SELEDRI, selain dipakai untuk penyedap masakan, juga mampu menurunkan kadar kolesterol dan tingkat tekanan darah. Di Cina dan beberapa negara Asia lainnya, seledri bahkan sudah sejak ratusan tahun dipakai sebagai ramuan obat tradisional. Kemudian, William Elliot dan Quang Le dari Universitas Chicago meneliti khasiat seledri dan minyaknya melalui uji farmakodinamik. Gagasan itu mereka peroleh dari buku pengobatan Timur yang terbit beberapa abad silam. Hasilnya dipresentasikan pada pertemuan ilmiah di Baltimore, Amerika Serikat, akhir April lalu. Dari hasil penelitian itu diketahui bahwa zat yang dikenal 3-n-butylphthalide dari empat batang seledri terbukti dapat menurunkan tekanan darah 12-14%, di samping menurunkan kadar kolesterol hingga 7%. Penemuan itu sebenarnya tidak baru. Zat tersebut, menurut Sardjono O. Santoso, Ketua Kelompok Kerja Obat Tradisional FK Universitas Indonesia, mungkin berasal dari asam-asam yang dikandung minyak seledri, yaitu yang diperoleh dari bijinya. Pada tahun 1980-an, Lily M. Perry dan Yudith Metzieger, juga pernah menulis tentang seledri menurunkan kolesterol, tekanan darah, dapat mengobati kelainan lambung, dan menghilangkan rasa sakit waktu menstruasi. Di Indonesia, keampuhan seledri sebagai obat pada tahun 1965 sudah dibukukan oleh Sudarman Mardisiswoyo dkk. dalam Tjabe Pujang Warisan Nenek Moyang. Dalam buku itu, antara lain disebut bahwa seledri menyembuhkan penyakit buta senja, encok, serta darah tinggi. Akar dan bijinya juga biasa dipakai mengobati penimbunan kelebihan cairan dalam jaringan tubuh dan membantu sistem pencernaan. Sebenarnya, Hson Mong Chang dan Paul Pui Hay Pat sudah lebih dulu melakukan penelitian tentang khasiat seledri ketimbang Elliot dan Le. Dua ahli pengobatan Cina itu bahkan melakukan uji klinis. Untuk hypercholesterol, mereka melakukan uji coba pada 20 orang yang memiliki kadar kolesterol 200 mg%, selama 20 hari. Kepada mereka tiap hari diberikan 10 batang seledri serta biji Zizibus jujuba. Hasilnya, 17 kasus (85%) mengalami penurunan rata-rata 41mg%. Untuk mengobati hipertensi, si pasien diberi 40 tetes cairan seledri yang digerus. Hasilnya, 26% percobaan memperlihatkan efek yang jelas. Dari penelitian itu diketahui bahwa senyawa alkaloid dalam biji seledri atau Qincai mempunyai efek sedatif (menenangkan) melalui saraf di hipothalamus. Orang yang memakan Qincai akan lebih tenang. Ketenangan itulah yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah tinggi. "Jadi, penurunan tekanan darah adalah karena efek penenang seledri," kata Sardjono. Artinya, minyak seledri hanya efektif menurunkan tekanan darah esensial seperti karena faktor psikis dan pikiran pada masa kehamilan awal atau pada saat menopause. Agaknya penemuan Elliot dan Le yang menarik adalah tentang akibat mengonsumsi seledri yang berlebihan. Seledri, menurut mereka, mengandung natrium yang justru meningkatkan tekanan darah serta akan berubah menjadi racun bila dikonsumsi banyak. Jika 3-n-butylphthalide terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan kolesterol, penemuan itu akan diproduksi untuk obat. Biasanya obat ini juga masuk ke Indonesia, dengan harga mahal. Dan ini dilihat Sardjono sebagai ancaman. "Padahal kita sudah sejak dulu tahu seledri itu bisa sebagai obat," katanya. Bambang Aji dan Indrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini