HEPATITIS B seperti momok. Diperkirakan lebih dari dua milyar manusia di dunia pernah terinfeksi virus yang menyebabkan kanker hati itu. Di Indonesia, menurut Dokter Ali Sulaiman, saat ini penderitanya sudah mencapai sepuluh juta. "Jumlah ini jelas menjadi sumber penularan yang membahayakan," katanya ketika dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam di FK Universitas Indonesia, Sabtu lalu. Indonesia tergolong negara dengan tingkat endemis menengah sampai tinggi. Berdasarkan penelitian ahli liver yang pernah belajar di Inggris dan Belanda ini, prevalensi hepatitis B di sini adalah sekitar 3,5-9,1%. Di luar Jawa angkanya 17%. Infeksi virus hepatitis B sangat unik. Usia penderita saat terkena menentukan, ia akan menjadi kronik atau tidak. Jika yang terkena infeksi adalah bayi, kemungkinannya lebih dari 90% akan mengakibatkan kronik. Sedangkan pada orang dewasa hanya 5-10% yang menjadi kronik. Jika sudah terkategorikan kronik, bisa menyeret orang itu menjadi sirosis hati pengerutan dan pengerasan -- dan bahkan menjadi kanker hati yang sampai kini belum dapat diobati. Menurut Ali Sulaiman, 53 tahun, terjadinya kanker hati bukan cuma karena virus hepatitis B, tapi juga disebabkan virus hepatitis C. Di dunia, diperkirakan terdapat 100 juta penderita hepatitis C. Dan 50% penderitanya cenderung menahun, yang pada gilirannya akan menjadi penderita kanker hati. Hepatitis generasi baru ini, di Indonesia, sudah menimpa sekitar lima juta orang. Total ada lima belas juta penduduk menderita virus hepatitis B dan C. Sepertiga jumlah tadi akan menjadi kronik. "Saat ini, lebih dari 80 persen kasus kanker hati dapat dicegah bila kita dapat mengontrol infeksi kedua jenis virus B dan C tersebut," kata ahli liver yang meraih doktor di Universitas Kobe Jepang dengan tesis Infeksi Virus Hepatitis B, Sirosis Hati, dan Karsinoma Hepatoseluler. Kini, mencegah virus hepatitis B yaitu dengan vaksinasi. Namun, untuk hepatitis C belum ada obat yang mampu menjadi bentengnya. Padahal, salah satu cara menularnya virus hepatitis C mirip dengan "abangnya", yakni melalui transfusi darah, dan bisa juga lewat bekas jarum suntik. "Sebaiknya, sejak sekarang dipikirkan skrining darah terhadap virus hepatitis C," kata Ali Sulaiman. Program vaksinasi hepatitis B pada bayi sangat perlu, karena angka yang menyebabkan kronik paling tinggi. Untuk itu, sejak 1987 sampai 1991, pemerintah melaksanakan pilot proyek vaksinasi hepatitis B di Lombok. Program itu berhasil, dan telah mampu menurunkan angka prevalensi sebesar 70%. Vaksinasi model Lombok itu akan dikembangkan ke dalam program imunisasi dasar di Nusa Tenggara Timur, Bali, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Pada tahun ini, Departemen Kesehatan telah mengembangkan proyek vaksinasi hepatitis ini di seluruh Pulau Jawa, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Tahun depan, akan dikembangkan ke semua provinsi. Untuk program tersebut tahun ini pemerintah menyisihkan anggaran Rp 15,5 milyar. Sampai tahun ini, menurut Dokter Gandung Hartono kepada TEMPO, diperkirakan 60% bayi sudah divaksin hepatitis B. Untuk membentengi bayi dari virus hepatitis B, yaitu dilakukan sebelum anak itu berusia dua minggu, karena belum terinfeksi dengan virus luar. "Program vaksinasi itu dibarengkan dengan program vaksinasi yang sudah berjalan selama ini," kata Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman itu. Selama ini, Depertemen Kesehatan mendapatkan vaksin itu dengan membeli dari Bio Farma, yang diimpor dari Korea. "Diharapkan Bio Farma nanti bisa membuat sendiri," kata Gandung menambahkan. Bagi penderita hepatitis B yang sudah parah, menurut Ali Sulaiman, alternatif pengobatan yang bisa dilakukan adalah dengan menyuntikkan interferon. Obat ini memberikan seberkas harapan. Namun, obat yang membantu meningkatkan daya tahan tubuh itu cukup mahal. Untuk sekali suntikan Rp 75 ribu. Tiap penderita membutuhkan 72 kali suntikan. Gatot Triyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini