NYONYA Budi?sebut saja namanya begitu?mungkin tak pernah menyangka suaminya harus bersekolah lagi ketika usianya sudah 58 tahun. Apalagi sekolah yang dimasuki sang suami, mantan pejabat eselon satu di Departemen Keuangan, bukan sekolah biasa. Kalau bisa memilih, ia tentu tak ingin suaminya bersekolah di situ. Apa boleh buat. Pendarahan otak yang menyerang suaminya pada tahun 2000 membuat sang suami tak bisa melakukan aktivitas apa pun. Maka, sekitar seminggu lalu Nyonya Budi mendaftarkan suaminya ke sekolah khusus, Sekolah Stroke Karmel, di Jakarta.
Beruntung, sang mantan pejabat yang sejak sakit harus selalu dilayani dan hanya bisa berbaring di tempat tidur itu cepat menyerap pelajaran. Menurut Nyonya Budi, kondisi suaminya terlihat membaik setelah tiga kali bersekolah. "Kini Bapak sudah bisa menggerakkan anggota badannya dan mulai membiasakan memegang sesuatu," wanita berjilbab itu bersyukur.
Kebahagiaan serupa juga dirasakan Isti, yang terpaksa menyekolahkan ibunya ke Karmel. Sejak terserang stroke enam bulan silam, kondisi sang ibu, menurut Isti, makin buruk hingga akhirnya tidak bisa berbicara. Mulai dua pekan lalu ibu Isti pun menjadi murid sekolah di kawasan Kemanggisan itu. Ia mengikuti kelas mandiri dan terapi karaoke. Hasilnya mulai terlihat. Lagu-lagu sederhana yang biasa dinyanyikan balita, seperti Burung Kakatua, Abang Becak, atau Dondong Opo Salak, kini sudah ia kuasai.
Keberhasilan terapi stroke sebenarnya bukan hanya milik Sekolah Stroke Karmel, yang mulai menerima murid Januari lalu dan akan diperkenalkan lebih luas ke khalayak Maret mendatang. Banyak panti rehabilitasi stroke yang tersebar di beberapa tempat di Jakarta pun menyimpan kisah serupa. Cuma, sistem yang diberlakukan di sekolah banyak diikuti mantan pejabat tinggi itu berbeda dari panti rehabilitasi yang lain.
Sekolah yang didirikan Hermawan Suryadi, dokter ahli saraf yang berpraktek di Klinik Prorevital, dilengkapi dengan fasilitas pemeriksaan stroke berkala, sarana tempat berlatih, dan bebagai metode terapi yang unik, antara lain terapi karaoke, terapi stik golf, terapi senam, terapi dansa, terapi berhitung, terapi mengenal bentuk, gambar, dan warna. Satu lagi terapi yang tak kalah penting: terapi interaksi sosial. Setiap terapi itu dilengkapi dengan sistem penilaian yang bertujuan memotivasi pasien mengingkatkan kemampuannya.
Seperti sekolah biasa, sekolah stroke itu juga punya beberapa kelas. Tingkat dasar di Sekolah Stroke Karmel diikuti pasien stroke parah yang sudah tidak bisa apa-apa lagi. Tingkat selanjutnya adalah kelas mandiri, yang mengajarkan pasien stroke untuk melakukan berbagai aktivitasnya secara mandiri. Kelas ini diikuti pasien yang sudah bisa memegang alat sehingga bisa diajari untuk membuka pakaian, makan, dan menulis.
Kelas selanjutnya adalah kelas interaksi sosial. Pesertanya adalah pasien yang sudah bisa melakukan aktivitas sehari-hari. Bila kelas ini sudah terlampaui, pasien boleh masuk kelas kelompok. Di sini pasien yang sudah mampu berinteraksi bisa berbagi pengalaman satu sama lain. Pasien yang sudah sampai pada taraf ini sudah bisa mengikuti kelas out door?semacam kelas refreshing. Di sini pasien secara berkelompok pergi ke daerah pegunungan, pantai, atau tempat rekreasi.
Hermawan pun melengkapi sekolahnya dengan sistem pemberian PR atau pekerjaan rumah. Setiap pasien dilengkapi buku harian yang harus diisi anggota keluarganya untuk melaporkan perkembangan aktivitas pasien. Sistem semacam inilah agaknya yang membuat Sekolah Karmel terlihat unik. Sistem yang melibatkan keluarga itu diharapkan bisa membuat pasien stroke tak merasa dikucilkan, sehingga motivasi pasien untuk cepat sembuh pun makin besar.
Menurut Teguh A.S. Ranakusumah, ahli saraf dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, kepedulian masyarakat terhadap stroke memang masih rendah. "Pendidikan stroke untuk masyarakat perlu digalakkan," katanya.
Alhasil, sebenarnya bukan hanya pasien stroke yang perlu bersekolah. Orang di sekitar penderita stroke pun perlu belajar mengenali penyakit yang dialami 150 orang dari setiap 100 ribu penduduk itu. Orang perlu diingatkan terhadap gejala stroke sementara seperti sakit kepala tiba-tiba, kesemutan, kehilangan keseimbangan, atau pandangan mata kabur, agar penyakit penyebab kematian nomor dua di Indonesia itu bisa segera ditangani sejak dini. Jangan lupa, bila stroke ditangani pada saat masih dalam "periode emas", penderita punya kemungkinan besar pulih sempurna.
Hadriani Pudjiarti dan Purwani D. Prabandari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini