Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERINTAH membuka peluang penggunaan vaksin dari produsen dunia untuk program vaksinasi Covid-19. Sampai saat ini masih dilakukan uji klinis tahap ketiga pengembangan vaksin Sinovac dan Sinopharm asal Cina untuk memenuhi kebutuhan imunisasi di Tanah Air. “Pada prinsipnya, pemerintah Indonesia terbuka terhadap kandidat vaksin yang cocok dan efektif. Namun harus tetap mempertimbangkan aspek pendukung, aspek kandidat vaksin tersebut,” kata juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Negara-negara maju di dunia saat ini sedang berlomba melakukan uji klinis vaksin Covid-19. Menurut kabar terbaru, perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, Pfizer, yang bekerja sama dengan BioNTech, mengklaim menemukan bibit penyakit yang dilemahkan untuk virus corona. Vaksin itu juga disebut-sebut efektif mengurangi gejala Covid-19 hingga 90 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BioNTech dan Pfizer mengumumkan uji klinis yang diikuti sebanyak 43 ribu relawan dan kurang dari 10 persen di antaranya terkonfirmasi positif Covid-19.
Wiku mengatakan penanganan pandemi Covid-19 membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, juga lembaga internasional. Kolaborasi ini akan makin meningkatkan efektivitas penanganan wabah corona di Indonesia.
Menurut Wiku, pemerintah mengikuti perkembangan uji klinis vaksin di berbagai negara. Termasuk temuan di Brasil belum lama ini. “Menjadi masukan dan evaluasi terhadap pengembangan vaksin yang dilakukan di dalam negeri. Saat ini kandidat vaksin Covid-19 sedang dalam tahap uji klinis fase ketiga,” ujarnya.
Dia menjelaskan, vaksin baru dapat digunakan setelah lolos uji klinis fase ketiga. “Dan memperoleh emergency use authorization dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” ucap Wiku.
Ahli epidemiologi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan pemerintah perlu membuat kajian secara tuntas apabila berencana membeli vaksin dari Pfizer. Meski vaksin itu diklaim memiliki efektivitas 90 persen, menurut dia, data keamanannya belum diketahui. Selain itu, pemerintah perlu memastikan pengujian dilakukan pada populasi yang sama dengan penduduk Indonesia.
Adapun uji klinis tahap ketiga calon vaksin Sinovac telah selesai dilakukan terhadap 1.620 relawan di Bandung, Jawa Barat. Penyuntikan dilakukan dua kali dalam rentang dua pekan, sejak Agustus hingga awal pekan November 2020.
Sebanyak 19 relawan keluar (drop out) karena alasan pindah tugas atau pekerjaan ke luar Bandung. Kejadian ini sudah masuk perhitungan tim dan tidak mempengaruhi jumlah sampel uji klinis.
Tim riset Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, akan menyiapkan laporan perdana uji klinis vaksin Sinovac. Pembuatan laporan itu melibatkan tim khusus yang bekerja tertutup demi menjaga kerahasiaan data dan identitas relawan. Laporan tersebut akan disampaikan ke BPOM pada akhir Desember nanti.
Manajer tim riset, Eddy Fadlyana, mengatakan pembuatan laporan perdana uji klinis ke pemerintah dan PT Bio Farma berlangsung pada November-Desember 2020. “Data laporan itu akan dipakai BPOM untuk mengambil keputusan soal pemakaian vaksin Sinovac,” tuturnya kepada Tempo.
Eddy mengatakan ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, dua bulan seusai imunisasi uji klinis calon vaksin, hasilnya sudah bisa dinilai otoritas negara. Jika proses lancar dan vaksin terbukti aman serta ampuh menangkal Covid-19, pada Januari 2021 sudah bisa digelar imunisasi massal. Rencana itu, menurut Eddy, tetap harus dijalankan dengan penuh kehati-hatian.
Juru bicara tim uji klinis fase ketiga vaksin Covid-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rodman Tarigan, menyatakan uji klinis vaksin Covid-19 produksi Sinovac masih berlangsung aman. “Sejauh ini belum ada laporan mengenai kejadian ikutan pascaimunisasi yang serius alias serious adverse event,” ucapnya.
Pelaksana tugas Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM Togi Junice Hutadjulu mengatakan BPOM dapat menerbitkan persetujuan darurat meski kandidat vaksin belum lulus uji klinis tahap akhir. Persetujuan darurat itu hanya memerlukan hasil uji klinis fase pertama dan kedua untuk melihat aspek keamanan vaksin.
Sedangkan aspek efikasi atau efektivitas kekebalan bisa berbasis pada laporan sementara atau interim report uji klinis fase ketiga. “Dalam uji klinis fase pertama dan kedua sudah dapat ditunjukkan khasiat dan keamanannya, dengan dosis yang tepat diberikan kepada pasien. Dengan kaidah tersebut, kami bisa memberikan persetujuan darurat,” kata Togi.
Walaupun nantinya ada vaksin Covid-19 yang bisa ditemukan dalam waktu dekat, epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menyatakan pemerintah harus tetap menjalankan uji klinis fase ketiga bersama Sinovac dan terus meriset vaksin Merah Putih. Hal ini dibutuhkan sebagai opsi ke depan. “Karena vaksin gelombang pertama pasti akan jauh dari efektivitas yang ideal. Jadi yang berikut-berikutnya diikuti dengan efektivitas yang ideal,” tuturnya kepada Tempo.
Dia menyebutkan biasanya vaksin generasi pertama mempunyai tingkat efektivitas yang kecil. Untuk mencapai kekebalan kelompok, Dicky menjelaskan, dibutuhkan vaksin dengan angka efektivitas lebih dari 80 persen.
Karena itu, dia mendorong pemerintah tidak hanya mengandalkan vaksin Covid-19 dari salah satu produsen dalam melakukan vaksinasi. “Dengan adanya banyak pilihan vaksin, kita jadi punya banyak pilihan, karena nanti akan diperlukan dalam strategi herd immunity,” ujarnya.
ALI NUR YASIN, EKO WAHYUDI, DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo