Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Rumah sakit cedera

Di jakarta dibangun rumah sakit "traumatologi dan ortopedi siaga raya" untuk mengatasi cedera kecelakaan termasuk karena berolahraga. pertama di indonesia. biayanya sekitar rp. 3 milyar.

17 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HANYA untuk operasi jari, Pino Bahari harus dibawa ke Singapura. Petinju dari Bali berusia 18 tahun ini merebut medali emas di Asian Games Beijing yang baru lalu. "Mengapa tidak dibawa ke Surabaya saja," kata Chehab Rukni Helmy kesal. Padahal, di Surabaya ada Dokter Djoko Reshadi. Ahli bedah ortopedi yang mendalami hand operation ini juga Ketua Hand Section, Western Pacific Orthopedic Association. Chehab sendiri sudah sering mengutarakan keluhan yang sering dikemukakan para dokter. Banyak kasus kesehatan yang sebenarnya bisa diatasi di Indonesia ternyata dibawa ke Singapura. Makanya, yang ahli bedah tulang ini mendirikan Yayasan Siaga Bakti, beberapa waktu lalu. Tujuan yayasan adalah membangun rumah sakit yang bisa mengatasi cedera kecelakaan, termasuk karena berolahraga. Rumah sakit yang bernama Traumatologi dan Ortopedi Siaga Raya itu dibangun di bilangan Pejaten, Jakarta. Rumah sakit swasta yang pertama di Indonesia untuk maksud tadi tidak terlalu besar. Luas bangunan yang bertingkat dua itu seluruhnya 2.000 meter persegi. Dinding lorong rumah sakit yang tertata baik ini, yang biasanya angker, punya wajah lain. Di situ digantungkan lukisan anak-anak dengan bingkai kaca yang indah. Adakah rumah sakit seindah itu mampu menutup biaya operasinya? "Kata orang tua saya ini goblok. Rumah sakit semacam ini pasti merugi. Kan yang cedera karena kecelakaan biasanya bukan orang-orang yang naik BMW atau Mercy," kata Chehab. Namun, bak melawan arus, ia tampaknya optimistis. "Banyak kasus cedera belum tertangani di negara kita," ujar Chehab lagi. "Karena jumlah ahlinya masih sedikit, ini memang belum diketahui umum." Makanya, membangun rumah sakit khusus untuk mengatasi cedera, selain meluaskan perawatan ortopedis, juga menjanjikan omset tidak kecil. Mengkoordinasikan ahli ortopedi memang sebuah jalan keluar untuk mencapai perawatan efektif. Ahli ortopedi di Indonesia hingga kini baru 80 orang. Di Singapura, yang penduduknya cuma 2,5 juta, terdapat 70 ahli ortopedi. Di Muangthai dan Filipina ahlinya ada 400 sampai 500 orang. Kehadiran RS Siaga Raya membuktikan adanya kebutuhan perawatan ortopedis akibat kecelakaan. Selama dua bulan berjalan, sebelum diresmikan Sabtu pekan lalu, di sana telah dilakukan 74 operasi. Para ahli ortopedi yang 14 orang itu dibantu oleh dokter ahli lain seperti ahli kardiologi, penyakit dalam, dan saraf. Mereka sering bekerja keras, terkadang hingga larut malam. Kasus ortopedi bukan cuma menyangkut tulang. Bisa dikatakan, semua kasus yang berhubungan dengan alat gerak tubuh seperti sendi urat serta ikatan otot yang mengandung pula jaringan saraf. Kasus yang ditangani di RS Siaga Raya, kenyataannya, bukan cuma cedera akibat kecelakaan dan olahraga. Sejumlah operasi dilaksanakan untuk mengatasi cacat bawaan dan penyakit-penyakit degeneratif. Seorang pasien berusia 20 tahun dari Jambi mengalami kepincangan akibat penyakit polio. Ia menjalani operasi belum lama ini. Selain pemasangan alat penyangga, ia menjalani fisioterapi (latihan otot dan saraf). Kini ia sudah mampu berjalan tegak dengan satu tongkat. Pasien lain sulit berjalan karena proses degeneratif. Ia menjalani operasi penggantian engsel lutut. Ganti engsel dilakukan karena lutut pasien lanjut usia itu sudah infeksi. Kakinya membentuk huruf O, dan ia hampir lumpuh. Setelah operasi, para pasien langsung menjalani fisioterapi. Perawatan ini tersedia pula di Siaga Raya. "Memang kita mau mengembangkan total rehabilitasi," ujar Chehab. Artinya, terapi yang diberikan bukan cuma operasi, tapi juga rehabilitasi. Pelayanan fisioterapi termasuk sektor penting di Siaga Raya. Menurut Chehab, kebutuhan perawatan ini ternyata juga tinggi. Dalam jangka dua bulan sudah tercatat 2.000 kunjungan untuk perawatan rehabilitasi itu. Di sana bahkan tersedia ahli fisioterapi khusus olahraga. Mengenai yang ini, Chehab berkomentar, "Cita-cita kita memang ke arah sport physiotherapy." Didasari alasan itu pula total dana pembangunan yang sekitar Rp 3 milyar hampir separuhnya digunakan untuk membeli peralatan fisioterapi. Sudah beberapa atlet menjalani terapi. Antara lain pemain voli nasional Ansory, pemain sepak bola nasional I Made Pasek Wijaya dan Patar Tambunan. Guntur, seorang pemain bola dari Perkesa Mataram, masih menjalani perawatan. Pemain asal Yogyakarta ini baru menjalani operasi lutut. "Biaya operasi sebenarnya cuma Rp 600 ribu. Tapi harga ikat-ikatan lututnya itu yang mahal, karena harus diimpor dari Inggris. Harganya Rp 5,6 juta," tutur Ambril Nurdin, Direktur Medik RS Siaga Raya. Cedera lutut diderita Guntur 8 bulan lalu dalam sebuah pertandingan. Semula hasil ronsen menunjukkan tidak ada cedera yang berarti, hanya pembengkakan. Tetapi makin lama lututnya makin sakit. Guntur tak bisa menghentikan larinya dan tidak bisa menggunakan kakinya sebagai tumpuan ketika melakukan heading. "Sekarang saya sudah plong. Dua hari setelah dioperasi saya sudah bisa jalan," ujar Guntur, yang kini sedang berlatih jalan. Para dokter memperkirakan, dalam tiga bulan atlet berbakat ini sudah bisa main bola lagi. Memang, sayang sekali kalau tak ada perhatian khusus pada olahragawan unggulan macam Guntur. "Apalagi kalau pemain bulu tangkis dunia yang nggak bisa juara karena cedera," ujar Chehab. Yang dimaksud Chehab adalah Lius Pongoh, pemain bulu tangkis kaliber dunia. Lius sempat cedera di punggung. Berbagai pengobatan sudah diusahakan. Lius bahkan sempat berobat ke Jerman. Gagal. Pulang dari sana, selain punggungnya belum sembuh, lutut Lius bahkan menyusul kena cedera. Akhirnya Lius sembuh di tangan Chehab. Kini ia bisa bertanding kembali ke berbagai negara. G. Sugrahetty Dyan K.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus