Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Nasib Supini, Gadis Siantar

Supini penduduk desa dolok malela, kec. siantar, sum-ut meninggal mengenaskan. duburnya tumpat (atresiani) sehingga kotorannya mampet. kotorannya keluar lewat vagina.

27 Juni 1981 | 00.00 WIB

Nasib Supini, Gadis Siantar
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SUPINI, dari Desa Dolok Malela, Kecamatan Siantar (Sum-Ut) meninggal dengan menyedihkan tanggal 15 Juni yang lalu. Gadis berusia 18 tahun itu sempat menarik perhatian masyarakat karena menderita penyakit yang agak aneh. Tinjanya tak bisa keluar secara normal selama 16 tahun. Sehingga ia kelihatan seperti orang hamil 8 bulan. Operasi pertolongan yang dilakukan tim dokter di Rumah Sakit Tentara, Pematangsiantar, gagal memperpanjang hidupnya. Dari dalam perutnya ditemukan usus besar tiga kali lebih gede dari ukuran normal. Isinya kotoran melulu. Penyakit yang menyiksanya dari tahun ke tahun itu sebenarnya sudah dia bawa sejak lahir. Duburnya tumpat (atresiani) sehingga kotorannya mampet. Karena harus keluar, kotoran mendesak ke sana ke mari dan akhirnya mendobrak dinding vagina yang memang lembek. Dari lubang di dinding kemaluan itulah kotoran keluar bercampur dengan air seni. Tumpatnya saluran anggota tubuh terkadang ditemukan pada bayi yang baru lahir. Selain dubur, kelainan ini bisa juga terjadi pada saluran yang menghubungkan mulut rongga perut. Dengan operasi, 90% penyakit ini bisa diatasi. Watiyem, ibu Supini cemas melihat keganjilan pada tubuh anaknya yang keempat itu (Supini sembilan bersaudara). Supini yang masih kecil dibawanya ke Rumah Sakit Umum di Pematangsiantar, 25 km dari desanya. Di situ dia menyerahkan anak itu kepada dokter. Tapi dokter meminta bersabar sampai Supini berusia 2 @ 3 tahun. Karena tak sabar dan khawatir, Watiyem sempat memboyong anaknya itu ke rumah sakit di Medan. Di sini pun dia disuruh menunggu sampai beberapa tahun, supaya tubuh anaknya itu kuat untuk menjalani operasi. Persis umur Supini 2 tahun barulah dia dioperasi di Rumah Sakit Tentara, Pematangsiantar. Operasi berjalan baik. Supini sudah bisa membuang air besar lewat dubur yang sebelumnya bumpet. Setelah operasi ia sehat-sehat saja. Tak pernah sakit, menurut cerita ibunya. Cuma ketika menjelang usia 10 tahun sesekali dia sakit perut. "Tapi segera sembuh dalam dua atau tiga hari kemudian," kata ibunya kepada wartawan TEMPO Nian Poloan yang berkunjung ke rumah keluarga yang sedang berkabung itu di Dolok Malela. Satu-satunya dunia anak-anak yang tak dia lalui hanya sekolah. Soalnya dia merasa malu karena ada teman-temannya yang usil dan mencemoohkannya sebagai anak "tak berpantat". Maka dalam usia 15 tahun, Supini meninggalkan kampung halamannya dan bekerja sebagai pembantu rumahtangga di daerah perkebunan Bahjambi, jauh dari rumah orang tuanya. "Empat bulan sekali ia pulang. Sampai Supini berusia 18 tahun tak ada tanda-tanda aneh yang kelihatan pada dirinya," cerita ibunya. Satu hari tiba-tiba Supini pulang dengan keluhan yang sempat menggemparkan keluarga petani di pedalaman Simalungun itu. Perutnya membengkak dan rasanya nyeri seperti ditusuk-tusuk. Penyakit tak bisa membuang air besar yang pernah dideritanya semasa bocah kumat lagi. Sekarang kotoran itu malahan keluar dari sekitar lubang vagina. Bukan dari saluran kencing sebagaimana dulu. Pekerjaannya sebagai pembantu rumahtangga di Bahjambi masih dia teruskan. Untuk mengatasi rasa nyeri dari perutnya yang terus menggembung dia minum beberapa macam obat sakit perut. Tapi tak menolong. Tak tahan menanggung sakit, awal Juni yang lalu dia pulang kampung. Untuk mengatasi penderitaannya dia langsung dibawa ke Rumah Sakit Tentara, Siantar, tempat dia dioperasi 16 tahun yang lampau. Kesimpulan dokter: ada kelainan pada usus. "Terjadi peradangan pada usus besar sehingga mempengaruhi bagian dubur yang sebelumnya memang sudah rusak," kata dr. Undanggani. "Satu-satunya jalan dia harus dioperasi kembali." Terlambat Operasi yang berlangsung tanggal 3 Juni ternyata tak menolong Supini. Timbunan kotoran yang berada dalam ususnya dianggap tim dokter telah mengganggu daya tahan tubuhnya. Ketika luka bekas operasi itu sudah ditutup dan Supini menunggu pemulihan, terjadi komplikasi. Suhunya naik sampai 40øC. Menurut dr. Undanggani operasi memang satu-satunya jalan untuk mengatasi penyakit Supini. Tapi gadis itu datang terlambat. "Mestinya paling lama lima tahun setelah operasi yang pertama dia harus datang lagi memeriksakan kesehatannya," kata seorang anggota tim dokter yang menangani Supini. Watiyem, ibu Supini mengaku dr. Harnopijati (sekarang tinggal di Jakarta) yang mengoperasi anaknya itu dulu memang berpesan untuk datang lagi paling lama dua tahun kemudian. "Tapi karena tak ada keluhan apa-apa dari anak saya, kami merasa tak perlu membawanya ke dokter lagi," ucap wanita itu sedih. Rupanya, seperti diuraikan Undanggani tanpa diketahui ada daging yang tumbuh di bagian dubur Supini yang dioperasi tempo hari. Daging itu kemudian membesar dan menghalangi jalannya kotoran. Dan akhirnya merenggut nyawa gadis dari Siantar itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus