PARA pekerja di tempat-tempat yang mengeluarkan suara bising,
cepat atau lambat, terancam tuli. Keadaan akan lebih parah lagi
jika di tempat-tempat serupa itu para pekerja tidak memakai alat
pengaman pendengaran (ear muff). Sebuah penelitian yang
hasilnya diungkapkan di Kongres Nasional VII Perhimpunan Ahli
THT (Perhati) di Surabaya awal pekan lalu, menunjukkan
pendengaran 18 orang di antara 69 karyawan Balai Yasa PJKA Yogya
yang diteliti, terganggu.
Dokter Rubinny, spesialis THT dari Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat FK-UGM, yang melakukan penelitian itu, menyebutkan
pula, di antara karyawan Balai Yasa PJKA tadi 28 orang terkena
gangguan pendengaran tingkat ringan. Sisanya, 23 orang, tak
menunjukkan tanda-tanda terkena gangguan -- karena mereka
bekerja di tempat yang tingkat bisingnya rendah. Di bengkel
lokomotif dan pembuat gerbong KA itu tak seorang pekerja pun
memakai pelindung tehnga.
Ketika masih dalam tahap penyelesaian, para pekerja di Bendungan
Serba Guna Wonogiri, juga menjadi sasaran penelitian dr.
Rubinny, 40 tahun. Dari 76 pekerja di sana, ia menemukan empat
orang dengan pendengaran yang sudah terganggu (ringan dan
sedang) dan 21 orang yang kurang pendengaran pada frekuensi
suara tertentu (2.000 H.). Golongan pertama telah bekerja 3«
sampai 19 tahun dengan alat-alat atau tempat kerja bising.
Pekerja-pekerja di sini pun tidak ada yang pernah memakai
pelindung bising.
Tapi sebaliknya dilapangan terbang Adisutjipto, Yogya, dengan
berbagai suara pesawat terbang yang serba memekakkan itu, tak
seorang pun yang terganggu dari 72 karyawan yang diselidiki.
Semua karyawan yang diteliti memang memakai ear muff tiap kali
menghadapi pesawat turun-naik, maupun ketika mencoba mesin.
Kerusakan pendengaran karena suara bising di tempat kerja
(industrial deafness) banyak terjadi di negara industri maupun
yang sedang membangun. Suara-suara bising yang berasal dan
mesin-mesin menggetarkan membrana tympani di dalam telinga.
Getaran itu terus masuk lebih dalam lagi dengan getaran lebih
kuat pada membrana basilaris. Gelombang suara itu lalu merobek
sel-sel rambut membrana -- dan terganggulah pendengaran.
Gangguan itu sudah dapat terjadi apabila seseorang bekerja pada
lingkungan suara dengan intensitas 85 dB (decibel) dalam jangka
waktu lebih dari 300 menit terus menerus. Sedangkan di Balai
Yasa PJKA ditemukan intensitas suara antara 90 sampai dengan 116
dB. Di Bendungan Serba Guna Wonogiri 92 hingga 123 dB. Di
pangkalan udara Adisutjipto para pekerja biasa dengan 115 hingga
125 dB. Di Indonesia, pemerintah sudah menentukan kebisingan di
tempat kerja tidak boleh lebih dari 80 dB.
Oleh karena itu Rubinny, melalui hasil penelitiannya,
menganjurkan agar perusahaan-perusahaan mengharuskan karyawannya
menggunakan pengaman telinga untuk bagian-bagian yang selalu
dibisingi suara. Tapi ia juga mengingatkan, bahwa untuk
pencegahan itu peranan Balai Hyperkes di industri-industri harus
segera diaktifkan oleh para dokter industri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini