunya adalah dengan membuka tempat mengadu bagi siapa saja. Ternyata lebih banyak orang yang datang ke masjid dan melaporkan masalah yang mereka alami dari pada yang datang ke, misalnya, kantor parlemen. Tak ada data berapa urusan yang diselesaikan oleh partai FIS, yang terjemahan harfiahnya adalah Front Islam Penyelamat, bukan front penyelamatan Islam. Sebagaimana pula tak ada angka yang pasti berapa sebenarnya masjid pemerintah dan masjid FIS. Yang jelas, beberapa masjid yang dikuasai FIS, seperti di kawasan kumuh Bab El-Qued dan Kouba di ibu kota, tak hanya menerima keluh-kesah rakyat, tapi juga membagi-bagikan uang kepada fakir miskin. Kegiatan ini diduga berhenti, setelah keadaan darurat diumumkan. Tapi tak ada kepastian, benarkah semua masjid mematuhi larangan itu. Lebih jauh lagi, tak dapat dijamin bahwa keadaan yang demikian ini bila dibiarkan terus-menerus, lama-lama akan membuat FIS mati dengan sendirinya. "FIS bukan aparat yang bisa dihancurkan dengan menutup kantor dan menagkapi orang-orangnya. FIS adalah suara hati rakyat," kata Abderrazak Rajjam, salah seorang pemimpin FIS yang kini masih tetap buron. Lagi pula tak ada yang dapat meramalkan bahwa kelompok radikal yang sering disebut Takfir wa Hijra tak melakukan aksinya lagi. Sejak pertengahan tahun 1980-an, sebelum FIS berdiri dan diakui secara legal, kelompok Islam yang melakukan kekerasan merupakan kelompok muda radikal yang punya semangat dan ketahanan tinggi. Dan setelah FIS muncul, sampai diberlakukan keadaan darurat, kelompok itulah yang diduga melakukan aksi-aksi kekerasan (TEMPO, 22 Februari). Pertanyaan tentang tak meledaknya hura-hara baru terjawab setelah Sabtu pekan lalu beredar pernyataan FIS yang menjelaskan FIS sengaja tak melakukan aksi apa pun. Ini untuk meyakinkan pemerintah bahwa mereka menhendaki "dialog politik yang serius untuk mencari jalan keluar krisis sekarang ini". Tampaknya Dewan Negara, pemerintah sementara dukungan militer ini, pun berniat mencari pemecahan dunia. Di antara menteri baru yang diangkat pekan lalu, adalah Said Guechi, salah seorang pendiri FIS. Meski, tahun lalu ia mengundurkan diri dari partai Islam itu karena menentang dewan demonstrasi FIS. Liston P. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini