Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Sarung dan Bulan Ramadan: Adakah Filosofi Sarung Sebagai Busana Ibadah Muslim?

Sudah jamak dikenal jika sarung merupakan salah satu identitas umat muslim Indonesia, terutama santri. Apa Saja filosofi dari sarung?

23 Maret 2023 | 15.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sarung tidak hanya identik digunakan oleh santri di Nusantara, namun juga seluruh umat islam di berbagai daerah. Mendekati bulan Ramadan, sarung kian sering digunakan sebagai pelengkap salat tarawih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tentang sejarah sarung, adakah filosofi atau nilai-nilai dari penggunaan sarung sebagai busana beribadah? 

Mengenal Sarung

Menurut laman Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Nusa Tenggara Timur, sarung atau sarong merupakan busana khas masyarakat Indonesia. Ketika Belanda memijakan kaki di Nusantara, busana seperti celana panjang, rok dan sebagainya mulai diperkenalkan meskipun masih untuk kalangan terbatas.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sarung dapat digambarkan sebagai kain lebar yang dijahit pada kedua ujunganya sehingga menyatu. Jauh sebelum saat ini, sarung memiliki sejarah yang panjang sebelum menjadi busana masyarakat Indonesia.  Awalnya, sarung berasal dari negeri Yaman dan masuk ke Indonesia melalui para pedagang Arab dan India sekitar pada abad 14. Di negeri asalnya, sarung disebut  futah

Seiring berkembangnya waktu, sarung melekat dengan budaya Muslim. Selain sebagai identitas Muslim, sarung menjadi busana harian sebelum gaya busana barat yang dibawa masuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Meskipun ada juga masyarakat non-muslim yang turut mengenakan untuk kebutuhan adat, seperti di Bali.   

Selain itu, sarung juga identik dengan pakaian seorang santri. Di pesantren, kehidupan seorang santri tidak dapat dipisahkan dari penggunaan sarung. Tidak hanya ketika mengaji, santri juga kerap menggunakan sarung untuk jalan-jalan, makan, hingga sekadar bersantai dengan santri lainnya. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa para pedagang Arab...
 

Tidak bisa dipungkiri bahwa para pedagang Arab yang beragama Islamlah yang memperkenalkan sarung di Indonesia, namun sebenarnya pemakaian sarung tak merujuk pada identitas agama tertentu. Hal itu sebab sarung juga dikenakan oleh berbagai kalangan di berbagai suku dan agama yang ada di Indonesia sebagai busana kehormatan yang memiliki derajat kesopanan yang tinggi. Buktinya, sering kali dijumpai bahwa sarung menjadi busana masyarakat lokal dalam berbagai ritual adat.  

Filosofi Sarung Sebagai Busana Ibadah

Meskipun sejarahnya berasal dari Yaman, tidak bisa dipungkiri bahwa imajinasi, inovasi dan kreativitas leluhur bangsa Indonesia yang menghasilkan sarung yang beragam ciri atau motif, bahan dan pengerjaannya.   

Seperti yang diketahui,  sarung Indonesia terbuat dari bahan kain tenun, songket, dan tapis. Setiap sarung yang diproduksi dari setiap wilayah etnis memiliki motif dan makna falsafati yang telah menjadi representasi penghayatan para leluhur dengan nilai aktual hingga saat ini.  

Umumnya kain berbahan tenun berasal dari Indonesia Bagian Timur seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggarat Barat (NTB), Sulawesi, dan Bali. Sedangkan songket merupakan identitas dan  ciri khas adat istiadat masyarakat Minangkabau dan Palembang. Kemudian berbahan tapis merupakan ciri khas yang digunakan masyarakat Lampung. 

Menurut jurnal dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Jakarta dengan judul “Makna Material Culture dalam “Sarung” sebagai Identitas Santri”, dijelaskan bahwa di antara filosofi nama sarung berasal dari kata “sarunge dikurung” (sarung).  

Artinya, sarung merupakan instruksi kehidupan, agar manusia mengedepankan rasa malu, tidak sombong, tidak arogan, apalagi sembrono. Dengan memakai sarung, diharapkan seseorang akan terjaga segala perilakunya, memiliki rasa malu dan selalu bersikap sopan-santun. Dari sini bisa dikatakan bahwa sarung memiliki makna yang tinggi. Lebih dari sekedar pakaian, sarung merupakan filosofi hidup.  

Kemudian sebagai material culture atau objek budaya, dapat dilihat dari sisi dimensi sosial dan makna yang melekat pada sarung tersebut. Bahkan sarung juga memiliki nilai yang mendasar.  

Sarung sebagai identitas nasional atau bangsa adalah sarung sebagai material culture khas bangsa Indonesia yang membedakannnya dengan bangsa-bangsa lain. Selain itu, sarung juga menunjukan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang religius. 

Pilihan editor : Omzet Pabrik Sarung Meningkat Jelang Ramadan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus