Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Saran Psikolog agar Penggemar Artis Tak Berubah Jadi Fanatik

Psikolog menyarankan para penggemar artis mempunyai batasan sejauh mana menyukai idolanya agar tak menjadi penggemar fanatik.

27 Februari 2023 | 11.19 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi konser musik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penggemar fanatik merujuk pada orang yang memiliki pemahaman, kegemaran, kesukaan berlebihan terhadap sesuatu. Bukan hanya remaja, orang dewasa bisa menjadi penggemar fanatik dan pakar menilai fanatisme berbahaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena itulah psikolog klinis dewasa dari Ikatan Psikolog Klinis wilayah Banten, Mega Tala Harimukthi menyarankan para penggemar artis mempunyai batasan sejauh mana menyukai idolanya agar tak menjadi fanatik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ketika memang dia menyukai sesuatu kemudian itu sangat terinternalisasi ke dalam dirinya. Jadi, enggak sekedar suka tetapi merasa bahwa idolanya perlu diikuti, bahkan sadar tidak sadar dia meniru semua tentang idolanya," kata Mega.

Oleh karena itu, mempunyai batasan itu penting karena dapat menjadi semacam tembok agar tetap melakukan aktivitas seperti seharusnya tanpa terganggu kegiatan yang berhubungan dengan idola.

"'Dia idola yang memang semua orang menggemarinya juga, aku suka filmnya, suka musiknya,' sudah. Enggak perlu mengikuti semua gayanya. Kita individu biasa yang juga punya aktivitas secara realita, mungkin sekolah, kuliah, bekerja atau bahkan seorang ibu. Jangan sampai lagi mengasuh anak kita enggak ngeliatin anak, sibuk kepoin idola lagi ngapain atau nonton terus. Itu enggak bagus," jelas Mega.

Idolakan secara wajar
Menurutnya, mengidolakan artis tertentu masih dikatakan wajar apabila masih bisa membedakan mana yang kenyataan dan sekadar kesenangan. Misalnya tahu lagu-lagu atau menonton film yang dibintangi idola tanpa harus mengganggu aktivitas harian.

"Tetapi menjadi tidak wajar kalau misal idolanya potong rambut, dia ikutan potong rambut. Idolanya beli barang tertentu dia ikutan beli. Jadi dia berusaha untuk menyamai idolanya, itu sudah tidak wajar," ujarnya.

Melakukan kegiatan yang produktif dan berolahraga dapat menjadi cara menghindari diri menjadi fanatik terhadap idola. Olahraga bisa membantu mengeluarkan hormon bahagia sekaligus membuat pikiran menjadi lebih positif.

"Jadi, kita enggak melulu memikirkan idola. Kita jadi lebih tahu batasan realitas kapan, waktunya kita menunjukkan ini batasan saya, bukan kehidupan dia," tutur Mega.

Mega menambahkan fanatisme berlebihan bisa merugikan karena waktu yang bisa digunakan untuk hal-hal yang produktif akhirnya terbuang begitu saja akibat terus menerus mengikuti kegiatan idola.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus