HANYA lantaran tergila-gila pada rasa gurih dan lezat, bumbu sintetis selalu digandrungi. Seruan para ahli kesehatan selama seperempat abad ini seakan tidak pernah dipedulikan. Padahal, mereka tidak jemu mengingatkan ancaman bahan penyedap itu bagi kesehatan. Menurut penelitian terakhir dari para ahli farmakologi di Prancis, bumbu penyedap dari monosodium glutamat (MSG) bahkan dapat merusak kelenjar pankreas. Selanjutnya, kerusakan organ tubuh itu akan menggiring penderita menjadi pengidap kencing manis atau diabetes mellitus. Tim peneliti pada Pusat Farmakologi dan Endokrinologi itu bekerja sama dengan tim dari Laboratorium Farmakologi dan Farmakodinamik Loubatieres di Montpellier, Prancis. Mereka menemukan bahwa glutamat melakukan ikatan dengan reseptornya di dalam pankreas. Akibatnya, pankreas akan memproduksi insulin lebih banyak dari biasanya. Dengan dipacunya produksi insulin, otomatis perombakan kadar gula dalam darah mengalami peningkatan. "Itulah yang membuat glutamat bisa sebagai salah satu faktor penyebab diabetes," kata Joel Bockaert, ketua tim penelitian gabungan itu. Dalam penelitian yang menggunakan beberapa tikus (mencit) itu mereka mengisolasi organ pankreas binatang percobaan tersebut ke dalam tabung pembiak. Pankreas itu kemudian dibubuhi larutan glutamat yang diberikan secara invitro, atau di luar tubuh. Biakan pankreas tadi disimpan di tabung inkubator. Dari hasil penelitian itu, ternyata pankreas yang mendapat perlakuan dengan glutamat mengeluarkan insulin lebih banyak dibandingkan dengan biakan pankreas yang tanpa glutamat. Inilah yang membuat kelenjar pankreas makin lama mengalami kerusakan. Dalam keadaan normal, peningkatan insulin berkaitan erat dengan melonjaknya kadar gula dalam darah. Gula yang berlebih itu, dengan bantuan insulin, akan dirombak menjadi energi yang kemudian disimpan dalam jaringan tubuh seperti otot, jaringan lemak, dan hati. Peneliti tersebut menemukan bahwa efek dari glutamat itu lebih nyata bila dibarengi tingginya kadar gula. Namun, dalam kadar gula yang rendah pun, pengeluaran insulin masih terus berlangsung jika kelebihan glutamat. Artinya, insulin yang dihasilkan itu berasal dari gertakan glutamat tadi. Sandor Erdo, ahli reseptor sel berkebangsaan Hungaria yang kini bermukim di Swedia, antara lain telah menelaah reseptor glutamat pada pankreas, kelenjar adrenal, dan hati. Menurut dia, tidak otomatis glutamat menimbulkan masalah kesehatan. Untuk sampai menimbulkan gejala klinis, di samping dosisnya harus tinggi, juga kondisi tubuh ikut berperan. Para peneliti yang mengidentifikasi reseptor glutamat itu kini memperjelas temuan ahli neurologi yang telah mencatat sekurangnya tiga subtipe reseptor glutamat dalam susunan saraf pusat. Guna mengantarkan transmisi pesan ke dalam otak, glutamat memang diperlukan. Hanya, dalam jumlah yang berlebihan, bahan kimia itu akan berubah menjadi racun yang akan membunuh sel saraf. Akibatnya, penderitanya sering pusingpusing. Ini akibat adanya kematian sel saraf dan proses degeneratif. Dalam kondisi biasa glutamat dibutuhkan karena bagian dari molekulnya, yakni asam glutamat, adalah asam amino bahan pembentuk protein dalam tubuh. Prof. Arne Schousboe, ahli peneliti di Sekolah Tinggi Farmasi di Kopenhagen, Denmark, menyambut baik hasil temuan sejawatnya itu. "Temuan itu menarik, karena pankreas tidak punya sistem penangkal seperti yang terdapat pada otak. Karena, glutamat yang diduga berbahaya pada otak selama ini bisa dihadang," katanya kepada TEMPO. Penelitian di Prancis itu, menurut Prof. F.G. Winarno, baru absah bila telah mendapat persetujuan dari JECFA (Joint Expert Committees on Food Additives), yaitu lembaga yang dibentuk WHO dan FAO yang khusus menangani masalah keamanan bahan makanan tambahan kimiawi. Tampaknya, hasil penelitian di Prancis itu belum tiba ke meja JECFA. "Di dunia ini sudah ratusan penelitian mengenai kontroversi MSG," kata guru besar ilmu pangan dan gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) itu kepada Taufik Alwie dari TEMPO. Apa untung-rugi mengonsumsi MSG? Menurut bekas Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB itu, selama dalam takaran normal menambahkan vetsin dalam masakan tak akan merugikan kesehatan tubuh. "Malah akan membangkitkan cita rasa masakan dan menambah selera makan," ujar Winarno. Sementara itu, nikmatnya cita rasa makanan itu agaknya bisa membuat para konsumennya melupakan takaran MSG yang dituangkan. Apalagi gejala klinis yang ditimbulkan tidak dapat dideteksi. Maka, tak mustahil kadar rendah MSG yang dikonsumsi makin lama menumpuk dalam tubuh. "MSG akan mengancam tubuh jika dituangkan dalam makanan dengan dosis tinggi. Tindakan itu malah membuat masakan tidak lagi lezat," kata Schousboe. Mengenai MSG ini, Prof. Iwan Darmansyah masih belum sepakat kalau MSG dikatakan aman. "Sebelum ada studi yang tuntas, saya tak setuju kalau dikatakan MSG tidak punya efek samping," kata farmakolog dari Universitas Indonesia itu kepada Indrawan dari TEMPO. Memang belum ada data secara klinis korban pemakai bumbu masak itu. Ketika seseorang mengunyah makanan, ia akan merasakan ada perbedaan antara makanan yang banyak dituangi vetsin dan yang sedikit mengandung bumbu masak itu. "Dan apakah ia bisa segera merasakan dampak MSG dalam tubuhnya?" tanya Iwan Darmansyah. Ini yang tak segera terjawab. Gatot Triyanto (Jakarta) dan Bambang Purwantara (Kopenhagen)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini