Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Sarapan Lat, Urap Rumput Laut Khas Maluku Tenggara

Penduduk asli Maluku Tenggara acap memulai hari dengan mengkonsumsi lat, alias urap rumput laut khas Maluku/.

16 Maret 2018 | 07.21 WIB

Sepiring menu lat untuk sarapan di Kei, Maluku Tenggara. Tempo/Francisca Christy Rosana
material-symbols:fullscreenPerbesar
Sepiring menu lat untuk sarapan di Kei, Maluku Tenggara. Tempo/Francisca Christy Rosana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penduduk asli Maluku Tenggara acap memulai hari dengan mengkonsumsi lat. Lat adalah urap rumput laut yang dapat ditemui di hampir seluruh wilayah Kepulauan Moluccas, utamanya Kepulauan Kei.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Kei, lat menjadi hidangan yang tak terlewatkan, khususnya sarapan. Penganan itu bisa dimakan tanpa pendamping, atau juga disantap bersama ikan bakar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Lat, yang berbahan dasar rumput laut dikudap, tanpa dimasak lebih dulu. Rumput laut hanya dicuci bersih, lalu dicampur dengan kelapa parut, jeruk, bawang merah, dan cabai merah. Di Jawa, menu ini dinamakan urap. Di Kei, menu itu disebut lat atau urap rumput laut.

Lat rumput laut bakal terasa unik di lidah wisatawan. Rasanya tawar, tapi segar seperti agar-agar. Tekstur rumput laut yang menggelembung-menggelembung akan pecah ketika dikunyah di mulut.

Adapun bumbu urap membuat rasa rumput laut jadi pedas dan gurih. Lat bisa dijumpai di warung makan atau restoran mana pun di seluruh Kei. Harganya dipatok berkisar Rp 15 ribu per piring.

Menyantap lat yang segar sebagai menu sarapan akan terasa percuma kalau wisatawan tak belajar budidaya bahan utamanya. Bila ingin mengetahui seluk-beluk lat dari awal penaman rumput laut, wisatawan bisa datang ke Desa Ohoi Evu.Siprianus Elmas, petani rumput laut, saat ditemui di Desa Ohoi Evu, Kamis, 15 Maret 2018. Tempo/Francisca Christy Rosana

Desa Ohoi Evu adalah pusat pertanian rumput laut. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani tanaman air asin itu.

Desa ini punya jatah satu hektare perairan untuk diolah menjadi lahan pertanian rumput laut. Masing-masing keluarga kebagian satu petak. Rumput laut akan ditanam pada waktu tertentu dan dipanen setelah 40 hari masa penanaman.

Sebagai pusat penghasil rumput laut, Desa Evu, saban pagi, ramai dikunjungi orang. Mereka datang dari berbagai desa di Pulau Kei Kecil untuk membeli rumput laut. Salah satunua buat diolah menjadi lat.

"Kalau mau beli rumput laut harus datang pagi-pagi, jam 06.00 atau 07.00," kata Siprianus Elmas, petani rumput laut, saat ditemui di Desa Ohoi Evu, Kamis, 15 Maret 2018.

Bukan cuma belanja, pendatang bakal melihat langsung proses pembibitan hingga panen rumput-rumput laut. Mulai rumput laut yang masih basah berwarna merah hingga yang sudah kering.

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus