Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Human Metapneumovirus (HMPV), virus yang pertama kali diidentifikasi pada 2001 oleh peneliti di Belanda, kini kembali menjadi perhatian publik. Meski sebagian besar kasus infeksi bersifat ringan dan dapat pulih dalam waktu sekitar satu minggu, ada potensi dampak jangka panjang yang perlu diwaspadai, terutama pada individu yang mengalami infeksi berat atau memiliki kondisi kesehatan tertentu.
Dampak Jangka Panjang HMPV
Dalam penelitian berjudul Human Metapneumovirus Establishes Persistent Infection in Lung Microvascular Endothelial Cells and Primes a Th2-Skewed Immune Response, HMPV diketahui dapat menyebabkan inflamasi saluran pernapasan yang berkepanjangan. Studi menunjukkan bahwa pada kasus yang parah, inflamasi ini dapat berkembang menjadi penyakit obstruktif kronis pada saluran napas.
Selain itu, individu yang pernah terinfeksi berat oleh HMPV, terutama mereka yang memiliki penyakit bawaan seperti asma atau sistem imun yang lemah, dapat mengalami gejala sisa berupa batuk berkepanjangan, mengi, atau peningkatan risiko terhadap infeksi saluran pernapasan lainnya.
Meskipun demikian, dampak jangka panjang ini jarang terjadi pada kebanyakan orang yang terinfeksi. Sebagian besar individu, terutama mereka dengan sistem imun yang baik, akan pulih tanpa komplikasi serius.
Penularan dan Gejala Infeksi HMPV
HMPV menyebar melalui cairan tubuh, seperti tetesan yang dikeluarkan saat batuk atau bersin, serta melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi. Masa inkubasi virus ini berkisar antara tiga hingga enam hari, dengan gejala yang meliputi batuk, hidung tersumbat, demam, dan sesak napas.
Pada kasus ringan, infeksi ini mirip dengan flu biasa. Namun, pada kelompok rentan, seperti anak-anak, lansia, atau penderita penyakit kronis, HMPV dapat menyebabkan komplikasi serius seperti bronkiolitis atau pneumonia.
Respons Pemerintah dan Ahli Kesehatan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa HMPV bukanlah virus baru atau mematikan. Virus ini telah lama ada dalam populasi manusia dan menyerupai flu biasa dalam hal gejala maupun tingkat kesembuhan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, seluruh pasien HMPV di Indonesia telah sembuh tanpa adanya laporan kematian.
Budi juga menekankan bahwa sistem imun tubuh manusia sudah mengenal virus ini, sehingga risiko infeksi parah jauh lebih rendah dibandingkan virus baru seperti Covid-19. Ia juga menjelaskan bahwa peningkatan kasus HMPV di negara-negara seperti Cina disebabkan oleh tren musiman, bukan karena mutasi atau ancaman baru dari virus tersebut.
Pencegahan dan Penanganan
Meski risiko komplikasi tergolong rendah, masyarakat tetap diimbau untuk menjaga pola hidup bersih dan sehat (PHBS) guna mencegah infeksi. Langkah-langkah sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun, menjaga kebersihan lingkungan, dan menghindari kontak langsung dengan orang yang sakit dapat mengurangi risiko penularan.
Saat ini, belum ada vaksin spesifik untuk HMPV, tetapi penelitian terus dilakukan, termasuk pengembangan vaksin berbasis mRNA yang diharapkan dapat memberikan perlindungan di masa depan. Sementara itu, pengobatan untuk infeksi HMPV bersifat suportif, dengan fokus pada meredakan gejala dan mencegah komplikasi pada kelompok rentan.
Hanin Marwah dan Apollo Hospitals berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa Kasus HMPV Meningkat Saat Musim Dingin?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini