Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Polusi Udara Lebih Merusak Jantung

4 Januari 2004 | 00.00 WIB

Polusi Udara Lebih Merusak Jantung
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Menghirup udara kotor dalam waktu lama bukan hanya membahayakan paru-paru dan organ pernapasan seperti diketahui awam selama ini. Yang lebih mengerikan, kebiasaan itu ternyata lebih sering menjadi penyebab kematian akibat kegagalan jantung. Penelitian efek negatif polusi di kota-kota besar Amerika Serikat menemukan, sekitar 45,1 persen lebih kematian berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler. Hanya sekitar 8,2 persen yang berhubungan dengan penyakit pernapasan. "Polusi udara merangsang peradangan jantung dan meningkatkan penyakit aterosklerosis (pengerasan pembuluh nadi)," kata C. Arden Pope III, juru bicara tim peneliti dari Brigham Young University di Provo, Utah. Temuan baru itu dimuat jurnal terbitan Asosiasi Jantung Amerika, Circulation, edisi 16 Desember. Kesimpulan penelitian diambil berdasarkan analisis data kematian menurut sebab-sebab khusus, setelah dikombinasikan dengan data polusi udara dari 116 kota di Amerika. Penelitian berlangsung selama 16 tahun, dari 1982 sampai 1998, dilakukan terhadap catatan kesehatan sekitar setengah juta warga kota. Penelitian itu mengungkapkan, setiap peningkatan satu unit pengukur pencemar (polutan), risiko kematian akibat penyakit jantung meningkat 8 persen sampai 18 persen. Selama penelitian, sekitar 22,5 persen relawan yang diamati meninggal dunia. Sekitar 45 persen kasusnya disebabkan penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung, gagal jantung, atau berhentinya jantung secara tiba-tiba. Sedangkan kematian akibat penyakit pernapasan tak lebih dari 8 persennya. Menurut penelitian itu, kebiasaan merokok memang lebih sering berhubungan dengan kematian akibat gagal jantung ketimbang kebiasaan menghirup udara yang tercemar. Ketika dua kebiasaan itu terjadi bersamaan, kemungkinan kegagalan jantung lebih besar. "Belum jelas bagaimana dua kebiasaan itu berhubungan. Yang pasti, keduanya bersifat komplementer," ujar Pope. n Jajang Jamaludin (berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus