Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Obat Menunda Kelahiran

Obat ritodrine yang dikenal sebagai obat untuk mengatasi bayi lahir prematur, kini diragukan. Obat ini selain tak mampu memperpanjang masa kehamilan dan mengatrol bobot bayi, juga penimbunan cairan di paru-paru.

22 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Walau sudah disetujui FDA, obat ini dituding menumpukkan cairan dalam paru-paru. JANIN yang belum cukup umur keburu nongol memang repot. Tidak hanya ibunya saja yang dibuat kalang kabut, yaitu tidak sekadar menyiapkan popok, juga dokter yang merawatnya dibuat sibuk. Selama ini salah satu obat untuk mengerem munculnya bayi preterm -- atau yang dikenal sebagai bayi prematur -- antara lain dengan memberikan obat ritodrine. Mulai tahun 1980 obat tersebut telah disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) di Amerika Serikat. Sejak itu ritodrine dipakai untuk mencegah kontraksi rahim yang belum saatnya. Paling tidak, dengan perlakuan tersebut kasus kematian bayi dan cacat jangka panjang akibat kelahiran prematur dapat direm. Obat ini kemudian dipakai secara meluas. Diperkirakan sekitar 24 negara mengonsumsikannya. Obat ini produksi Bristol-Myers, Kanada, dan Philips-Duphar, Belanda. FDA juga menyetujui pemakaian ritodrine sebagai obat satu-satunya yang dipakai di AS guna mengatasi bayi yang lahir prematur. Namun belakangan ini bukti kemujarabannya diragukan oleh para ahli. Sebuah studi yang dilakukan The Canadian Preterm Labor Investigator Group, yaitu penelitian gabungan ahli kedokteran dari berbagai universitas dan rumah sakit, telah mengevaluasi untung rugi bila menggunakan ritodrine. Hasil penelitian yang dimuat dalam The New England Journal of Medicine akhir bulan lalu itu menyebutkan penggunaan ritodrine ternyata tidak memberi keuntungan nyata untuk menekan kematian bayi ketika menjelang kelahirannya. Terbukti juga, obat ini tak mampu memperpanjang masa kehamilan dan mengatrol bobot janin seperti diiklankan produsennya. Studi pada ibu hamil dengan gejala kontraksi ini, antara 2035 minggu kehamilan, dilakukan di enam rumah sakit di Kanada. Pada pasien yang diikutkan itu sekurangnya telah menunjukkan gejala kontraksi kencang yang teratur antara empat kali dalam 20 menit atau enam kali dalam 60 menit. Kriteria lainnya, juga digunakan adanya aktivitas rahim yang disertai dengan pecahnya selaput janin, atau pembukaan leher rahim selebar 2 cm atau lebih. Penelitian semula merekrut empat ribu pasien. Setelah melewati seleksi, yang memenuhi kriteria itu terjaring 708 orang. Pasien yang terdiri atas ibu hamil tadi dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, 352 orang, menerima infus ritodrine, dan sisanya, 356 orang, menerima plasebo berupa larutan dextrosa. Infus ritodrine diberikan secara terkontrol sampai periode tertentu. Pengobatan dihentikan pada saat tanda efek samping yang membahayakan, seperti jantung berdebar, tekanan darah meningkat, atau rasa sakit dalam dada. Setelah tandatanda itu hilang, pasien lalu dibekali dengan tablet. Kelompok pertama diberikan tablet berisi ritodrine dan kelompok kedua disuguhkan plasebo. Tablet tersebut diminum selama lima hari. Setelah pengobatan itu dinyatakan selesai, kehamilan dibiarkan berlangsung tanpa campur tangan obat lain. Para peneliti menemukan bahwa ritodrine hanya mampu mengurangi kejadian kelahiran dalam jangka pendek, yakni 48 jam setelah pengobatan. Obat tersebut terbukti tidak mampu memperpanjang kehamilan setelah periode tadi. Ratarata ibu yang menunjukkan gejala kontraksi itu melahirkan setelah 27 hari bagi kelompok yang minum ritodrine dan 24 hari bagi kelompok yang minum plasebo. Perbedaan tidak nyata antara kedua kelompok tadi terlihat pula pada beberapa hal, seperti jangka waktu kehamilan dan proporsi bayi yang lahir di bawah 2.500 gram. "Studi ini menunjukkan bahwa ritodrine menguntungkan hanya pada kehamilan di bawah 28 minggu," kata Dokter Jean Marie Moutquin, ketua tim peneliti itu. Angka kematian bayi tidak jauh berbeda, yakni masing-masing 6,1% pada kelompok ritodrine dan 6,4% pada plasebo. Penyebab utama kematian, 40% karena janin belum cukup umur, disusul kelainan pernapasan dan cacat bawaan. Di sisi lain, ritodrine menyimpan efek samping. Yaitu, adanya penimbunan cairan di paru-paru. Beberapa komplikasi lain juga sering mengikutinya, antara lain, sakit di sekitar dada, detak jantung tidak teratur, serta sakit kepala. Sejauh ini telah dilaporkan 14 kematian ibu hamil akibat penggunaan obat ini. Penggunaan ritodrine yang makin meluas, tidak bisa disangkal, karena muncul gejala meningkatnya kasus bayi prematur. Padahal kelahiran janin belum cukup umur ini erat kaitannya dengan kematian bayi. Di AS, dua pertiga dari 40 ribu bayi yang tidak sempat mencapai ulang tahun pertamanya adalah bayi dengan berat kurang dari 2.500 gram. Sejak diluluskannya obat ini beredar di pasaran, di AS tiap tahun sekitar 100 ribu ibu hamil menerima infus ritodrine. Diperkirakan 3-9% dari jumlah ibu hamil tersebut akan terancam penimbunan cairan di paru-parunya. "Berdasarkan temuan baru dari Kanada itu, dan kenyataan meningkatnya bayi lahir prematur pada sepuluh tahun terakhir ini, maka FDA perlu mengkaji ulang pemakaian retodrine," kata Dokter Gary Cunningham dari Southwestern Medical School, Universitas Texas. Temuan terakhir dari tim Kanada yang melibatkan banyak pasien itu setidaknya menggugat kembali keabsahan obat ini. Di Indonesia obat ini belum masuk pasar. Selama ini, untuk mengatasi kontraksi dini, dokter kandungan biasanya menggunakan obat Ventolin, Bricasma, dan Duvadilan. "Kasus bayi yang kurang bulan, biasanya akibat infeksi di vagina dan mulut rahim," kata Dokter Gulardi H. Wiknjosastro. Dan untuk mencegah infeksi tersebut, menurut kepala subbagian Fetomaternal, Bagian Obstetri dan Genekologi FK Universitas Indonesia itu, salah satu adalah dengan cara menggunakan kondom jika suami berhubungan intim dengan istrinya yang sedang hamil. Gatot Triyanto dan Bambang Purwantara (Kopenhagen)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus