Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Operasi terkun dan gunawan simon

Dr. soejono yang menjadi pembicara pada simposium psikosomatis membahas masalah pengobatan non konvensional yang dilakukan dr. gunawan simon. simon yang merasa dihina menuntut dr. soejono. (ksh)

9 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SAYA tidak akan menarik ucapan saya. Ini prinsip. Sudah waktunya kita membersihkan dunia kedokteran dari terkun-terkun," ujar dr. Soejono Prawirohardjo. Ucapan ahli jiwa dan saraf Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, itu ditujukan keDada dr. Gunawan Simon dari Bandung. Dokter yang pernah merawat Almarhum Adam Malik itu menuntut Soejono ke pengadilan dengan tuduhan melakukan penghinaan atas dirinya. Ramai-ramai Gunawan Simon versus Soejono itu bermula dari Simposium Psikosomatis yang diselenggarakan Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, 16 Februari lalu. Soejono, yang hadir dalam forum itu sebagai salah satu pembicara, kepada wartawan mencoba memberikan penjelasan atas makalahnya dengan mengambil contoh kasus pengobatan Adam Malik yang meninggal karena kanker hati. Pengobatan bekas wakil presiden yang melibatkan dr. Gunawan Simon itu, selain mendapat perhatian pers sangat luas, waktu itu memang membuahkan pula perdebatan yang berkepanjangan tentang cara pengobatannya. Ketika menyinggung kasus itulah Soejono dituduh Simon melancarkan penghinaan, karena mengungkapkan pengobatan Adam Malik yang dilakukannya sebagai usaha pempuan. Gunawan Simon, kemudian, melalui tiga pengacaranya mengadukan dr. Soejono,25 Februari silam, ke Polda Jabar, dan selanjutnya akan menuntutnya ke pengadilan karena dianggap melakukan fitnah dan pencemaran nama balk. Makalah Soejono, sesuai dengan tema simposium, berkisar soal psikosomatis. Dan pokok bahasan Soejono adalah mempertentangkan pengertian psikosomatis yang sudah umum dengan psikosomatis hasil revisi perkembangan ilmu. Pengertian psikosomatis yang umum, yang dikenal selama ini, adalah kelainan patologis anatomis yang ditimbulkan oleh konflik emosional yang kronis. Atau, hubungan gejala kejiwaan yang mengakibatkan adanya keluhan sakit fisik. Soejono mengutarakan bahwa pengertian ini sudah kuno, karena hanya menyangkut lingkup kejiwaan seseorang. Ahli saraf dan jiwa yang memperdalam psikiatri sosial di Universitas Groningen, Nederland, itu mengemukakan pendekatan baru dalam melihat suatu penyakit, yaitu somatopsikososial. Maksudnya, penyebab penyakit bukan cuma jiwa dan badan. Bukan cuma hal mikro, seperti virus, hormon, dan sel-sel, tapi juga hal makro: urbanisasi, polusi, dan resesi, misalnya. Somatopsikososial tentunya membuahkan prinsip-prinsip diagnosa dan terapi yang lebih kompleks, meliputi aspek klinis, psikologis, kultural. Sementara itu, dokter masa kini, menurut Soejono, terlampau menekankan diagnosa dan terapi klinic. Dalam membahas somatopsikososial ini, Soejono memperkenalkan beberapa pemikiran tentang apa yang disebut "sembuh". Sesuai dengan isi makalahnya, ia mengemukakan beberapa macam kesembuhan: kesembuhan klinis, kesembuhan psikologis, kesembuhan sosial, dan kesembuhan simbolis atau kesembuhan semu. Rupanya, kasus Gunawan Simon dipakai oleh Soejono untuk memperjelas persoalan pengertian kesembuhan ini.Dalam kasus Gunawan Simon, Soejono mengatakan, "Ia tidak menyembuhkan secara medis secara sosial juga tidak. Sembuh simbolis mungkin." Penyakit Adam Malik, menurut ketua Yayasan RS Neurologi, Yogyakarta, itu merupakan penyakit berat yang oleh ilmu kedokteran, paling tidak sampai saat ini, belum terjangkau. "Lihat saja," kata Soejono, "London sudah angkat tangan, Jepang juga angkat tangan, Indonesia juga. Nah, kalau ada dokter mengaku bisa menyembuhkannya, itu namanya penipu." Tudingan inilah rupanya yang telah membuat Gunawan Simon naik pitam. Ditemui TEMPO, Jumat pekan lalu, dokter yang enam bulan lalu sempat diperiksa IDI Bandung karena kasus pengobatan Adam Malik itu membantah tuduhan Soejono. Dia merasa tak pernah menggunakan kata "sembuh" untuk Adam Malik. "Kalau sudah sembuh, kenapa Almarhum waktu itu masih berobat kepada. saya? Berarti 'kan belum sembuh," katanya. Bagi Gunawan Simon, apa yang disebut sembu ialah secara subyektif dirasakan oleh pasien dan sekaligus secara obyektif sembuh klinis. "Selama ini memang ada kesan, orang menuduh pasien saya hanya sembuh secara simptomatis. Justru pengobatan saya ialah sekaligus mengusahakan sembuh simptomatis dan klinis," ujar Simon lagi. Cara pengobatan Gunawan Simon memang menjadi topik pemeriksaan IDI Bandung tempo hari. Waktu itu tidak jelas apakah dokter lulusan Unpad itu kemudian menjelaskan cara-cara pengobatannya kepada organisasi profesi tersebut. Namun, yang pasti, Gunawan Simon mengeluarkan pernyataan permintaan maafnya dan janji untuk meninggalkan praktek nonkonvensionalnya - setidaknya begitulah laporan lisan yang diterima IDI Pusat dari Bandung. Bagi IDI Pusat, kasus Gunawan Simon itu memang dianggap belum selesai. Menurut dr. Kartono Mohamad, wakil ketua IDI Pusat, IDI Bandung belum menyelesaikan persoalan kasus itu secara tuntas. "Saya harap akan bisa diselesaikan dalam waktu dekat ini," ujar Kartono. Barangkali ini memang perlu, lebih-lebih setelah Soejono dari Yogyakarta mempersoalkan kembali kasus Gunawan Simon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus