Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Amaliya, mengatakan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan tembakau yang dipanaskan, memiliki kadar zat kimia yang jauh lebih rendah dibandingkan rokok konvensional. Hal tersebut dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ilmiah yang dilakukan oleh YPKP bersama SkyLab-Med di Athena, Yunani, pada 2019 dan hasilnya baru keluar beberapa waktu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amaliya mengatakan kajian ilmiah dilakukan dengan membandingkan emisi senyawa aldehyde yang dihasilkan dari produk tembakau yang dipanaskan (heated tobaaco product), rokok elektrik (vape), dan rokok konvensional, menggunakan vaping machine dan smoking machine. Penelitian dilakukan terhadap 20 batang tembakau yang dipanaskan, 3-5 mililiter cairan rokok elektrik, dan 20 batang rokok konvensional. Jumlah ini, dinilai merupakan padanan yang sesuai dengan pola konsumsi masyarakat terhadap produk-produk tersebut per hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hasilnya, heated tobacco product dan vape memiliki emisi aldehyde yang jauh lebih rendah dari rokok konvensional yang dibakar. Karena tidak ada proses pembakaran, produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR yang merupakan zat kimia karsinogenik (pemicu kanker),” katanya.
Secara spesifik, kandungan formaldehyde atau bahan kimia yang bersifat karsinogenik pada rokok konvensional mencapai angka 1.480,6, pada produk tembakau yang dipanaskan berkisar di angka 239,1, dan rokok elektrik hanya 23,1. Begitu juga dengan kandungan acrolein yang menyebabkan gatal pada tenggorokan. Pada rokok konvensional, angkanya sebesar 2.408, pada tembakau yang dipanaskan sebesar 198,7, dan pada rokok elektrik sebesar 15,3.
Kajian tentang perbandingan rokok elektrik dan rokok yang dibakar juga telah dilakukan di beberapa negara. Di Jerman, misalnya, melalui German Federal Institute for Risk Assessment, yang menyimpulkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak sel) lebih rendah hingga 80 persen dibandingkan rokok.
Meski demikian, tak sedikit pula kajian di dilakukan lembaga dan kampus internasional yang menyatakan bahwa produk baru dari rokok itu tetap memiliki bahaya dalam jangka waktu pemakaian yang lama.
Amaliya juga menyebut masih perlu dilakukan kajian ilmiah mendalam untuk benar-benar memastikan zat kimia yang tekandung dan yang dihasilkan dari proses pemanasan, hingga dampak jangka panjang.
“Kami akan terus melakukan penelitian. Dalam waktu dekat, bekerja sama dengan Universitas Padjajaran, penelitian ini akan diteruskan ke tahap lanjutan,” ujarnya.