Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tahun baru 2025 sudah di depan mata dan diramalkan akan berat secara finansial bagi banyak orang. Menghadapi situasi ini, psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia, Nirmala Ika, menyarankan masyarakat membuat resolusi 2025 yang lebih realistis agar tidak bikin stres dan kecewa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ketika membuat resolusi, penting untuk melihat kondisi yang ada dan menetapkan target yang terukur serta relevan dengan kebutuhan,” kata Ika, Selasa, 31 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, resolusi yang terlalu ambisius tanpa mempertimbangkan kenyataan dapat memicu frustrasi dan tekanan mental. Karena itu, perhatikan beberapa hal berikut.
Skala prioritas untuk resolusi 2025
Ia menjelaskan pentingnya membuat skala prioritas dalam menentukan resolusi. Misalnya, jika resolusi tahun depan adalah pergi liburan, pertimbangkan urgensinya.
“Apakah liburan ini hanya karena ikut-ikutan tren atau memang diperlukan untuk mengisi ulang energi dan mempererat hubungan keluarga? Jika liburan tidak krusial, mungkin dapat ditunda atau diganti dengan alternatif yang lebih terjangkau,” saran Ika.
Contohnya, jika rencana awal adalah pergi ke Bali yang perlu anggaran besar, bisa menggantinya dengan destinasi lokal yang lebih dekat dan ramah biaya, seperti Bogor atau Puncak. Dengan begitu, tujuan liburan tetap tercapai tanpa membebani keuangan.
Terukur dan realistis
Ika juga mengingatkan agar resolusi 2025 tidak sekadar berupa keinginan yang tidak dianalisis. “Misalnya, seseorang ingin ke Jepang karena teman-temannya sudah pernah ke sana. Tapi, apakah kondisi finansial dan pekerjaan memungkinkan? Jika tidak realistis, keinginan ini justru akan menjadi beban,” jelasnya.
Menurutnya, resolusi yang baik seharusnya seperti rencana kerja dalam sebuah perusahaan, yaitu memiliki tujuan jelas, langkah-langkah terukur, dan dapat dievaluasi.
Hindari stres dengan ulasan pencapaian
Salah satu cara mengurangi stres akibat resolusi adalah dengan mengulas pencapaian di tahun sebelumnya. “Kadang kita merasa tidak mencapai apa-apa. Padahal jika melihat kembali mungkin kita sudah melakukan banyak hal yang signifikan,” ungkapnya.
Misalnya, jika resolusi tahun sebelumnya adalah rutin berolahraga. Meskipun belum mencapai berat badan ideal, upaya seperti berjalan 10 ribu langkah setiap hari tetap merupakan pencapaian yang patut diapresiasi.
Jangan hilang harapan di tengah prediksi yang berat
Ika mengingatkan prediksi mengenai 2025 hanyalah gambaran kemungkinan, bukan kepastian. “Setiap orang memiliki rezeki dan cara bertahan hidup masing-masing. Penting untuk tetap optimis dan melihat peluang di tengah tantangan,” ujarnya.
Dengan menerapkan skala prioritas, menetapkan target yang realistis, dan mengulas pencapaian, orang dapat menghadapi tahun 2025 dengan lebih tenang dan percaya diri. Resolusi tidak perlu menjadi beban tetapi justru menjadi panduan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Resolusi juga bukan sekadar daftar keinginan melainkan peta jalan menuju perubahan yang lebih baik. Dengan membuat target yang realistis, menetapkan prioritas, dan merefleksikan pencapaian, kita bisa menjadikan 2025 bukan sebagai beban melainkan peluang untuk bertumbuh.
Jangan lupa, di tengah tantangan yang mungkin datang, harapan selalu ada. Ika menyarankan untuk tetap optimis dan jadikan setiap langkah berarti dalam perjalanan menuju versi terbaik diri.