SUPINI, dari Desa Dolok Malela, Kecamatan Siantar (Sum-Ut)
meninggal dengan menyedihkan tanggal 15 Juni yang lalu. Gadis
berusia 18 tahun itu sempat menarik perhatian masyarakat karena
menderita penyakit yang agak aneh. Tinjanya tak bisa keluar
secara normal selama 16 tahun. Sehingga ia kelihatan seperti
orang hamil 8 bulan.
Operasi pertolongan yang dilakukan tim dokter di Rumah Sakit
Tentara, Pematangsiantar, gagal memperpanjang hidupnya. Dari
dalam perutnya ditemukan usus besar tiga kali lebih gede dari
ukuran normal. Isinya kotoran melulu.
Penyakit yang menyiksanya dari tahun ke tahun itu sebenarnya
sudah dia bawa sejak lahir. Duburnya tumpat (atresiani) sehingga
kotorannya mampet. Karena harus keluar, kotoran mendesak ke sana
ke mari dan akhirnya mendobrak dinding vagina yang memang
lembek. Dari lubang di dinding kemaluan itulah kotoran keluar
bercampur dengan air seni.
Tumpatnya saluran anggota tubuh terkadang ditemukan pada bayi
yang baru lahir. Selain dubur, kelainan ini bisa juga terjadi
pada saluran yang menghubungkan mulut rongga perut.
Dengan operasi, 90% penyakit ini bisa diatasi.
Watiyem, ibu Supini cemas melihat keganjilan pada tubuh anaknya
yang keempat itu (Supini sembilan bersaudara). Supini yang masih
kecil dibawanya ke Rumah Sakit Umum di Pematangsiantar, 25 km
dari desanya. Di situ dia menyerahkan anak itu kepada dokter.
Tapi dokter meminta bersabar sampai Supini berusia 2 @ 3 tahun.
Karena tak sabar dan khawatir, Watiyem sempat memboyong anaknya
itu ke rumah sakit di Medan. Di sini pun dia disuruh menunggu
sampai beberapa tahun, supaya tubuh anaknya itu kuat untuk
menjalani operasi. Persis umur Supini 2 tahun barulah dia
dioperasi di Rumah Sakit Tentara, Pematangsiantar.
Operasi berjalan baik. Supini sudah bisa membuang air besar
lewat dubur yang sebelumnya bumpet. Setelah operasi ia
sehat-sehat saja. Tak pernah sakit, menurut cerita ibunya. Cuma
ketika menjelang usia 10 tahun sesekali dia sakit perut. "Tapi
segera sembuh dalam dua atau tiga hari kemudian," kata ibunya
kepada wartawan TEMPO Nian Poloan yang berkunjung ke rumah
keluarga yang sedang berkabung itu di Dolok Malela.
Satu-satunya dunia anak-anak yang tak dia lalui hanya sekolah.
Soalnya dia merasa malu karena ada teman-temannya yang usil dan
mencemoohkannya sebagai anak "tak berpantat". Maka dalam usia 15
tahun, Supini meninggalkan kampung halamannya dan bekerja
sebagai pembantu rumahtangga di daerah perkebunan Bahjambi,
jauh dari rumah orang tuanya. "Empat bulan sekali ia pulang.
Sampai Supini berusia 18 tahun tak ada tanda-tanda aneh yang
kelihatan pada dirinya," cerita ibunya.
Satu hari tiba-tiba Supini pulang dengan keluhan yang sempat
menggemparkan keluarga petani di pedalaman Simalungun itu.
Perutnya membengkak dan rasanya nyeri seperti ditusuk-tusuk.
Penyakit tak bisa membuang air besar yang pernah dideritanya
semasa bocah kumat lagi. Sekarang kotoran itu malahan keluar
dari sekitar lubang vagina. Bukan dari saluran kencing
sebagaimana dulu.
Pekerjaannya sebagai pembantu rumahtangga di Bahjambi masih dia
teruskan. Untuk mengatasi rasa nyeri dari perutnya yang terus
menggembung dia minum beberapa macam obat sakit perut. Tapi tak
menolong.
Tak tahan menanggung sakit, awal Juni yang lalu dia pulang
kampung. Untuk mengatasi penderitaannya dia langsung dibawa ke
Rumah Sakit Tentara, Siantar, tempat dia dioperasi 16 tahun yang
lampau. Kesimpulan dokter: ada kelainan pada usus. "Terjadi
peradangan pada usus besar sehingga mempengaruhi bagian dubur
yang sebelumnya memang sudah rusak," kata dr. Undanggani.
"Satu-satunya jalan dia harus dioperasi kembali."
Terlambat
Operasi yang berlangsung tanggal 3 Juni ternyata tak menolong
Supini. Timbunan kotoran yang berada dalam ususnya dianggap tim
dokter telah mengganggu daya tahan tubuhnya. Ketika luka bekas
operasi itu sudah ditutup dan Supini menunggu pemulihan, terjadi
komplikasi. Suhunya naik sampai 40øC.
Menurut dr. Undanggani operasi memang satu-satunya jalan untuk
mengatasi penyakit Supini. Tapi gadis itu datang terlambat.
"Mestinya paling lama lima tahun setelah operasi yang pertama
dia harus datang lagi memeriksakan kesehatannya," kata seorang
anggota tim dokter yang menangani Supini.
Watiyem, ibu Supini mengaku dr. Harnopijati (sekarang tinggal di
Jakarta) yang mengoperasi anaknya itu dulu memang berpesan untuk
datang lagi paling lama dua tahun kemudian. "Tapi karena tak ada
keluhan apa-apa dari anak saya, kami merasa tak perlu membawanya
ke dokter lagi," ucap wanita itu sedih.
Rupanya, seperti diuraikan Undanggani tanpa diketahui ada daging
yang tumbuh di bagian dubur Supini yang dioperasi tempo hari.
Daging itu kemudian membesar dan menghalangi jalannya kotoran.
Dan akhirnya merenggut nyawa gadis dari Siantar itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini