Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAYI mini jarang tumbuh besar dan berusia panjang. Biasanya, belum sampai setahun, atau bahkan untuk melewati masa neonatus, 28 hari, setelah kelahirannya pun susah hidup. Bayi tak normal ini harus menjalani perawatan intensif dalam ruangan khusus dan perlu perhatian istimewa. Lain dengan Dewi Kusumayanti. Anak kedua pasangan Sabri, 33 tahun, dan Saini, 32 tahun, itu pada 2 Mei lalu genap berusia setahun. Ketika ia lahir di RS Mataram, Lombok, bobotnya cuma 550 gram. Saini, penduduk Kecamatan Kediri, Lombok Barat, ketika itu melahirkan tiga bayi sekaligus. Usia kehamilannya sekitar lima bulan. Bayi yang lahir pertama langsung meninggal, bayi kedua (1,3 kg) setelah bertahan lima hari, menyusul kakaknya. Tinggal Dewi Kusumayanti -- bayi ketiga yang badannya paling kecil. "Untuk menangani Dewi, dibentuk sebuah tim," kata Dokter Hananto Wiryo kepada Supriyanto Khafid dari TEMPO. Selama dirawat, menurut ketua tim Dewi itu, perkembangannya tiap hari dicatat. Pertambahan beratnya lambat. Pada sepuluh hari pertama, misalnya, berat badannya 650 gram: artinya naik hanya 100 gram. Setelah sebulan, beratnya 900 gram. Ketika Dewi menginjak usia dua bulan, pihak RS Mataram repot mengawasinya, karena terbatasnya alat. Ia dikirim ke RS Harapan Kita di Jakarta. Biasanya, pada bayi yang tak normal itu muncul banyak kelainan bawaan. Misalnya, penyakit jantung bawaan atau kondisi otaknya kurang beres. Enam bulan di Jakarta, kemudian diketahui bahwa saraf pendengaran Dewi kurang berfungsi. Dewi, Januari lalu, pulang ke kampung halamannya. Kini anak yang berat badannya 5,2 kg dan tinggi 57 sentimeter ini tampak sudah lincah. Terjadinya bayi mini disebabkan antara lain: lahir prematur, penyakit yang diidap ibunya, kelainan pada plasenta serta faktor genetis, dan akibat kekurangan gizi. Bisa juga ibunya mengalami guncangan jiwa, atau kecanduan merokok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo