Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri. Terdapat dua fase dalam penyakit ini, yakni fase TBC laten dan fase TBC aktif. Apa perbedaannya? Sebenarnya kedua fase tersebut dapat diobati dengan obat-obatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat bakteri TBC pertama kali masuk ke tubuh seseorang, mereka akan menyebabkan infeksi TBC laten. Dalam fase TBC laten, bakteri TBC akan tertidur di dalam tubuh manusia dalam waktu yang sangat lama bahkan hingga bertahun-tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada fase ini, seseorang tidak akan terlihat atau merasa sakit dan hasil rontgen dadanya pun terlihat tidak ada masalah. Meskipun pada fase TBC laten ini, seseorang tidak dapat menularkan bakteri TBC kepada orang lain, jika tidak melakukan pengobatan, infeksi TBC laten akan dapat menjadi TBC aktif dan seseorang mungkin tertular karenanya.
Umumnya fase TBC laten diobati dengan mengkonsumsi obat selama 9 bulan. Seperti dilansir dari laman Healthstate, seseorang dapat terkena infeksi TBC laten jika mereka pernah menghabiskan waktu bersama atau dekat dengan seseorang yang terinfeksi TBC aktif. Umumnya, jika bakteri TBC aktif telah berada di paru-paru, ia akan mudah menular kepada orang lain melalui batuk, bersin, berbicara, bahkan bernyanyi.
Sementara itu, jika bakteri TBC sudah memasuki fase kedua yakni TBC aktif maka bakteri aktif ini akan menyebar dan merusak jaringan tubuh penderita. Seseorang biasanya akan mulai merasakan sakit. Untuk menemukan dimana bakteri TBC membahayakan tubuh seseorang, ia harus menjalani serangkaian tes yang dianjurkan oleh dokter. Umumnya penyakit TBC aktif dapat diobati dengan meminum 3 sampai 4 obat selama minimal 6 bulan.
Lalu, bagaimana seseorang tahu jika dia memiliki infeksi TBC laten?
Jika infeksi TBC laten cenderung sulit dilihat melalui rontgen dada yang dilakukan, lantas bagaimana mengetahui bahwa bakteri TBC telah tertidur didalam tubuh kita? Untuk mengetahuinya, seseorang bisa melakukan tes yang disebut dengan mantoux. Mantoux atau yang sering disebut sebagai tes pirquet atau tes sensitivitas tuberkulin merupakan tes kulit yang digunakan untuk mendiagnosis tuberkulosis.
Dilansir dari laman Yashodahospitals, interpretasi tes ini didasarkan pada penentuan ada atau tidaknya jumlah pembengkakan lokal yang terjadi. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah seseorang telah membentuk respon imun terhadap bakteri penyebab TBC.
Ketika melakukan tes mantoux, dokter atau tenaga kesehatan akan menggunakan jarum kecil untuk menyuntikkan beberapa cairan pengujian yang disebut tuberkulin di bawah kulit lengan pasien. Unit tuberkulin yang disuntikkan ini merupakan turunan dari protein murni (PPD).
Selanjutnya, akan muncul benjolan merah kecil yang keras dalam kurun waktu 48 hingga 72 jam di tempat suntikan apabila pasien tersebut telah memiliki infeksi TBC laten. Oleh karena itu para tenaga kesehatan akan terus memeriksa lengan pasien tersebut dua atau tiga hari setelah melakukan tes mantoux, bahkan jika lengan sang pasien terlihat baik-baik saja pemeriksaan berlanjut tetap harus dilakukan.
Kemudian, dokter atau tenaga kesehatan pasien akan mengukur reaksi dari benjolan tersebut. Jika pasien tidak bereaksi terhadap tes mantoux, maka dia tidak terinfeksi TBC.
Tes mantoux adalah alat penting untuk membantu diagnosis TBC. Selain itu, tes ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi aktif lainnya. Biasanya dokter juga akan merekomendasikan tes darah lain untuk menentukan jenis infeksi TBC. Sebagai efek samping, seseorang mungkin akan mengalami demam setelah mengikuti tes mantoux.
Pilihan Editor: Kasus TBC Indonesia Nomor 2 di Dunia, Apa Kendala Pengentasan?