Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Hewan-hewan pembuat malu

Penyakit kuku dan mulut menyerang sapi-sapi di blora, jawa tengah. tahun 1981 bali dan jawa timur telah dinyatakan bebas penyakit kuku dan mulut.(ksh)

3 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HEWAN-HEWAN membikin malu tuannya. Soalnya, awal 1981 Menteri Pertanian telah menyatakan mereka yang tinggal di Bali dan Jawa Timur sudah bebas dari penyakit mulut dan kuku. Penyakit yang sangat mereka takuti. Malahan pada 1984 mendatang saudara-saudara mereka di seluruh Indonesia akan dinyatakan bebas pula. Food and Agriculture Organization, organisasi yang mengurusl pangan dan pertaman dunia, juga sudah diberitanu tentang kabar keselamatan dan rencana yang menggembirakan itu. Tapi ternyata penyakit tiba-tiba muncul dan menyerang sapi-sapi di Blora, Jawa Tengah. Hingga akhir Agustus korban terus berjatuhan. Penyakit itu ditemukan Juli lalu oleh tim peneliti Direktorat Jenderal Peternakan yang dipimpin Dokter Hewan Anwar Saleh. Penyakit mulut dan kuku ini begitu cepat mewabah, sehingga sapi yang kena diperhitungkan mencapai 4.000 ekor yang menghuni daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Vaksin penyakit terpaksa dibongkar kembali. Vaksinasi ulang harus dilaksanakan. Vetma Surabaya, satu-satunya pembuat vaksin Aphue Epizootica mengeluarkan 170.000 dosis vaksin untuk dipergunakan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jakarta. Semula vaksin buatan Vetma ini akan disimpan sebagai stok untuk negara-negara ASEAN atas permintaan FAO. Karena diperhitungkan Indonesia sudah akan bebas dari penyakit tersebut. Tetapi nyatanya sekarang vaksin yang berada dalam stok malahan kurang. Vetma masih harus membuat 300.000 dosis lagi, yang menurut Mahyuddin, pimpinan perusahaan itu, "baru bisa diselesaikan dalam dua bulan." Persoalan lain muncul pula: apakah ratusan ribu sapi bisa dijamah vaksin sebelum penyakit tambah menyebar. Tenaga medis yang hanya mampu menyuntiki 300 ekor per hari, harus berlomba dengan virus penyakit yang seharinya bisa mencekik 1.000 ekor sapi. Satu-satunya jalan pintas, seperti diucapkan kepala dinas peternakan Jawa Timur Silitonga "begitu melihat sapi sakit, segera laporkan." Sesungguhnya penyakit itu muncul kembali sejak Juni. Pertengahan bulan itu, Camat Kedungtuban melaporkan kepada Bupati Blora tentang delapan ekor sapi yang terserang penyakit di Desa Bajo dan Ngaldean. "Kami dipanggil Pak Bupati. Kami mendapat marah besar," cerita Tarmudji, camat itu. Kemarahan bupati tentu beralasan, karena ia tak mau pemerintah pusat menganggap daerahnya sebagai sumber penyakit. Menurut kabar, penyakit itu datang dari Bojonegoro, Jawa Timur. Ceritanya, seorang penduduk Desa Bajo bernama Djayus, membeli seekor sapi dari Bojonegoro. Lima hari kemudian seluruh sapi petani ini pincang. Kemudian menyusul tanda-tanda biasa dari serangan penyakit, berupa air liur berbuih. Mulut melepuh. Begitu pula lidah dan gusinya. Kalau sudah begitu, ternak tadi tak doyan makan. Dari rumah Djayus penyakit mulut dan kuku itu menjangkit ke seluruh desa dan menyerang 1.500 ekor ternak. Rupa-rupa cara petani memerangi penyakit tadi. "Saya olesi kecap di tempat yang luka. Jarak seminggu sudah sembuh," ujar Daman, pemilik tiga ekor sapi. Ada yang mencampur kecap dengan kapur. Ada pula yang hanya mengoleskan oli bekas. Semuanya mengaku obat seadanya itu menyembuhkan. Tetapi pemerintah yang menganggap serangan terhadap kuku dan mulut itu harus ditanggulangi tuntas, segera mengirimkan tim yang terdiri dari 70 orang ke Blora. Tim bekerja 24 jam dan berpangkalan, antara lain di Hotel Cepu Indah di Kota Cepu. Sapi dan kerbau di daerah itu yang harus divaksinasi berjumlah 140.000 ekor. Untuk menjaga jangan sampai wabah menyeberang ke daerah lain, daerah lalu lintas ternak diawasi ketat. Pasar hewan di Blora dinyatakan ditutup sampai waktu yang belum diketahui. Di perbatasan dengan Bojonegoro dijajarkan pula karung goni basah. Belum terdengar sapi maupun kerbau yang tewas karena penyakit ini. Penyakit mulut dan kuku ini bisa juga menyerang manusia dan membuat korbannya menggigil dengan suhu badan meningkat tinggi. (Lihat juga box Di Paniai Lewat Babi). Untunglah belum ada orang yang kena penyakit binatang ini. Petugas peternakan setempat menganjurkan agar hewan yang sakit segera di bunuh. Kalau mau memakan dagingnya boleh saja. Asal dilayukan dulu di tempat pemotongan selama 24 jam. Karena, kalau daging itu sudah asam, virus penyakit akan mati. "Tetapi jeroan, kaki, dan kepala harus dimusnahkan," kata kepala dinas peternakan Jawa Tengah, Kusmono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus