Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Meski ada imbauan hindari kerumunan di masa pandemi Covid-19, masih banyak orang yang sengaja datang ke keramaian, apapun acaranya. Berada di tengah konser musik berskala besar, berdesakan di antara pengantre diskon tengah malam, menyaksikan pertandingan bola secara langsung, atau berjalan bersama ribuan demonstran adalah sebuah kegiatan yang disenangi sebagian orang, bahkan membuat ketagihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fenomena ini tentu bukan dengan alasan hanya sekadar suka pada suatu benda, hobi, atau isu terkini, namun ada penjelasan dari sisi psikologi mengapa orang senang berada di tengah keramaian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Orang lain mempengaruhi hidup kita
Psychology Today menyebutkan orang lain turut andil dalam mempengaruhi perilaku kita. Salah satu alasannya karena kita hidup dalam dunia yang kompleks. Seseorang akan senang jika ada orang lain yang menavigasi hidupnya.
Psikolog Robert Cialdini, dalam buku Influence: The Psychology of Persuasion memberikan contoh melalui sebuah iklan yang menggunakan kata "paling laris". Orang yang melihat tidak perlu diyakinkan apakah produk tersebut baik atau tidak, mereka hanya perlu mengetahui orang lain berpendapat demikian.
Dengan kata lain, mengikuti kerumunan memungkinkan seseorang dapat berfungsi dalam lingkungan yang rumit sebab tidak semua orang memiliki waktu untuk menambah pengetahuan atau meneliti sesuatu dengan detail. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang bertahan bila bersatu. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi psikologi seseorang.
Seorang peneliti di Universitas Essex, Julia Coultas, mengatakan, "Bagi seseorang yang bergabung dengan suatu kelompok, meniru perilaku mayoritas akan menjadi perilaku yang masuk akal dan adaptif."
Di masa lalu evolusi, nenek moyang selalu berada di bawah ancaman. Kesadaran yang tajam tentang orang lain membantu nenek moyang bertahan hidup di dunia yang berbahaya dan tidak pasti.
Manusia modern telah mewarisi perilaku adaptif tersebut. Refleksi yang bijaksana tentang pengaruh sosial dapat membawa kita pada kesadaran yang lebih besar tentang diri sendiri dan hubungan dengan orang lain.
Berada di kerumunan sangat menyenangkan
Menurut Independent.ie, seorang psikolog dari Universitas Sussex, John Drury, mengatakan hasil penelitiannya memperlihatkan orang-orang yang berada di tempat yang sangat ramai justru menemukan diri yang seutuhnya. Survei ini dilakukan pada penonton yang menyaksikan DJ Fatboy Slim di Big Beach Boutiquw pada 2002 yang dihadiri oleh 250.000 orang.
"Itu memang acara yang sangat ramai. Namun, di antara peserta survei kami, semakin mereka mendefinisikan diri sebagai bagian dari kerumunan, semakin sedikit mereka melaporkan merasa terlalu ramai," kata Drury.
Pada acara musik, kerumunan adalah bagian penting dari daya tarik. Meski berada di tempat ramai dengan berbagai identitas, ruang pribadi mereka tidak akan terusik.
"Pada saat orang berbagi identitas sosial dengan kita, kehadiran mereka sama sekali tidak mengganggu ruang kita. Mereka bukan 'yang lain', mereka adalah 'kita'," ujar Drury.
Menyatu dalam kerumunan
Sementara itu, The Cut menyebutkan bahwa kata "kegembiraan kolektif" sudah diciptakan oleh sosiolog Prancis, Emile Durkheim, sejak seabad lalu untuk menggambarkan euforia yang menular. Ini merupakan perasaan yang bersinar saat terkoneksi dengan manusia lain.
Shira Gabriel dari SUNY Buffalo, sebuah universitas di Bufallo, New York, mengatakan kegembiraan kolektif adalah sebuah hasrat memenuhi kebutuhan manusia untuk menjadi bagian dari sebuah kelompok sosial dengan cara yang cenderung diabaikan, seperti mengikuti aksi protes, menyaksikan pertunjukan atau olahraga pro agar lebih merasa terhubung, bahagia, dan bermakna secara pribadi.
"Ini adalah pengalaman khusus, perasaan terhubung, bisa berada di keramaian raksasa seperti itu. Anda dan semua orang di stadion mengetahui lagu-lagunya, dan ketika merasakan not-notnya menyatu, Anda mengalaminya secara kolektif. Anda merasakan hal yang sama meski tidak mengenal semua orang di sana," kata Gabriel.