Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Perhatikan Perempuan, Tak Bisa Tahan Pipis Pertanda Munculnya Resiko Kelumpuhan

Frekuensi dan volume rasa panas seperti terbakar saat berkemih berhubungan dengan risiko kelumpuhan.

18 Januari 2024 | 23.43 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Para peneliti RUSH University baru baru ini mengungkapkan bahwa wanita yang mengalami inkontinensia urin atau urin keluar tanpa kontrol sebesar 30 - 50 persen dapat memiliki dampak kesehatan lebih lanjut. Penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Menopause edisi Januari 2024 menunjukkan bahwa frekuensi dan volume rasa panas seperti terbakar saat berkemih berhubungan dengan risiko kelumpuhan yang lebih tinggi pada wanita paruh baya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokter  Sheila Dugan, Ketua Departemen Pengobatan Fisik dan Rehabilitasi di RUSH University, menyatakan agar para perempuan lebih memperhatikan intensitas berkemih mereka, terutama yang mengalami gejala inkontinensia urin. Menurut  Dokter Dugan, sebaiknya perempuan yang mengalami rasa terbakar saat berkemih tidak membiarkan kondisi tersebut hingga terasa mulai menjengkelkan, membatasi aktivitas fisik maupun sosial.

Tak Bisa Tahan Pipis Berhubungan dengan Kelumpuhan

“Penelitian ini menunjukkan bahwa inkontinensia urin berhubungan dengan kelumpuhan, mengeksplorasi pilihan pengobatan pada tahap awal dapat membantu mengurangi dampak ini pada wanita paruh baya,” kata Sheila Dugan, seperti yang dikutip dari Women's Health, Kamis 11 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inkontinensia urin merupakan kondisi hilangnya kontrol kandung kemih. Kondisi ini umum terjadi dan sering kali membuat pengidapnya merasa malu. Tingkat keparahannya berkisar dari sering buang air kecil saat batuk atau bersin, hingga keinginan untuk buang air kecil yang begitu tiba-tiba dan kuat. Alhasil, pengidapnya tidak bisa ke toilet tepat waktu. 

Inkontinensia urin sering muncul dalam berbagai bentuk yang disebabkan oleh beragam stres dan desakan, sehingga sering dialami perempuan pada umumnya dan akhirnya terabaikan.

Penyebab Inkontinensia Urin 

Penyebab inkontenensia urin terbagi dua yaitu, inkontinensia  stres, merupakan situasi keluar urin tak terkontrol karena adanya tekanan pada perut, seperti saat bersin atau batuk, membebani sfingter sehingga menyebabkan rasa terbakar. Di sisi lain, terdapat pula inkontinensia urgensi yaitu intensitaas berkemih lebih sering yang ditandai dengan keinginan buang air kecil secara tiba-tiba dan berlebihan.

Dalam penelitian ini, anggota tim peneliti menganalisis jumlah dan frekuensi inkontinensia, mengkategorikan partisipan menjadi inkontinensia stres, inkontinensia urgensi, atau inkontinensia urin campuran. Selain itu, juga terdapat pengukuran tingkat kelumpuhan menggunakan skala penilaian disabilitas Organisasi Kesehatan Dunia.

Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa inkontinensia urin campuran, yang menggabungkan inkontinensia stres dan desakan, berkorelasi kuat dengan kelumpuhan. Inkontinensia harian dan rasa terbakar saat berkemih dalam jumlah besar juga dikaitkan dengan resiko kelumpuhan yang lebih tinggi.

Pentingnya Intervensi Dini Terhadap Gejala 

Dokter Dugan, yang juga pendiri Program Kesehatan Perut dan Panggul di RUSH, menekankan pentingnya intervensi dini terhadap gejala intensitas berkemih yang tidak normal. Program ini menilai setiap kasus untuk mengidentifikasi akar permasalahan dan menawarkan pilihan pengobatan yang disesuaikan. Evaluasi otot membantu membedakan apakah otot dasar panggul yang tegang atau lemah berkontribusi terhadap inkontinensia.

“Dalam kasus otot tegang, seorang wanita mungkin mencoba mengencangkan otot lebih jauh dengan lebih banyak berolahraga, tanpa mengetahui bahwa hal itu dapat memperburuk inkontinensia,” kata Dr. Dugan.

Otot dasar panggul berperan penting dalam menopang organ panggul, dan masalah pada organ dapat menyebabkan masalah otot atau sebaliknya. Penyebab inkontinensia dapat berkisar dari radang sendi pinggul dan kesulitan melahirkan hingga pengobatan kanker seperti radiasi panggul.

Data penelitian ini diambil dari uji klinis SWAN (Study of Women Across the Nation), yang dimulai pada tahun 1994 dengan melibatkan lebih dari 1.800 peserta. Dokter Dugan menyoroti perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab hubungan antara inkontinensia urin dan kelumpuhan, dengan fokus utama pada pencegahan.

Ketika komunitas medis mengkaji lebih dalam mengenai hubungan inkontenensia urin dan kelumpuhan , terungkap semakin jelas bahwa mengatasi inkontinensia urin pada tahap awal tidak hanya meningkatkan kualitas hidup wanita paruh baya tetapi juga berpotensi mencegah perkembangan kelumpuhan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus