Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Penyebab Pergeseran Tulang Leher yang Bisa Berujung Kelumpuhan

Dalam kondisi tertentu, pergeseran tulang leher ini dapat berakibat fatal, seperti kelumpuhan hingga kematian. Simak penjelasan pakar.

17 Desember 2021 | 14.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi wanita memegang leher / leher sakit. loyolamedicine.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pergeseran atau dislokasi tulang leher (cervical vertebrae) terjadi ketika posisi ruas tulang leher bergeser atau keluar dari sendi. Dalam kondisi tertentu cedera ini dapat berakibat fatal, seperti kelumpuhan hingga kematian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Spesialis ortopedi dan traumatologi dr. S. Dohar AL Tobing, SpOT(K-Spine) mengatakan walaupun leher manusia memiliki fleksibilitas gerak, kelenturan tersebut ada batasnya sehingga ruas tulang leher lebih rentan terhadap cedera.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jika cedera tersebut melebihi kapasitas yang bisa dilakukan oleh setiap ruas akibatnya fungsi pengaman dari masing-masing ruas itu bisa jebol. Kalau fungsi pengamannya rusak, baik sendi maupun ligamen, maka ruas tersebut bisa bergeser antara satu ruas dengan ruas lainnya,” kata Dohar.

Tulang leher terdiri dari tujuh ruas yang dinamakan C1 hingga C7, yang menghubungkan bagian tengkorak dengan ruas tulang belakang. Letaknya tepat di depan sumsum tulang belakang. Fungsi tulang leher harus didukung oleh sendi, otot, tendon, dan ligamen, agar dapatmenopang beban kepala.

Dohar menjelaskan pergeseran pada ruas tulang leher dapat menimbulkan risiko fatal karena daerah tersebut dekat dengan sistem saraf yang menghubungkan fungsi ekstremitas atau anggota gerak pada tubuh, dari atas hingga bawah.

“Kalau mengalami cedera, apalagi dislokasi pergeseran yang ekstrem, maka saraf itu bisa terjepit bahkan terputus. Akibatnya orang bisa mengalami kelumpuhan pada keempat ekstremitasnya,” ujar dokter yang berpraktik di RSUP Cipto Mangunkusumo itu.

Selain mendukung fungsi anggota gerak, sistem saraf juga mendukung fungsi otot pernapasan, keringat, buang air besar, hingga buang air kecil. Seluruh fungsi tersebut dikomando dari otak kemudian diteruskan hingga ke bawah melalui sumsum saraf tulang belakang.

Dislokasi tulang leher sempat dialami mendiang selebgram Edelenyi Laura Anna yang menyebabkan kelumpuhan pada sebagian tubuhnya. Dohar juga mencontohkan kasus yang dialami mendiang Christopher Reeve, pemeran Superman di tahun 1980-an. Dia mengalami cedera ketika sedang berkuda. Selain anggota geraknya lumpuh, Reeve juga mengalami kelumpuhan pada otot pernapasan sehingga harus menggunakan alat bantu napas agar bisa tetap bernapas.

“Dislokasi pada tulang leher ini bisa berakibat sangat berat, bahkan mengancam nyawa karena mengganggu otot-otot pernapasan,” tuturnya.

Apa yang dialami Laura dan Reeve termasuk dalam cedera traumatis akibat kecelakaan. Dohar mengatakan dalam kasus tertentu dislokasi tulang leher juga bisa berpotensi terjadi pada orang-orang yang tidak mengalami cedera traumatis, contohnya penderita rematik arthritis yang menyerang jaringan-jaringan pengikat di ruas tulang leher.

“Seseorang barangkali tidak mengalami cedera yang hebat. Tapi dengan aktivitas yang normal saja oleh karena pengikat antarruas sudah tidak kuat, maka bisa bergeser dengan sendirinya,” ujarnya.

Dohar mengatakan pada umumnya pemulihan dislokasi tulang leher sangat sulit, terutama pada cedera saraf kategori berat. Meski demikian, dokter akan tetap melakukan tindakan dan prosedur medis untuk mencari potensi pemulihan, sesedikit apapun kemajuannya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus