Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Pengelolaan Sampah Tidak Boleh Lepas dari Operasional Bisnis di Industri Pariwisata

Sampah masih menjadi permasalahan yang besar bagi seluruh sektor, termasuk industri pariwisata. Pengelolaan sampah perlu jadi perhatian

18 Mei 2024 | 07.36 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - ESG Program Manager Bobobox Satria Gundara meyakini pengelolaan sampah perlu menjadi perhatian para pengusaha di industri pariwisata. “Sebagai salah satu pemain di industri pariwisata, kami melihat pengelolaan sampah sebagai bagian tak terpisahkan dari operasional bisnis kami," katanya dalam keterangan pers pertengahan Mei 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia pun bekerja sama dengan Waste4Change untuk mengelola sampah dari usahanya. "Kini kami dapat menerapkan sistem manajemen yang lebih holistik, dari hulu ke hilir. Langkah ini menjadi penting dalam perjalanan Bobobox menuju Zero Waste to Landfill. Tidak hanya itu, kerja sama ini juga memungkinkan kami memberikan manfaat kepada masyarakat melalui prinsip ekonomi sirkular,” katanya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sampah masih menjadi permasalahan yang besar bagi seluruh sektor, termasuk industri pariwisata. Ada banyak factor hal ini bisa terjadi. Data survei Sapu Gunung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan pada tahun 2016 saja, ada 453 ton sampah yang tersebar di delapan destinasi wisata alam taman nasional gunung. Sampah dominan yang dihasilkan pun berasal dari plastik, sebanyak 53 persen atau 240 ton sampah plastik. 

Dukungan pengelolaan sampah yang baik sangat diperlukan di banyak tempat wisata. Belum lagi, kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengelola sampahnya secara bertanggung jawab dapat memperparah kondisi tersebut.

Laman Waste4Change mengatakan da beberapa 5 alas an permasalahan sampah di sektor pariwisata. Pertama karena pertambahan jumlah penduduk yang berdampak pada peningkatan jumlah sampah. ada lagi alasan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan hidup yang masih rendah, sehingga mereka menilai suatu hal yang wajar bila membuang sampah sembarangan. Alasan lainnya dalah kurangnya sosialusasi di berbagai peran. Kemudian ada lemahnya penerapan regulasi penanganan sampah. Terakhir adalah kurangnya tempat pembuangan sampah. 

Satria Gundara mengatakan timnya berusaha mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, dengan fokus dalam pengurangan jumlah limbah domestik yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kegiatan ini, kata Satria, dimulai dari Bobopod Pancoran, Jakarta. Ia dan timnya berhasil memanfaatkan kembali 100 persen dari 7.5 kuintal sampah yang dihasilkan di lokasi tersebut menjadi sumber daya yang bernilai. 

Ilustrasi Tamu Menginap di Bobopod/Bobobox

Dalam menjalankan proyek manajemen sampah ini, Bobobox menjalin kemitraan dengan Waste4Change. Kerja sama ini memungkinkan Bobobox memiliki ekosistem pengelolaan sampah yang semakin komprehensif, dengan Waste4Change menyediakan infrastruktur untuk pengumpulan dan  pemrosesan akhir sampah. Bobobox berhasil mengelola 95,80 kilogram sampah organik diproses menjadi kompos menggunakan metode Open Windrow dan dijadikan pakan ternak melalui budidaya BSF (Black Soldier Fly) yang kaya akan protein. Ada pula 286 kilogram sampah anorganik yang didistribusikan kembali untuk didaur ulang. Terakhir, ada 367,80 kilogram sampah residu diubah menjadi energi alternatif menggunakan teknologi RDF, yang tidak hanya membantu mengurangi emisi gas rumah kaca tetapi juga mampu menjaga kelestarian alam."Pancoran sebagai portofolio akomodasi pertama Bobobox yang mencapai status Net Zero Waste Hotel," kata Satrio.
 
Bobobox juga mengajak para tamu untuk turut serta dalam program ini. Mereka yang menginap diajak untuk memilah sampah dengan benar dan membuangnya pada tempat yang sudah ditentukan. Perusahaan memfasilitasi inisiatif tersebut dengan menyediakan tempat untuk untuk sampah organik, anorganik, dan residu. Hal ini menjadikan segregasi yang dilakukan menjadi lebih efektif dan terarah. Laporan Waste4Change menunjukkan tingkat efektivitas pemilahan sampah oleh tamu Bobobox mencapai 49% di bulan Maret 2024. Tingginya persentase sampah yang dipilah dengan tepat dan dibuang pada tempat yang disediakan menjadi salah satu bukti dari kesiapan konsumen untuk mendukung pengelolaan sampah yang bertanggung jawab dan transisi berkelanjutan. 

Perusahaan itu pun menggunakan kunci digital dalam bentuk QR Code untuk menggantikan kunci kamar tradisional. Dengan inisiatif QR Code ini, Bobobox mampu mengurangi penggunaan lebih dari 9,000 kunci kamar plastik dalam enam tahun terakhir. Pengurangan limbah plastik juga dilakukan pada tahap produksi dengan mengedepankan efisiensi material pada setiap pembuatan pods ataupun cabin.

Hana Nur Auliana, Corporate Strategic Waste4Change, kegiatan mengadopsi zero waste pada lini bisnis hospitality Bobobox. “Kami  berharap praktik baik keberlanjutan dari aspek manajemen sampah, dapat menginspirasi para pelaku jasa perhotelan secara lebih masif untuk wajah Indonesia yang ramah lingkungan,” ujar Hana.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus