Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan pentingnya deteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi guna mencegah risiko kematian saat dilahirkan. Pasalnya, 80 persen kasus kematian, bayi meninggal pada enam hari pertama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kelainan kongenital adalah kelainan yang didapat sejak lahir, menyumbang sekitar 7 persen kematian bayi. Di antara kelainan kongenital yang sering yaitu penyakit jantung bawaan," kata Ketua IDAI, Pimprim Basarah Yanuarso, dalam media briefing "Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan Pada Bayi Baru Lahir", Senin, 13 Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia mengatakan tipikal bayi dengan jantung bawaan kritis akan terlihat baik-baik saja secara fisik saat lahir. Tapi, beberapa jam kemudian terjadi perburukan dan meninggal. Setelah diteliti, salah satunya jantung bawaan kritis.
IDAI melaporkan satu dari 100 bayi lahir mengalami penyakit jantung bawaan. Sekitar 25 persen lain mengalami penyakit jantung bawaan kritis. Perkiraan bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan pada Januari-Juni 2021 di Indonesia berjumlah 3.766 jiwa.
Dalam acara yang sama, Ketua Unit Kerja Koordinasi Naonatologi IDAI, Risma Kaban, mengatakan kematian bayi akibat kelainan kongenital seperti jantung bawaan menjadi peringkat kedua penyebab kematian terbanyak di dunia setelah kasus prematur. Bayi yang meninggal akibat penyakit kelainan bawaan biasanya terjadi sepekan setelah lahir atau 8-28 hari.
Sejumlah kondisi yang mempengaruhi kematian bayi akibat kelainan bawaan di antaranya asfiksia atau kondisi ketika kadar oksigen di dalam tubuh berkurang, yang ditandai dengan gejala sesak napas, kulit membiru, tarikan napas tidak teratur. Kondisi ini bisa mengakibatkan penurunan kesadaran, bahkan kematian. Namun, Risma memastikan asfiksia berbeda dengan penyakit jantung bawaan yang dialami bayi.
"Karena tidak semua penyakit asfiksia itu disebabkan kelainan jantung," tuturnya.
Untuk itu, Risma menyarankan pentingnya skrining kesehatan ibu hamil pada pekan pertama supaya kelainan penyakit pada bayi bisa terdeteksi lebih dini.
"Alat ultrasonografi (USG) itu tidak 100 persen bisa mendeteksi. Rekomendasinya adalah skrining pada bayi di fasilitas neonatal intensive care unit (NICU)," katanya.
Petugas NICU akan mendiagnosa kondisi bayi dari kadar oksigen. "Kalau kadar oksigen di atas 95 persen, oke enggak ada masalah. Kalau nadinya tidak teraba, itu kita harus skrining darurat. Walau oksigennya 95 persen, kita harus lihat apakah respons bayinya bugar atau tidak, ada riwayat keluarga yang mirip atau tidak, belum boleh dipulangi dulu," jelasnya.
Rekomendasi pemeriksaan kondisi bayi di fasilitas NICU saat masih berusia 24-48 jam setelah kelahiran, kecuali yang telah Echocardiografi (USG Jantung). "Bayi yang menggunakan oksigen tambahan pada skrining awal harus diulangi 24-48 jam setelah tidak menggunakan oksigen," paparnya.